Pembahasan-pembahasan INTI Berkenaan dengan Nas-nas Mutasyabihat menurut Salaf (dan Khalaf) secara Ringkas
Pendahuluan: Skop Pembahasan pada Surah Ali Imran ayat Ketujuh
Allah s.w.t. berfirman yang maksudnya:
“Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah isi utama Al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat.
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta'wilnya. Padahal, tidak ada yang mengetahui ta'wil[makna lain] nya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal” [Surah Ali Imran: 7]
Perbincangan kita adalah berkenaan bahasan ayat Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat ketujuh ini di mana Allah s.w.t. membagikan ayat-ayat Al-Qur’an kepada dua jenis utama yaitu mutasyabihat dan muhkamat. Fokus kita dalam pembahasan ini adalah fokus tentang memahami pendirian salafus-soleh dan majoritas ulama’ Islam terhadap ayat-ayat mutasyabihat dengan makna yang terkandung dalam surah Ali Imran ayat ketujuh ini.
Adapun mengenai ayat pertama Surah Hud dan surah Az-Zumar ayat ke-23, maka lafaz muhkam dan mutasyabih dalam kedua ayat tersebut berbeda makna dan penggunaannya dengan ayat ke-7 surah Ali Imran ini.
Oleh sebab itu , kita fokus kepada Surah Ali Imran ayat ke-7 ini, krna tafsir-tafsir Ali Imran ayat ke-7 menurut para ulama tafsir berbeda dengan pembahasan mereka dalam surah Az-Zumar (ayat 23) dan surah Hud (ayat pertama).
maksud Muhkamat dalam surah Ali Imran (ayat ketujuh) berbeda dengan maksud Muhkam dalam surah Hud (ayat pertama) krna Muhkam dalam Surah Ali Imran maksudnya: sesuatu ayat yang tidak samar maknanya,ini bertentangan dengan mutasyabih. Adapun Muhkam dalam surah Hud maknanya adalah suatu ayat itu pasti dan tetap dari Allah sw.t. yang tidak mengandung kebatilan. Itu bukan lawan kata makna mutasyabih.
Begitu juga maksud Mutasyabih dalam surah Ali Imran berbeda maknanya dengan Mutasyabih dalam surah Az-Zumar krna Mutasyabih dalam surah Ali Imran maksudnya, lafad yang mengandung kesamaran sedangkan Mutasyabih dalam surah Az-Zumar maksudnya, saling menyamai antara satu lafaz dengan lafaz yang lain. Maka, mutasyabih dalam surah Az-Zumar bukan lawan kata muhkam, sedangkan Mutasyabih dalam surah Ali Imran adalah lawan kata bagi Muhkam dalam surah yang sama.
Imam Al-Qurtubi misalnya, ketika membahas perkataan Muhkam dalam surah Hud ayat pertama, beliau berkata:
وأحسن ما قيل في معنى ))
أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ (( قول قَتَادة؛ أي جعلت محكمة كلّها لا خَلَل فيها ولا باطل.
Maksudnya: “Sebaik-baik perkataan yang menjelaskan makna “di putuskan ayat-ayatnya” adalah perkataan Qatadah yaitu: “Dijadikan ayat-ayat Al-Qur’an muhkamah semuanya krna (ayat-ayat Al-Qur’an) tidaK ADA celaan dan tiada kebatilan padanya…” [Al-Jami’e li Ahkam Al-Qur’an pada surah Hud ayat pertama]
Namun, ketika Imam Al-Qurtubi mentafsirkan perkataan Muhkamat dalam surah Ali Imran ayat ketujuh, beliau berkata:
فقال جابر بن عبد الله، وهو مقتضى قول الشعبي وسفيان الثوري وغيرهما: المحكمات من آي القرآن ما عرِف تأويله وفهم معناه وتفسيره. والمتشابه ما لم يكن لأحد إلى علمه سبيل مما ٱستأثر الله تعالى بعلمه دون خلقه.
Maksudnya: “Jabir bin Abdullah berkata, berdasarkan perkataan As-Syi’bi, Sufian At-Thauri dan sebagainya: “Muhkamat dalam Al-Qur’an adalah apa yang diketahui ta’wilnya dan yang difahami maknanya dan tafsirnya sedangkan Mutasyabih adalah yang tidak ada jalan bagi seseorangpun untuk mengetahuinya krna disembunyikan oleh Allah TENTANG ilmuNya tanpa adanya (pengetahuan) pada makhlukNya” [Al-Jami’e Li Ahkam Al-Qur’an pada surah Ali Imran ayat ketujuh]
Ini jelas menunjukkan pembahasan muhkam dan mutasyabih dalam dua ayat berbeda (antara surah Hud dan surah Az-Zumar) berbeda dengan pembahasan muhkam dan mutasyabih dalam satu ayat yang disertakan kedua perkataan tersebut (Ali Imran ayat ketujuh).
Begitu juga kalau kita lihat dalam tafsir Al-Jalalain menyebut tentang perbedaan kedua lafaz muhkam dan mutasyabih dalam surah Ali Imran dengan lafaz muhkam dan mutasyabih dalam surah Hud dan surah Az-Zumar. bunyinya:
{ هُوَ ٱلَّذِى أَنزَلَ عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ مِنْهُ ءَايَٰتٌ مُّحْكَمَٰتٌ } واضحات الدلالة { هُنَّ أُمُّ ٱلْكِتَٰبِ } أصله المعتمد عليه في الأحكام { وَأُخَرُ مُتَشَٰبِهَٰتٌ } لاتفهم معانيها كأوائل السور
وجعله كله محكماً في قوله { أُحْكِمَتْ آياته [1:11] بمعنى أنه ليس فيه عيب ومتشابهاً في قوله)) كِتَابَاً مَّتَشَابِهاً [23:39] بمعنى أنه يشبه بعضه بعضاً في الحسن والصدق
Maksudnya: “((Dia yang menurunkan kepadamu Al-Kitab yang di antaranya ada ayat-ayat muhkamat…)) yaitu yang jelas petunjuk (maknanya), ((ia adalah ummul kitab…)) yaitu suatu hal inti yang dipegang dalam panduan hukum-hukum, ((…dan yang lain adalah mutasyabihat…)) yaitu tidak diketahui maknanya seperti awal-awal Surah…
“Allah juga menyebutkan bahwa Al-Qur’an seluruhnya sebagai muhkam pada firmanNya: “putus/jelas ayat-ayatnya…” (Surah Hud ayat pertama) dengan makna bahwasanya tidak ada aib padanya (keseluruhan Al-Qur’an). Begitu juga Allah s.w.t. menyebut Al-Qur’an (keseluruhannya) sebagai mutasyabih pada firmanNya: ((suatu kitab yang mutasyabih…)) [Surah Az-Zumar: 23] dengan makna:saling menyamai antara sesetengah ayat dengan ayat yang lain dari sudut keindahan dan kebenarannya…” [Tafsir Jalalain: Ali Imran ayat ke-7]
Ini menunjukkan secara jelas, perbedaan antara muhkam dan mutasyabih dalam ayat ketujuh surah Ali Imran dengan maksud muhkam dan mutasyabih dalam surah Hud dan surah Az-Zumar. Oleh krna itulah, yang menjadi fokus pembahasan dalam risalah ini adalah cara berinteraksi para ulama’ salaf dan sebagian ulama’ khalaf terhadap nas-nas mutasyabihat berdasarkan surah Ali Imran ayat ketujuh. Pendirian ini dan fokus ini perlu dijelaskan supaya tidak membahas sesuatu yang tidak tepat pada konteksnya.
Maka, kita fokus kepada tafsir surah Ali Imran ayat ketujuh ini krna pada ayat ini beredarnya kebanyakkan pembahasan-pembahasan berkenaan nas-nas mutasyabihat yang melibatkan lafaz-lafaz yang dinisbatkan kepada Allah s.w.t..
Pembahasan Pertama: Apa maksud Mutasyabihat (Berdasarkan surah Ali Imran ayat ketujuh)?
Banyak ulama’ meriwayatkan perkataan-perkataan ulama’ salaf dan khalaf tentang makna mutasyabihat tersebut. Itu tidak perlu dibahaskan secara terperinci di sini. krna, semua perkataan-perkataan tersebut adalah perbedaan tanawwu’ yg mana satu sama lain tidak saling bertentangan. Fokusnya adalah: mutasyabihat itu mempunyai kemungkinan makna-makna lain selain makna dhahir. Ini berdasarkan sebagian pendapat ulama’ di antaranya:
Imam At-Tabari, seorang ulama’ tafsir salaf berkata (310 H) dalam tafsir beliau:
وأما قوله: { مُتَشَـابِهَـاتٌ } فإن معناه: متشابهات فـي التلاوة، مختلفـات فـي الـمعنى
Adapun firman Allah s.w.t. ((Mutasyabihat)) maknanya: sama dari sudut bacaan tetapi berbeda dari sudut makna” [Jamie’ Al-Bayan pada tafsir surah Ali Imran ayat ketujuh]
Imam As-Samarqandi (375 H) juga berkata:
ويقال: المحكم ما كان واضحاً لا يحتمل التأويل والمتشابه: الذي يكون اللفظ يشبه اللفظ والمعنى مختلف
Maksudnya: “Dikatakan: Al-Muhkam itu yang jelas maknanya dan tidak membawa pada ta’wil. Dan mutasyabih adalah yang lafaznya menyamai lafaz lain sedangkan maknanya berbeda. [tafsir Bahr Al-Ulum: Ali Imran ayat ketujuh]
Imam Al-Khazin (725 H) juga meriwayatkan makna tersebut:
))
متشابهات(( يعني أن لفظه يشبه لفظ غيره ومعناه يخالف معناه.
Maksudnya: “((Mutasyabihat)) yaitu lafaznya sama dengan lafaz lain tetapi maknanya berbeda dengan maknanya pada lafad lain tersebut” [Lubab At-Ta’wil: Ali Imran ayat ketujuh]
Lafaz yang hampir sama antara satu sama lain namun mempunyai makna yang berbeda adalah seperti lafaz yadd yang mana jika nisbatnya kepada manusia, adalah suatu anggotaa (tangan) namun jika dinisbahkan kepada Allah, maka maknanya berbeda, krna Allah s.w.t. tidak bersifat dengan anggota badan . kita akan buktikan kemudian.
Imam At-Tabrani (360 H) juga berkata:
وقال بعضُهم: الْمُحْكَمُ هو الذي لا يحتملُ من التأويلِ إلاّ وَجْهاً وَاحِداً، وَالْمُتَشَابهُ مَا احْتَمَلَ وُجُوهاً.
Maksudnya: “Sebagian ulama berkata: “Al-Muhkam itu adalah yang tidak membawa kepada ta’wil melainkan dengan satu sudut makna. Adapun mutasyabih adalah yang mengandungi banyak sudut (makna). [At-Tafsir Al-Kabir pada Ali Imran:7]
Imam Ibn Al-Jauzi berkata dalam kitab tafsirnya:
والرابع: أنه ما اشتبهت معانيه، قاله مجاهد.
“Pendapat (mutasyabihat) yang Keempat: yang samar maknanya. Ini pendapat Imam Mujahid.”
Imam Al-Baghawi berkata dalam tafsirnya:
وقال محمد بن جعفر بن الزبير: المحكم ما لا يحتمل من التأويل غير وجه واحد، والمتشابه ما احتمل أوجهاً.
Muhammad bin Ja’far bin Az-Zubair berkata: “Muhkam adalah yang tidak mengandungi kemungkinan ta’wil melainkan hanya satu sudut makna. Mutasyabih adalah yang mengandungi banyak sudut kemungkinan (maknanya). [tafsir Al-Baghawi: surah Ali Imran ayat 7]
Pembahasan Kedua: Adakah nas-nas seperti yadd, istiwa’ dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat?
Sebagian ulama’, bahkan majoritas ulama’ Ahlus-Sunnah menegaskan, nas-nas seperti yadd Allah, wajh Allah, istiwa, nuzul dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat.
Di Antara bukti-buktinya adalah:
- Berdasarkan Kitab-kitab Tafsir
Imam Abu Hayyan berkata dalam tafsirnya pada surah Ali Imran ayat ketujuh:
وقيل: المتشابهات ما لا سبيل إلى معرفته، كصفة الوجه، واليدين، واليد، والاستواء.
Maksudnya: “Dikatakan: “Mutasyabihat ( adalah) yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya (makna dan hakikatnya) seperti sifat wajh (Allah), Al-Yadain (jika di nisbah kepada Allah), Al-Yadd (jika nisbah kpd Allah) dan istiwa’. [Al-Bahr Al-Muhith: Surah Ali Imran ayat ketujuh]
Ini menunjukkan pendapat Imam Abu Hayyan r.a., nas-nas seperti yadd dan istiwa adalah sebagian daripada nas-nas mutasyabihat yang mengandung pelbagai kemungkinan maknanya sebagaimana yang disebutkan sebelum ini.
Imam Abu Hayyan (754 H) berkata lagi:-
))
فيتبعون ما تشابه منه((
قال القرطبي: متبعو المتشابه إما طالبو تشكيك وتناقض وتكرير، وإما طالبو ظواهر المتشابه: كالمجمسة إذ أثبتوا أنه جسم، وصورة ذات وجه، وعين ويد وجنب ورجل وأصبع.
Maksudnya:
“((mereka yang mengikuti kesamaran daripadanya)):
“Imam Al-Qurthubi berkata: Mereka adalah yang mengikut mutasyabihat apakah menginginkan utk meragukan, atau mendakwa ada pertentangan dalam Al-Qur’an atau pengulangan. Ataupun, mereka yang meninginkan dhahir-dhahir mutasyabih seperti golongan mujassimah yang menetapkan bahawasanya Allah itu jisim, menetapkan rupa bentuk bagi zat itu adalah wajah, menetapkan mata, tangan, bahu, kaki dan jemari bagiNya…”
Jelas menurut Imam Abu Hayyan, nas-nas seperti yadd dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat dan menjelaskan bahwasanya, mujassimah menetapkan makna-makna dhahir bagi nas-nas mutasyabihat tersebut dengan menukilkan perkataan Imam Al-Qurthubi r.a..
Imam At-Tabrani (360 H) yang merupakan seorang ulama’ tafsir juga menetapkan nas-nas seperti yadd, istiwa dan sebagainya sebagai nas-nas mutasyabihat dengan menukilkan perkataan ulama’ salaf. Beliau berkata dalam tafsirnya:
-
وقال محمدُ بن الفضلِ: (هُوَ سُورَةُ الإخْلاَصِ لأنَّهُ لَيْسَ فِيْهَا إلاَّ التَّوْحِيْدُ فَقَطْ، وَالْمُتَشَابهُ نَحْوُ قَوْلِهِ)) ٱلرَّحْمَـٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَىٰ )طه: 5( وَنَحْوُ قَوْلِهِ)) خَلَقْتُ بِيَدَيَّ(( [ص: 75]، وَنَحْوُ ذلِكَ مِمَّا يَحْتَاجُ إلَى تَأَويْلِهَا فِي الإبَانَةِ عَنْهَا((.
Muhammad bin Al-Fadhl berkata: ia (muhkam) adalah Surah Al-Ikhlas krna tiada di dalamnya melainkan tauhid semata-mata. Adapun mutasyabih seperti firman Allah:
((لرَّحْمَـٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَىٰ ))
dan firman Allah (خَلَقْتُ بِيَدَيَّ)) dan sebagainya yang memerlukan kepada ta’wil untuk menjelaskannya.
Jelas menurut Imam Muhammad bin Al-Fadhl, ayat-ayat seperti istiwa’ dan yadd Allah adalah nas-nas mutasyabihat yang mempunyai kesamaran dari sudut maknanya.
Imam An-Nasafi (710 H) dalam tafsirnya juga berkata:-
وَأُخَّرُ } وآيات أخر { مُتَشَـٰبِهَـٰتٌ } مشتبهات محتملات. مثال ذلك )) ٱلرَّحْمَـٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَىٰ(( طه: 5] فالاستواء يكون بمعنى الجلوس وبمعنى القدرة والاستيلاء، ولا يجوز الأول على الله تعالى بدليل المحكم وهو قوله { لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْء } الشورى: 11
Maksudnya: ((Dan yang lainnya)) ayat-ayat ((mutasyabihat)) itu membawa pelbagai kemungkinan (dari sudut maknanya). Contohnya: ((Ar-Rahman atas Al-Arsy beristawa)) (Surah Toha: 5)
Istiwa’ bisa bermakna duduk dan juga bermakna kekuasaan dan penguasaan. Tidak boleh dengan makna pertama (yaitu makna duduk) bagi Allah berdasarkan dalil ((tiada yang menyerupaiNya sesuatupun)) (Surah As-Syura: 11)” [Madarik At-Tanzil: surah Ali Imran: 7]
Menurut Imam An-Nasafi r.a. juga, nas-nas seperti istiwa’ dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat yang kesamaran maknanya.
Ini jelas menunjukkan banyak ulama’ berpegang bahwasanya nas-nas seperti yadd, istiwa’ dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat. Ini berbeda dengan pendirian Mujassimah yang menetapkan makna dhahir bagi nas-nas mutasyabihat krna menganggap itu sebagai muhkamat (difahami maknanya dengan makna dhahirnya).
- Berdasarkan kitab-kitab Syarah Hadith
Dan sangat jelas juga majoritas ulama’ hadith seperti imam An-Nawawi, Imam Ibn Hajar Al-Asqollani, Imam As-Suyuti, Imam Al-Qurthubi, Imam Al-‘Aini Imam Al-Ubbi dan sebagainya berpegang kepada bahwasanya nas-nas seperti yadd, wajh, istiwa’ dan nuzul adalah nas-nas mutasyabihat. Tidak perlu memperincikan maknanya krna sudah jelas aqidah mereka yang tidak memahami nas-nas mutasyabihat ini dengan makna dhahir.
Contohnya:-
Imam Al-Hafiz Al-Karmani (786 H) berkata:
قوله ( في السماء ( ظاهره غير مراد ، إذ الله منزه عن الحلول في المكان
Maksudnya: "Perkataan Allah "fis sama'" maka makna dhahirnya bukanlah yang dimaksudkan oleh Allah s.w.t. krna Allah s.w.t. tidak bertempat pada tempat manapun, [Fath Al-Bari: 13/412].
Ini merujuk kepada pendirian Imam Al-Karmani dan Imam Ibn Hajar Al-Asqollani yang menukilkannya dalam Fath Al-Bari. Ini menunjukkan pendirian ulama’-ulama’ hadith muktabar bahawasanya nas-nas tersebut adalah nas-nas mutasyabihat. Begitu juga pendirian Imam Muslim dan Imam Al-Qurtubi r.a..
- Berdasarkan kitab-kitab Aqidah
Adapun dalam kitab-kitab aqidah dan tauhid ulama’ Ahlus-sunnah wal jamaah, maka kita dapati banyak nas-nas menunjukkan bahwasanya ayat-ayat seperti yadd, istiwa’ dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat.
Jika kita rujuk Al-Fiqh Al-Akbar dan syarahnya oleh Imam Mulla Ali Al-Qari, kita dapati Imam Abu Hanifah r.a. dan Imam Mulla berpegang bahwasanya nas-nas seperti yadd dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat. Begitu juga dalam kitab-kitab seperti Al-Luma’ dan Maqalat Islamiyyin oleh Imam Al-Asy’ari ( ulama’ salaf), kitab Syarh bad’ie Al-Amali oleh Imam Abu Bakr Ar-Razi, kitab Risalah Nizhomiyyah oleh Imam Al-Haramain Al-Juwaini, Al-Asma’ wa As-Sifat oleh Imam Al-Baihaqi, Iljamul Awam oleh Imam Al-Ghazali r.a. dan sebagainya.
Dalam sejumlah sekian kitab-kitab tersebut dan kitab-kitab lain yang tidak ada kesempatan untuk menyebutnya , kesemuanya menukilkan pendapat-pendapat salaf dan khalaf yang menegaskan bahwasanya nas-nas seperti yadd, wajh, istiwa’ dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat.
Sebagai contoh:-
Imam Al-Baihaqi r.a. meriwayatkan secara bersanad:
سئل الأوزاعي ومالك وسفيان الثوري والليث بن سعد عن هذه الأحاديث التي جاءت في التشبيه فقالوا أمروها كما جاءت بلا كيفية
Maksudnya: “Imam Al-Auzai’e, Imam Malik, Imam Sufiyan At-Thauri dan Imam Laith bin Sa’ad ketika ditanya tentang hadith-hadith yang diriwayatkan yang mengandungi tasybih (dari sudut makna dhahirnya), maka mereka berkata: “lalui bacaannya terhadapnya sebagaimana ia diriwayatkan tanpa kaifiyyat…” [Sunan Al-Baihaqi 3/3 dengan sanad yang kuat]
Ini jelas menunjukkan ulama’ salaf bahwasanya ada hadith-hadith yang mempunyai kesamaran atau makna dhahirnya membawa kepada tasybih sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dengan sanad yang kuat pada perkataan ini. Ini menunjukkan pendirian salafus-soleh bahawasanya nas-nas seperti yadd dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat.
- Berdasarkan Kitab-kitab Ulum Al-Qur’an
Imam As-Suyuti meletakkan nas-nas seperti yadd, wajh, istiwa’ sebagai nas-nas mutasyabihat dalam kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Begitu juga Imam Az-Zarkasyi, meletakkan nas-nas seperti istiwa’, wajh, yad dan sebagainya sebagai nas-nas mutasyabihat dalam kitabAl-Burhan fi Ulum Al-Qur’an [373/376-382]. Boleh rujuk kitab-kitab tersebut.
Imam Az-Zarkasyi berkata:
النوع السابع والثلاثون
: في حكم الآيات المتشابهات الواردة في الصفات
Maksudnya: “Jenis Ketigapuluh Tujuh: Hukum Ayat-ayat Muasyabihat pada bab sifat”.
Dalam bab ini, Imam Az-Zarkasyi meletakkan nas-nas seperti yadd, istiwa dan sebagainya sebagai nas-nas mutasyabihat. [ibid]
Begitu juga dalam Mufradat Al-Qur’an pada bab Syabaha di mana Imam Al-Raghib Al-Asfahani meletakkan istiwa’, yadd Allah dan sebagainya sebagai nas-nas mutasyabihat. Begitu juga dalam kitab Manahil Al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an [2/185-188] karangan Imam Az-Zarqoni.
- Berdasarkan kitab-kitab Ulama’ Mutakhir
Imam Hasan Al-Banna juga turut berpegang bahawasanya nas-nas seperti istiwa’ dan sebagainya sebagai nas-nas mutasyabihat. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi setuju dengan Imam Hasan Al-Banna malah mengakui bahwa itu sebagai pendirian majoritas ulama’, salaf dan khalaf, yang mana Ibn Taimiyyah di kecualikan dalam hal ini. [rujuk bagian awal fusulun fi Al-Aqidah]
Dr. Yusuf Al-Qaradhawi berkata:
“Realitasnya, bagi siapa yang membaca karangan para ulama' salafus soleh berkenaan ayat-ayat mutasyabihat tersebut, maka dia akan dapati bahwa, kebanyakkan dari mereka meninggalkan usaha untuk mendalami makna ayat-ayat mutasyabihat tersebut, tidak bersusah-payah untuk mentafsirkannya dengan ungkapan apapun. (Ini manhaj tafwidh menurut salafus soleh).
"Perkara ini jelas bahkan, hampir tahap muttafaqun alaih (disepakati oleh ulama') sebelum kelahiran Sheikhul Islam Ibn Taimiyah dan madrasahnya (pemikiran dan manhajnya yang menyendiri)…” [Fusulun fil Aqidah 40-41]. Rujuk juga kata-kata aluan beliau dalam buku Al-Qaul At-Tamam karangan Ustaz Sheikh Saif Al-‘Ashri.
Jelas menurut Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, nas-nas seperti yadd, istiwa’ dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat yang tidak difahami oleh ulama’ salaf dengan makna dhahirnya. Ini juga pendirian Imam Hasan Al-Banna. Begitu juga pendirian Sheikh Dr. Al-Buti dalam buku As-Salafiyyah.
Malah, Dr. Suhaib As-Saqqar dalam tesis PhD-nya bertajuk At-Tajsim fi Al-Fikr Al-Islami juga menukilkan sejumlah dalil dan bukti bahawasanya menurut salafus-soleh, nas-nas seperti yadd dan sebagainya adalah ayat mutasyabihat. silahkan rujuk tesis tersebut. Begitu juga buku-buku lain seperti Ibn Taimiyyah Laisa Salafiyyan oleh Sheikh Manshur Muhammad, Mauqif As-Salaf min Al-Mutasyabihatoleh Dr. Muhammad Abdul Fadhil dan sebagainya.
Pembahasan Ketiga: Nas-nas Mutasyabihat tidak difahami dengan makna dhahir?
Memang benar. Nas-nas mutasyabihat tidak difahami dengan maknanya dari sudut bahasa (makna dhahir) krna tidak sesuai berdasarkan petunjuk-petunjuknya. Khususnya, pada nas-nas mutasyabihat yang melibatkan lafaz-lafaz yang samar maknanya tatkala dinisbahkan kepada Allah s.w.t. krna Allah s.w.t. Maha Suci daripada makna dhahir bagi lafaz-lafaz tersebut.
Di Antara nas-nas mutasyabihat tersebut adalah seperti yad Allah, istiwa’ Allah, nuzul, ‘ain dan sebagainya yang merupakan nas-nas mutasyabihat yang mana makna dhahirnya (maknanya dari sudut bahasa) membawa kesamaran dan tidak layak bagi keagungan Allah s.w.t..
Kita kemukakan sebagian buktinya dengan bantuan Allah s.w.t. berdasarkan perkataan salafus-soleh khususnya dan ulama’-ulama’ muktabar yang lain.
Imam Al-Baihaqi (ulama’ hadith yang agung) meriwayatkan:
“Imam Ahmad bin Hanbal mengingkari mereka yang menyifatkan Tuhan dengan kejisiman. Beliau (Imam Ahmad) berkata: Sesungguhnya, nama-nama Allah itu diambil daripada syariat dan bahasa. Adapun ahli bahasa meletakkan nama tersebut kepada maksud jisim-yakni dengan sesuatu yang ada ukuran ketinggian, ukuran lebar, tersusun dengan beberapa anggota, mempunyai bentuk dan sebagainya, sedangkan Maha Suci Allah s.w.t. daripada apapun sifat kejisiman tersebut (Maha Suci Allah s.w.t. daripada makna-makna lafaz mutasyabihat tersebut dari sudut bahasa)” [Manaqib Imam Ahmad oleh Imam Al-Baihaqi]
Ini jelas bahawasanya menurut Imam Ahmad bin Hanbal r.a., lafaz-lafaz seperti yadd dan sebagainya dari sudut bahasanya mengandung makna kejisiman yang tidak layak bagi Allah s.w.t.. Maknanya, nas-nas tersebut tidak perlu difahami dengan maknanya dari sudut bahasa. Inilah pendirian salafus-soleh.
Imam Al-Qadhi Iyad meriwayatkan pendirian Imam Malik r.a. dengan berkata:
رحم الله الإمام مالكاً فلقد كره التحديث بمثل هذه الأحاديث الموهمة للتشبيه والمشكلة المعنى
Maksudnya: “Semoga Allah merahmati Imam Malik r.a.. Beliau sangat membenci berbicara tentang hadith-hadith yang membawa kesamaran tasybih dan kekeliruan maknanya…” [As-Syifa’ 2/542]
Jelaslah menurut Imam Al-Qadhi Iyad bahwasanya, ada hadith-hadith yang membawa waham tasybih dan maknanya sukar difahami. Apa sebabnya? Ini krna, berdasarkan makna lafaz-lafaz tersebut dari sudut bahasa, membawa makna kejisiman yang tidak layak bagi Allah s.w.t.. Kalau lafaz-lafaz tersebut perlu difahami dengan makna dhahir, maka tidak timbul kekeliruan dan tidak timbul juga prasangka bahwasanya itu adalah tasybih. Timbul prasangka begitu krna makna dhahir bagi nas-nas mutasyabihat tersebut tidak layak bagi Allah s.w.t..
Sheikh Mahmud Khitab As-Subki berkata:
“…Oleh krna itu, telah sepakat Salaf dan Khalaf akan ta’wil dengan ta’wil ijmali yaitu memalingkan lafaz daripada makna dhahirnya yang mustahil bagi Allah…” [Ittihaf Al-Ka’inat: 167]
Imam Al-Qurthubi berkata:
مذهب السلف ترك التعرض لتأويلها مع قطعهم باستحالة ظواهرها
Maksudnya: “Mazhab Salaf adalah, meninggalkan usaha ta’wilnya beserta ketegasan mereka bahawasanya dhahir (mutasyabihat) itu mustahil…” [Syarh Jauharah At-Tauhid: 167]
Imam Al-Hafiz Al-Karmani, seorang ulama’ hadith yang agung (786 H), menjelaskan tentang aqidah ini:
قوله ( في السماء ( ظاهره غير مراد ، إذ الله منزه عن الحلول في المكان
Maksudnya: "Perkataan Allah "fis sama'" maka makna dhahirnya bukanlah yang dimaksudkan oleh Allah s.w.t. krna Allah s.w.t. tidak bertempat pada tempat manapun, [Fath Al-Bari: 13/412]
Imam Ibn Hajar Al-Asqollani berkata tentang nas-nas mutasyabihat:
“...sedangkan dhahirnya bukan dimaksudkan (oleh Allah)...” [Fathul Bari 1/272]
Imam An-Nawawi juga berkata:
وهو مذهب جمهور السلف وبعض المتكلمين، أنه يؤمن بأنها حق على ما يليق بالله تعالى وأن ظاهرها المتعارف في حقنا غير مراد
Maksudnya: “ mazhab jumhur Salaf dan sebagian mutakallimin bahawsanya seseorang itu beriman dengan (nas mutasyabihat) bahwa itu benar daripada Allah s.w.t. dengan makna yang sesuai dengan Allah serta (makna) dhahir yang diketahui di sisi kita bukanlah yang dimaksudkan...” [Syarah Muslim 6/36]
Imam Badruddin Ibn Jama’ah berkata dalam menjelaskan lafaz istiwa:
... واتفق السلف وأهل التأويل على أن ما لا يليق من ذلك بجلال الرب تعالى غير مراد، كالقعود والاعتدال...
Maksudnya: “Telah sepakat salaf dan ahli ta’wil bahwasanya apa saja makna yang tidak sesuai bagi Allah (termasuklah makna dhahir) itu tidak dimaksudkan oleh Allah s.w.t. seperti (makna dhahir istiwa sebagai) duduk...” [Idhah Ad-Dalil fi Qat’ie Hujaj Ahl At-Ta’thil m/s 103]
Imam Fakhruddin Al-Razi (ulama’ aqidah) juga menjelaskan bahwasanya, nas-nas mutasyabihat tidak boleh dipegang dengan makna dhahirnya dalam kitab Asas At-Taqdis. Begitu juga jika kita merujuk Iljam Al-‘Awam oleh Imam Al-Ghazali r.a..
Imam Ibn Khaldun (ulama’ ahli sejarah Islam) berkata:
أما السلف فغلبوا أدلة التنزيه لكثرتها ووضوح دلالتها وعلموا استحالة التشبيه وقضوا بأن الآيات من كلام الله فآمنوا بها ولم يتعرضوا لمعناها ببحث…
Maksudnya: “Adapun salaf, maka dalil-dalil tanzih telah banyak dan jelas petunjuknya, maka mereka (salaf) mengetahui kemustahilan tasybih dan menetapkan bahwasanya ayat-ayat daripada kalam Allah maka mereka beriman dengannya namun tidak berusaha untuk membahaskan tentang makna-maknanya… [Muqoddimah Ibn Khaldun: 395]
Sheikh Sulaiman bin Umar Al-Jamal As-Syafi’e berkata dalam Hasyiyah Tafsir Al-Jalalain m/s 149:
“Manhaj Salaf menyerahkan ilmu tentang makna mutasyabihat kepada Allah s.w.t. setelah memalingkannya daripada dhahirnya…”
Imam Al-Utbi (ulama’ hadith) berkata:
ومذهب أهل الحق في جميع ذلك أن يصرف اللفظ عن ظاهره المحال
Maksudnya: “Mazhab Ahli Al-Haq pada setiap (nas-nas mutasyabihat) ialah, memalingkan lafaz daripada makna dhahirnya yang mustahil (bagi Allah)…” [Syarah Sahih Muslim 2/385]
Imam Mulla Ali Al-Qari berkata:
وبكلامه وبكلام الشيخ الرباني أبي إسحاق الشيرازي وإمام الحرمين والغزالي وغيرهم من أئمتنا وغيرهم يعلم أن المذهبين متفقان على صرف تلك الظواهر
Adapun perkataannya (Imam An-Nawawi) dan perkataan Imam Abu Ishaq As-Syirazi, Imam Al-Haramain, Imam Al-Ghazali dan sebagainya dari kalangan para imam kita dan sebagainya diketahui bahwasanya kedua mazhab (tafwidh dan ta’wil) bersepakat untuk memalingkan lafaz daripada (makna) dhahirnya…” [Mirqat Al-Mafatih 2/136]
Imam Az-Zarkasyi (ulama’ tafsir yang besar dalam Islam) berkata:
قلت: وإنما حملهم على التأويل وجوب حمل الكلام على خلاف المفهوم من حقيقته لقيام الأدلة على استحالة المتشابه والجسمية في حق البارئ تعالى
Maksudnya: “Saya katakan: Mereka menta’wil nas-nas mutasyabihat krna kalam (mutasyabihat) berlainan dengan mafhumnya (dari sudut bahasa) pada hakikatnya (dhahirnya) krna adanya dalil-dalil yang menunjukkan kemustahilan tasybih dan kejisiman daripada hak Allah s.w.t.. [Al-Burhan pada bab Mutasyabihat]
Oleh kerana itulah, Imam Ibn Al-Jauzi mengkritik mujassimah di zamannya dengan berkata:
قالوا: إن هذه الأحاديث من المتشابه الذي لا يعلمه إلا الله تعالى. ثم قالوا: نحملها على ظواهرها، فواعجباً ما لا يعلمه إلا الله أي ظاهر له؟ فهل ظاهر الاستواء إلا القعود؟ وظاهر النزول إلا الانتقال؟
Maksudnya: “Mereka (mujassimah) berkata: Sesungguhnya hadith-hadith mutasyabihat ini tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Kemudian mereka berkata: “Kita tetapkannya (maknanya) dengan (makna) dhahirnya”. Alangkah peliknya. Apa yang tidak diketahui kecuali Allah itu adalah (makna) dhahirnya? Bukankah makna dhahir istiwa itu tiada lain melainkan duduk? Bukankah tidak ada makna dhahir bagi nuzul melainkan berpindah-pindah (yang makna kesemua makna tersebut tidak layak bagi Allah)?” [Daf Syubah At-Tasybih m/s 34]
Menurut Imam Ibn Al-Jauzi sendiri, nas-nas seperti yadd dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat. makna zahir bagi nas-nas tersebut tidak layak bagi Allah s.w.t..
Oleh kerana itu juga, Imam Abu Hayyan ketika menjelaskan makna ayat yang artinya: yang mengikut mutasyabihat" dalam surah Ali Imran ayat tujuh adalah mereka yang berpegang dengan makna dhahir bagi nas-nas mutasyabihat.
))
فيتبعون ما تشابه منه(( قال القرطبي: متبعو المتشابه إما طالبو تشكيك وتناقض وتكرير، وإما طالبو ظواهر المتشابه: كالمجمسة إذ أثبتوا أنه جسم، وصورة ذات وجه، وعين ويد وجنب ورجل وأصبع.
Maksudnya: “((mereka yang mengikuti kesamaran daripadanya)) Imam Al-Qurthubi berkata: Mereka adalah yang mengikut mutasyabihat apakah menginginkan utk meragukan, atau mendakwa pertentangan dalam Al-Qur’an atau pengulangan. Ataupun, mereka yang meninginkan dengan dhahir mutasyabih seperti golongan mujassimah yang menetapkan bahwasanya Allah itu jisim, menetapkan rupa bentuk bagi zat itu adalah wajah, menetapkan mata, tangan, bahu, kaki dan jemari bagiNya…” [Al-Bahr Al-Muhith pada ayat tersebut]
Beliau meriwayatkan perkataan Imam Al-Qurthubi ini tanda setuju dengan pendirian Imam Al-Qurthubi r.a. bahwasanya, mujassimah adalah mereka yang menetapkan makna dhahir bagi nas-nas mutasyabihat itu makna kejisiman.
Imam Al-Qurthubi berkata dalam tafsirnya:-
السادسة: قوله تعالى: { فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ٱبْتِغَاءَ ٱلْفِتْنَةِ وَٱبْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ } قال شيخنا أبو العباس رحمة الله عليه: متبِعو المتشابه لا يخلو أن يتبعوه ويجمعوه طلباً للتشكيك في القرآن وإضلالِ العوامّ، كما فعلته الزنادقة والقرامِطة الطاعنون في القرآن؛ أو طلباً لاعتقاد ظواهر المتشابه، كما فعلته المجسِّمة الذِين جمعوا ما في الكتاب والسنة مما ظاهره الجِسمية حتى ٱعتقدوا أن البارىء تعالى جسم مجسم وصورة مصوّرة ذات وجه وعين ويد وجنب ورجل وأصبع، تعالى الله عن ذلكٰ…
Maksudnya: “Keenam: Firman Allah ((mereka mengikut apa yang samar daripadanya untuk mengkehendaki fitnah dan mengkehendaki ta’wilnya)). Guru kami Abu Al-Abbas berkata: “Mereka yang mengikuti mutasyabihat tidak lain apakah mengikuti mutasyabihat dan menghimpunkannya (menghimpunkan ayat-ayat mutasyabihat untuk menetapkan makna dhahir atau menetapkan kontradiksi antara ayat-ayat Al-Qur’an) untuk membuat keraguan dalam Al-Qur’an dan menyesatkan orang awam sebagaimana yang dilakukan oleh Zindiq, Qaramithoh yang menuduh Al-Qur’an, ataupun percaya/berpegang dengan dhahir-dhahir (makna dhahir) mutasyabih sebagaimana yang dilakukan oleh mujassimah yang menghimpun yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang mana makna dhahirnya mengandungi makna kejisiman, lalu mempercayai Allah itu suatu jisim yang berjisim, suatu rupa yang mempunyai rupa bentuk, yang mempunyai wajah, mata, tangan, sisi, kaki dan jemari yang mana maha suci Allah daripadanya (sifat-sifat tersebut)….”
Begitu juga Imam Al-Alusi dalam Ruh Al-Ma’ani menjelaskan ayat tersebut dengan berkata:
))
فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَـٰبَهَ مِنْهُ(( أي يتعلقون بذلك وحده بأن لا ينظروا إلى ما يطابقه من المحكم ويردوه إليه وهو إما بأخذ ظاهره الغير المراد له تعالى أو أخذ أحد بطونه الباطلة
Maksudnya: “((mereka mengikuti yang samar daripadanya)) yaitu mereka bergantung kepadanya (mutasyabihat) semata dan tidak melihat kepada yang selaras dengannya dalam ayat muhkam untuk dibandingkan (dikembalikan) kepadanya. yaitu apakah mengambil dhahir (mengikut makna dhahir mutasyabihat) yang tidak dimaksudkan oleh Allah atau mengambil suatu makna batin yang batil. [Ruh Al-Ma’ani dalam tafsir surah Ali Imran: 7]
Jelas di sini pendirian Imam Al-Alusi yang menjelaskan bahawasanya makna dhahir bagi mutasyabihat tidak dimaksudkan oleh Allah s.w.t.. Mereka yang menetapkan maknanya dari sudut bahasa adalah mereka yang mengikut yang samar dalam Al-Qur’an yang dicela oleh Allah s.w.t.. Ini jelas berdasarkan tafsiran empat ulama’ besar iaitu Imam Al-Qurtubi, gurunya Abu Al-Abbas, Imam Abu Hayyan dan Imam Al-Alusi r.a..
Malah, secara jelas Imam Al-Qurthubi menisbahkan pegangan ini kepada salafus-soleh dengan berkata:
وقد عرف أنّ مذهب السلف ترك التعرّض لتأويلها مع قطعهم بٱستحالة ظواهرها، فيقولون أمِرّوها كما جاءت.
Maksudnya: Telah diketahui bahawasanya mazhab salaf adalah meninggalkan usaha untuk mencari ta’wil (makna) bagi nas-nas mutasyabihat dengan keteguhan pegangan mereka tentang kemustahilan makna-makna dhahir tersebut (bagi Allah). Mereka berkata: “biarkan (lalui) ia sebagaimana didatangkan…” [Al-Jamie Li Ahkam Al-Qur’an surah Ali Imran: 7]
Imam Az-Zarqani juga berkata:
“Salaf dan Khalaf sepakat bahwasanya makna dhahir bagi nas-nas mutasyabihat tidak dimaksudkan oleh Allah s.w.t. secara pasti…” [Manahil Al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an: 2/186]
Maka, sekadar keterbatasan ini, kita dapat simpulkan bahwasanya Imam Ahmad r.a., Imam Malik r.a. (berdasarkan riwayat Qadhi Iyad), Imam Abu Hanifah (dalam fiqh Al-Akbar), Imam Al-Baihaqi r.a., Imam Al-Qurthubi r.a., Imam Abu Al-Abbas, Imam Abu Al-Hayyan, Imam Ibn Al-Jauzi, Imam Al-Karmani, Imam Ibn Hajar Al-Asqollani (yang menukilkan perkataan Imam Al-Karmani) dan sebagainya, menjelaskan bahwasanya, nas-nas mutasyabihat tidak difahami dengan maknanya dari sudut bahasa (makna dhahir). Malah, pendirian ini adalah pendirian salafus-soleh menurut Imam Al-Qurthubi dan sebagainya.
AHLUSSUNNAH WALJAMAAH KAUM TUA DI DUNIA
Rabu, 27 Juni 2012
Bagaimanakah Yg dimaksud Ayat2 Mutasyabihat itu
Saya Masih awam dan Faqir, banyak Perlu banyak belajar dari teman2 Para Alumni Pondok seluruh Indonesi. . Semoga Allah memberi Kefahaman kepada saya yg Dho'if ini. dari Allah Taufiq dan HidayahNya Wa'alaikum salam Saudara Fillahku
Wahhabi Melarang tawasul dengan qiyas batil
Mengkiyaskan antara prilaku:
Dlm Firman Allah: Kami tidak menyembah mereka (berhala- berhala) kecuali untuk mendekatkan diri kami sedekatnya dengan Allah. (Qs az zumar:3)
Ucapan musyrikin:Kami menyembah berhala utk mendekatkan diri kepada Allah. Orang Mukmin tawasul (membuat perantara) Kepada Allah dgn Nabi SAW dan orang2 shaleh Prilaku mukmin di qiyaskan dengan prilaku musrikin karena ada kesamaan dalam cara "mendekatkan" = syirik..!!
Qiyas semacam Ini adalah qiyas batil, karena:
Dalam kaidah usul fiqh:
>>> ISTIWA'UL FI'LAENI FI SABABIL HAMIL ALAL FI'LI LA YUJIBU ISTIWA'AHUMA FIL HUKMI <<<
Kesamaan dua prilaku dalam suatu sebab yang menarik atas prilaku itu,itu tidak otomatis sama dalam segi hukumnya", Sebab jika kesamaan dua prilaku menjadi otomatis sama dalam segi hukumnya, sebagaimana kaidah yg dipakai oleh ibnu taemiyah,maka akan membatalkan sebagian besar syariat..!
Contoh: si A makan, si B makan '',Prilakunya sama yaitu "makan", Dan sebab yang membawa mereka berdua melakukan makan juga sama yaitu supaya kenyang, dalam contoh ini prilaku dan juga sebab yang menarik A dan B melakukan sesuatu adalah sama, Dan perut bisa kenyang dgn di isi makanan apa pun, entah makanan yg haram ataupun yang halal,namun ketetapan syariat menentukan bahwa makanan yang boleh di makan adalah makanan yang halal,Nah si A makan yg halal,dan si B makan yg haram,
Apakah karena prilakunya sama yaitu makan dan sebab yang menarik utk makan juga sama yaitu supaya kenyang,lalu apakah hukum ke dua prilaku itu sama ??
Contoh lg,si A dan si B melakukan bersetubuh, dan sebab yang menarik mereka berdua melakukan hal itu juga sama yaitu utk mendapat kenikmatan, Titapi si A bersetubuh dgn istrinya, SI B bukan dgn istrinya,lalu apakah hukum keduanya sama ???? jelas beda......!!!
Nah begitu juga prilaku orang mukmin dan musyrikin sama yaitu "tawasul" dan yang menarik utk melakukan hal itu juga sama yaitu liyuqorribanna:utk mendekatkan diri",namun keyakinan keduanya berbeda, kalangan musyrikin menyembah berhalanya dgn meyakini bhw allah telah menjadikan sesembahan MEREKA sebagai sarat mutlak utk bisa menjadi dekat dgn Allah,dan menganggap bhw sesungguhnya tdk sempurna mendekat kepada allah kecuali dgn sarat melalui perantaraannya,dan dgn cara di dekatkan oleh perantara tsbt kepada allah,yakni menjadikan ma'bud bilbatil /yg disembah scra batil (berhala) sebagai perantara kepada ma'bud bilhaq / yg di sembah scra haq (Allah),maka sarat inilah yakni adanya dua ma'bud:yg disembah dan adanya keyakinan kuasa independen pada berhala, yg menjadikan SEBAB syiriknya mereka,sedangkan mukmin tdk memiliki keyakinan seperti itu karena mendekat pada Allah bisa dgn cara selain itu,shgg tdk meyakini adanya kuasa independen pada Nabi dan tdk menyembahnya. dan bukti musyrikin meyakini berhala punya kekuatan independen adalah keyakinan mereka bahwa berhala bisa menarik kebaikan dan menolak kejelekan dgn sendirinya,misal menolong utk mengalahkan musuh2 mereka,dgn sebab ini mereka menyembahnya dan menjadikannya tuhan, Allah membuktikan keyakinan mrka dgn firmannya:
ﻭﺍﺗﺨﺬﻭﺍ ﻣﻦ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺁﻟﻬﺔ ﻟﻌﻠﻬﻢ ﻳﻨﺼﺮﻭﻥ ﻻ ﻳﺴﺘﻄﻴﻌﻮﻥ ﻧﺼﺮﻫﻢ ﻭﻫﻢ ﻟﻬﻢ ﺟﻨﺪ ﻣﺤﻀﺮﻭﻥ) :
mereka mengambil sesembahan selain allah agar mereka mendapat pertolongan (QS YASIN 74) ,
Dan firman allah:
ﻭﺍﺗﺨﺬﻭﺍ ﻣﻦ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺁﻟﻬﺔ ﻟﻴﻜﻮﻥ ﻟﻬﻢ ﻋﺰﺍ ﻛﻼ ﺳﻴﻜﻔﺮﻭﻥ ﺑﻌﺒﺎﺩﺗﻬﻢ ﻭﻳﻜﻮﻧﻮﻥ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺿﺪﺍ )
dan mereka menjadikan sesembahan sesembahan selain allah agar sesembahan2 itu menjadi pelindung bg mereka,sekali2 tidak,kelak sesembahan itu akan mengingkari penyembahan pengikutnya kpdanya dan mereka (sesembahan itu) akan jadi musuh bg mereka (QS MARYAM 81-82)
Ayat ayat ini menunjukan bhw kaum musrikin menjadikan tuhan selain Allah dan menyembahnya,supaya dgn menyembah tuhan2 tsbt,mereka mendapat balasan dgn kekuatan berhala2 utk mendapat pertolongan dan kemenangan. dlm qiyas mesti jam'u fi ilati sar'iyah :mesti ada kesamaan antara dua prilaku dalam ilat/sebab secara syara, yg di maksud illat disini adalah illat hukum: alasan hukum, seperti alasan haram ,wajib,makruh,sunah,mubahnya, bukan illat nafsul fi'li: sebab prilaku tsbt yaitu prilaku mendekatkan. Ilat hukum haram atau syiriknya prilaku dalam ayat di poin 1 yaitu memindahkan ibadah dari sang kholik yg haqqi [ma"bud bilhaq] kepada berhala [ma"bud bilbatil} ,dgn penghambaan dan menyandarkan keyakinan adanya manfaat dan madorot yg independen kepada berhala, jadi ilat hukum syirik itu bukan pada nafsul fi'li: datiyah prilaku (membuat sesuatu untuk mendekatkan) tapi terletak pada ilat hukumnya sbgmn telah disebutkan yaitu haramnya karena itiqad pada obyek wasilah. dalam qiyas disaratkan bhwa sesuatu yg dikiyaskan (dlm hal ini 'tawasul) bukan hukum yg sudah ada nasnya dalam alquran dan assunah ..
Sedangkan yg dikiyaskan pada prilaku musrik pada (QS Azzumar:3) adalah tawasul, yg mana telah ada nas yang memebolehkannya dlm banyak ayat dalam Al quran dan hadist seperti: Ayat: Dan carilah oleh kalian wasilah (QS MAIDAH 35), Imam Jamahsari berkata bhw alwasilah mencakup segala hal yg bisa mendekatkan pada Allah,baik berupa amal atau pelaku (dzat)nya (tafsir kasyaf Imam Jamahsari wafat; 538 H) Dan juga Ayat: Dan sungguh,sekiranya mereka setelah mandzalimi dirinya,datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang (QS AN NISA 64) ayat ini umum, baik ketika Rasul hidup atau telah wafat. Dan nas-nas dalam Alhadis.
Maka mengkiyaskan nas utk melawan nas adalah batil menurut ijma. toh yg jadi perbedaan pendapat di kalangan salaf bukan dalam hukum tawasulnya toh dah jelas nasnya, tetapi dalam masalah obyek wasilahnya,apakah yang masih hidup atau juga yang wafat,apakah pada amal atau pada dzat (orang /benda) dan masing dgn sandaran ayat dan hadis hadis pendukung,itu semua masuk kategori khilafiyah fiqh, karena syariat dalam masalah tawasul itu tidak boleh melampaui batas dengan meng'ibadahi obyek wasilahnya, terlepas dari apakah obyek wasilah tsbt hidup atau mati,karena ahli agama sepakat bahwa ruh tetap hidup, berbeda dgn keyakinan ateis yg meyakini ruh sirna dgn kewafatan.
Ucapan musyrikin:Kami menyembah berhala utk mendekatkan diri kepada Allah. Orang Mukmin tawasul (membuat perantara) Kepada Allah dgn Nabi SAW dan orang2 shaleh Prilaku mukmin di qiyaskan dengan prilaku musrikin karena ada kesamaan dalam cara "mendekatkan" = syirik..!!
Qiyas semacam Ini adalah qiyas batil, karena:
Dalam kaidah usul fiqh:
>>> ISTIWA'UL FI'LAENI FI SABABIL HAMIL ALAL FI'LI LA YUJIBU ISTIWA'AHUMA FIL HUKMI <<<
Kesamaan dua prilaku dalam suatu sebab yang menarik atas prilaku itu,itu tidak otomatis sama dalam segi hukumnya", Sebab jika kesamaan dua prilaku menjadi otomatis sama dalam segi hukumnya, sebagaimana kaidah yg dipakai oleh ibnu taemiyah,maka akan membatalkan sebagian besar syariat..!
Contoh: si A makan, si B makan '',Prilakunya sama yaitu "makan", Dan sebab yang membawa mereka berdua melakukan makan juga sama yaitu supaya kenyang, dalam contoh ini prilaku dan juga sebab yang menarik A dan B melakukan sesuatu adalah sama, Dan perut bisa kenyang dgn di isi makanan apa pun, entah makanan yg haram ataupun yang halal,namun ketetapan syariat menentukan bahwa makanan yang boleh di makan adalah makanan yang halal,Nah si A makan yg halal,dan si B makan yg haram,
Apakah karena prilakunya sama yaitu makan dan sebab yang menarik utk makan juga sama yaitu supaya kenyang,lalu apakah hukum ke dua prilaku itu sama ??
Contoh lg,si A dan si B melakukan bersetubuh, dan sebab yang menarik mereka berdua melakukan hal itu juga sama yaitu utk mendapat kenikmatan, Titapi si A bersetubuh dgn istrinya, SI B bukan dgn istrinya,lalu apakah hukum keduanya sama ???? jelas beda......!!!
Nah begitu juga prilaku orang mukmin dan musyrikin sama yaitu "tawasul" dan yang menarik utk melakukan hal itu juga sama yaitu liyuqorribanna:utk mendekatkan diri",namun keyakinan keduanya berbeda, kalangan musyrikin menyembah berhalanya dgn meyakini bhw allah telah menjadikan sesembahan MEREKA sebagai sarat mutlak utk bisa menjadi dekat dgn Allah,dan menganggap bhw sesungguhnya tdk sempurna mendekat kepada allah kecuali dgn sarat melalui perantaraannya,dan dgn cara di dekatkan oleh perantara tsbt kepada allah,yakni menjadikan ma'bud bilbatil /yg disembah scra batil (berhala) sebagai perantara kepada ma'bud bilhaq / yg di sembah scra haq (Allah),maka sarat inilah yakni adanya dua ma'bud:yg disembah dan adanya keyakinan kuasa independen pada berhala, yg menjadikan SEBAB syiriknya mereka,sedangkan mukmin tdk memiliki keyakinan seperti itu karena mendekat pada Allah bisa dgn cara selain itu,shgg tdk meyakini adanya kuasa independen pada Nabi dan tdk menyembahnya. dan bukti musyrikin meyakini berhala punya kekuatan independen adalah keyakinan mereka bahwa berhala bisa menarik kebaikan dan menolak kejelekan dgn sendirinya,misal menolong utk mengalahkan musuh2 mereka,dgn sebab ini mereka menyembahnya dan menjadikannya tuhan, Allah membuktikan keyakinan mrka dgn firmannya:
ﻭﺍﺗﺨﺬﻭﺍ ﻣﻦ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺁﻟﻬﺔ ﻟﻌﻠﻬﻢ ﻳﻨﺼﺮﻭﻥ ﻻ ﻳﺴﺘﻄﻴﻌﻮﻥ ﻧﺼﺮﻫﻢ ﻭﻫﻢ ﻟﻬﻢ ﺟﻨﺪ ﻣﺤﻀﺮﻭﻥ) :
mereka mengambil sesembahan selain allah agar mereka mendapat pertolongan (QS YASIN 74) ,
Dan firman allah:
ﻭﺍﺗﺨﺬﻭﺍ ﻣﻦ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺁﻟﻬﺔ ﻟﻴﻜﻮﻥ ﻟﻬﻢ ﻋﺰﺍ ﻛﻼ ﺳﻴﻜﻔﺮﻭﻥ ﺑﻌﺒﺎﺩﺗﻬﻢ ﻭﻳﻜﻮﻧﻮﻥ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺿﺪﺍ )
dan mereka menjadikan sesembahan sesembahan selain allah agar sesembahan2 itu menjadi pelindung bg mereka,sekali2 tidak,kelak sesembahan itu akan mengingkari penyembahan pengikutnya kpdanya dan mereka (sesembahan itu) akan jadi musuh bg mereka (QS MARYAM 81-82)
Ayat ayat ini menunjukan bhw kaum musrikin menjadikan tuhan selain Allah dan menyembahnya,supaya dgn menyembah tuhan2 tsbt,mereka mendapat balasan dgn kekuatan berhala2 utk mendapat pertolongan dan kemenangan. dlm qiyas mesti jam'u fi ilati sar'iyah :mesti ada kesamaan antara dua prilaku dalam ilat/sebab secara syara, yg di maksud illat disini adalah illat hukum: alasan hukum, seperti alasan haram ,wajib,makruh,sunah,mubahnya, bukan illat nafsul fi'li: sebab prilaku tsbt yaitu prilaku mendekatkan. Ilat hukum haram atau syiriknya prilaku dalam ayat di poin 1 yaitu memindahkan ibadah dari sang kholik yg haqqi [ma"bud bilhaq] kepada berhala [ma"bud bilbatil} ,dgn penghambaan dan menyandarkan keyakinan adanya manfaat dan madorot yg independen kepada berhala, jadi ilat hukum syirik itu bukan pada nafsul fi'li: datiyah prilaku (membuat sesuatu untuk mendekatkan) tapi terletak pada ilat hukumnya sbgmn telah disebutkan yaitu haramnya karena itiqad pada obyek wasilah. dalam qiyas disaratkan bhwa sesuatu yg dikiyaskan (dlm hal ini 'tawasul) bukan hukum yg sudah ada nasnya dalam alquran dan assunah ..
Sedangkan yg dikiyaskan pada prilaku musrik pada (QS Azzumar:3) adalah tawasul, yg mana telah ada nas yang memebolehkannya dlm banyak ayat dalam Al quran dan hadist seperti: Ayat: Dan carilah oleh kalian wasilah (QS MAIDAH 35), Imam Jamahsari berkata bhw alwasilah mencakup segala hal yg bisa mendekatkan pada Allah,baik berupa amal atau pelaku (dzat)nya (tafsir kasyaf Imam Jamahsari wafat; 538 H) Dan juga Ayat: Dan sungguh,sekiranya mereka setelah mandzalimi dirinya,datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang (QS AN NISA 64) ayat ini umum, baik ketika Rasul hidup atau telah wafat. Dan nas-nas dalam Alhadis.
Maka mengkiyaskan nas utk melawan nas adalah batil menurut ijma. toh yg jadi perbedaan pendapat di kalangan salaf bukan dalam hukum tawasulnya toh dah jelas nasnya, tetapi dalam masalah obyek wasilahnya,apakah yang masih hidup atau juga yang wafat,apakah pada amal atau pada dzat (orang /benda) dan masing dgn sandaran ayat dan hadis hadis pendukung,itu semua masuk kategori khilafiyah fiqh, karena syariat dalam masalah tawasul itu tidak boleh melampaui batas dengan meng'ibadahi obyek wasilahnya, terlepas dari apakah obyek wasilah tsbt hidup atau mati,karena ahli agama sepakat bahwa ruh tetap hidup, berbeda dgn keyakinan ateis yg meyakini ruh sirna dgn kewafatan.
Saya Masih awam dan Faqir, banyak Perlu banyak belajar dari teman2 Para Alumni Pondok seluruh Indonesi. . Semoga Allah memberi Kefahaman kepada saya yg Dho'if ini. dari Allah Taufiq dan HidayahNya Wa'alaikum salam Saudara Fillahku
Menjawab wahabi: Perbedaan Antara Sifat melihat dan organ mata
Ketika kita menafikan dimensi fisik dari sifat allah karena itu ada kesamaan dengan mahluk seperti yad allah,wahabi selalu berhujjah dengan perkataan; apakah anda meyakini allah maha mendengar??? ,itu kan sifat mahluk juga,kenapa anda menetapkan sifat mendengar tetapi menafikan SIFAT TURUN, yad,wajh,aen dari allah??
Kita jawab; jelas berbeda antara sifat-sifat Allah s.w.t. dengan zat Allah s.w.t..Terlebih dahulu, hendaklah difahami akan dua istilah utama dalam perbahasan ini yaitu: Zat: yaitu, sesuatu yang terkumpul padanya sifat atau memiliki sifat-sifat. Sifat: Sesuatu yang menetap pada zat, yang tidak akan ada tanpa zat tersebut.
Contohnya, zat Zaid ialah tubuh Zaid tersebut, adapun sifatnya ialah, misal pemurah,pintar hitam, putih dan sebagainya. Adapun bagi zat makhluk, ada bagian-bagian anggota yang berbeda-beda dan berjuz-juz, yang dikenal sebagai anggota tubuh badan (dalam Bahasa Arab a’yaan). di Antara bagian-bagian tubuh adalah seperti tangan, kaki, kepala, telinga dan mata, yang merupakan bagian-bagian yang saling berbeda antara satu dengan yang lain.
Adapun jika ia dikumpulkan, maka membentuk satu jisim atau tubuh. Tangan, kaki, kepala muka dan sebagainya merupakan bagian-bagian (juz-juz) daripada zat seseorang itu sendiri, dan bukanlah sifat-sifat seperti pemurah pintar , putih, hitam dan sebagainya. Sedangkan dzat Allah bukan tersusun dari juz/organ juga bukan jisim,mungkin kita berfikir:jika begitu kaya apa dzat allah???
maka jawabannya hanya Allah yang tau "LA YA'LAMULLAH ILLALLAH..makanya Allah melarang kita memikirkan dzat Allah "tafakkaru fi kholqillah wala tafakkaru fi dzatillah. Mendengar adalah sifat YANG abstrak,maka tidak ada bentuk dan ukurannya,sedangkan tangan,wajh dan semayam,turun adalah sifat benda konkrit,atau malah emang benda/jisim konkrit.........
Harap diperhatikan bahwa mendengar dan melihat bukan organ. cuma ketika menyebutkan hal-hal pada ciptaan, melihat adalah sifat mata, dan mendengar adalah sifat dari telinga. Ketika menyebut Allah Mendengar dan Melihat, kita tahu tanpa keraguan bahwa Allah tidak membutuhkan mata untuk melihatNya dan telinga untuk mendengarNya" Allah itu mendengar dan melihat bukan dengan fisik, tidak tergantung pada sinar atau getaran, dan bkn melalui instrumen, dan tidk berurutan atau perubahan. Kita mengatakan, " "Allah melihat segala sesuatu tanpa awal, instrumen atau urutan," maka melihatnya tidak membutuhkan spesifikasi dari apa yang dilihat, maupun bagaimana (modalitas) melihatNya (seperti dgn mata,) dan apa pun yg tidak memerlukan spesifikasi, dan tidak memiliki awal dan akhir, maka tidak mengandung makna yang sama dgn ciptaan / mahluk. hal ini berbeda dgn anggota tubuh seperti tangan,karena tangan memiliki spesifikasi fisik, dan hal yg memiliki spesifikasi pasti membutuhkan seseorang untuk menentukan bagaimana bentuknya [pencipta].. Itulah sebabnya mengapa mengatakan "anggota tubuh tidak sebagaimana anggota tubuh mahluq tidak boleh??, karena organ memiliki bentuk spesifikasi dan kesamaan dgn mahluq. Wahabi berkata":
Dapatkah anda melihat tanpa mata? Tidak ada mata =tdk melihat. Yang dimaksud dgn "melihat" adalah " dengan mata".BEGITU JUGA MENDENGAR,tidak ada telinga=tidak mendengar Komentar: Itu benar bagi manusia pada beberapa tingkat kebenaran, Melihat dengan mata hanyalah salah satu cara melihat, dan karena Allah melihat tanpa modus, maka tidak dengan mata, Allah melihat tidak seperti kita melihat. Ia bebas dari sifat mahluk/ciptaan. organ indera memerlukan pencipta untuk menentukan bagaimana bentuk/ukurannya, dan pendengaran Allah tdklah diciptakan.
Perhatikan bahwa kata "tangan" tidak bs tidak itu berarti anggota badan, dan memang anggota badan, ada pun Mendengar, bagaimanapun bukan anggota badan, telingalah anggota badan, dan telinga adlah anggota tubuh yang menyiratkan mendengar pada ciptaan (mahluk), karena itu ketentuan Allah telah menghendaki mendengar dgn telinga untuk ciptaan-Nya, bukan berarti bahwa mendengar harus dgn telinga seperti dalam bayangan kita, tapi bisa saja dengan cara lain dan bentuk yg lain..
Wahabi bertanya" jika Melihat tanpa mata, itu tidak sesuai dengan makna Melihat lagi Komentar: mata hanya sebuah alat, bukan melihat itu sendiri. berneda dengan kata turun,bagaimanapun, adalah gerakan dalam diri dgn arah top-down.
Wahabi: "Bisakah Anda menjelaskan arti dari 'Melihat'??Dan bagaimana arti yg sesuai dgn'Melihat'??
Komentar: Melihat adalah kebalikan dari kebutaan. jadi melihat adalah sifat sempurna dan untuk menafikan sifat kekurangan yakni buta. berbeda dengan kata turun atau semayam dst itu hanya membawa arti fisik, contoh Kami tidak mengatakan Allah bergerak dengan bergerak yang layak bagiNya dan gerakanNya berbeda dengan gerakan kita, ini jelas kufur karena yg namanya gerakan tidak peduli seberapa Anda mencoba untuk menggambarkan atau menyamarkan arti, itu tetap makna fisik, Gerakan dan diam tidak dapat dikait kan dengan Allah karena itu jelas utk tubuh yang diciptakan dan menempat.
Jadi kita jgn gunakan kata yang hanya membawa arti fisik dan kemudian menerapkan kata itu utk Allah, tetapi terkadang untuk menyembunyikan kontradiksi,mereka mengatakan: 'Dengan yang layak bagiNya', atau 'yg berbeda dgn mahliknya '. ini kontradiksi
Wahabi berkata: bagaimana kita melihat Allah jika Allah subhanahu wataala tidak mempunyai bentuk..? komentar: melihat allah itu dengan di buka hijab maka bila kaifin:tanpa bagaimana dan bila inhisor:TANPA terbatas tempat.... shhg stlh di tutup hijab dan kita tdk bisa melihatnya, maka kita tdk bisa membayangkannya.
Anda menyatakan bagaiman melihat allah tanpa bentuk,maka pertanyaan ente ini timbul dari apa yang telah anda rasakan dengan indra anda dari hal di sekeliling anda bahwa melihat itu pasti pada bentuk/jisim dan menempat,dan itu adalah melihat ciptaan..sehingga ente tdk bisa mencerna melihat tanpa bentuk. makanya hanya allah yg tau bagaimana melihat itu sendiri dan kita tdk bisa membayangkan.. dzat allah tidak seperti dzat mahluk,dzat allah bukan jisim maka bukan bentuk dan berukutan,hanya allah yang tau hakikat dzat allah.
COBA LIHAT SEMUA BENTUK YANG ANDA LIHAT,ITU DI CIPTAKAN ATAU TIDAK???? ADA YG MENENTUKAN BENTUKNYA TIDAK ?
Wahabi berkata: jawaban anda akan pakai takwil.. takwil shohih silahkan, tp dlm masalah khusus spt ini, takwil hanya ada stlh zhuhuru ahlil bida'... mengambil bahasanya Imam Ad DImyathi di atas bhawa ayat2 soal Ru'yatullah di atas => MAHMULATUN ALA ZHOWAHIRIHA MIN GHOIRI TAKWIL, KULLU DZALIKA KANA QOBLA ZHUHURI AHLIL BIDA'.... Krn ahlil bida', maka takwil ru'yatullah lancara terus....
Komentar: ahli bidah dalam masalah ru'yah:melihat adalah Mu`tazilah dan musyabihah,muktazilah mengabaikan konsensus ilmiah bahwasanya Allah akan di lihat oleh kaum Muslim di akhirat dengan tanpa menempat di suatu tempat, jauh atau pun dekat,tidak memiliki bentuk, atau berada di arah,yaitu berbeda dgn penglihatan yang digunakan di dalam kehidupan ini, karena Allah tidak menyerupai makhluk-Nya.dan melihat Allah di surga jelas ada dalam sebuah hadis, dan Mereka [muktazilah] menolak konsep sifat melihat sesuatu dgn tanpa adanya sesuatu itu berada di suatu tempat dekat atau pun jauh, maka mereka menafikan bahwa Allah dapat di lihat di surga dgn alasan Allah bukan dzat yang menempat, dan mengatakan bahwa maksud melihat di sini maknanya adalan "mengharapkan," atau "mengetahui" dan semisalnya,
Maka Ini adalah ta'wil yang mencapai tingkat ta'teel, karena mereka menafikan melihat dan memberikan makna lain pada kalimat melihat, tanpa adanya adanya suatu qorinah yang menafikannya.,
Para ulama Sunni membantah mereka dgn pernyataan:, "Mengapa tidak meyakini bahwa Allah dapat terlihat dgn tanpa berada di suatu tempat, dgn tanpa bentuk atau memiliki batas, sebagaimana kalian mengatakan bahwa Allah mengetahui dan berkehendak dgn tanpa berada di suatu tempat, bentuk atau memiliki batas?" Musyabbihah sejalan dengan Muktazilah`bahwa tidak ada hal melihat tanpa sesuatu itu berada di suatu tempat, sementara Mu`tazilah menta'wil dgn alasan di atas untuk melarikan diri dari tasybih, atau utk menafikan batas bagi Allah, sedangkan mushabbihah menetapkam adanya melihat,dan karena akal tajsim mereka tdk mampu memahami melihat tanpa menempat,maka mereka berkata bahwa Allah dapat di lihat di surga dalam arah, tempat dan dgn adanya jarak, sehingga mereka menghubungkan kepada-Nya batas. maka Apa yang diyakini oleh Mu `tazilah adalah konyol dan masuk kategori ta"til, sedangkan Apa yang diyakini oleh mushabbihah adalah kufur polos,pantesan mereka sama 2 sesat,ee ternyata adik kakak..hehehe
Wahabi berkata: dari mana anda berkata bahwa bentuk jisim itu ada yang mencipta??? Komentar: apa pun ukuran dan bentuk itu memiliki batas itu adalah ciptaan, karena batas harus ditentukan dalam ha ukuran dan bentuk dll Artinya itu memerlukan Pencipta untuk tetap eksis, Jika seseorang menyangkal hal ini, maka orang itu tidak akan bisa membuktikan bahwa batas fisik lain memerlukan Pencipta, seperti tubuh manusia, atau benda-benda langit dll,ini Artinya bahwa bentuk unta, atau langit tidak akan lagi bisa menjadi bukti bagi keberadaan Allah dan PowerNya, dan ini bertentangan dengan pernyataan dalam Al-Quran, seperti:
إن في خلق السماوات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولي الألباب
Artinya: "Sesungguhnya dalam penciptaan Langit dan Bumi, dan perbedaan malam dan siang ada tanda-tanda bagi mereka yang memiliki pikiran perseptif." (Aal Imran, 190)
أفلا ينظرون إلى الإبل كيف خلقت
Artinya: "apakah mereka tidak memperhatikan bgmn unta diciptakan?" (Al-Ghasiyah, 17)
Apa bisa merenungkan ayat ini tanpa memikirkan batas-batas fisik dari bumi, langit dan unta? Tentu saja tidak, tanpa batas, maka tidak akan ada unta dan tidak ada langit dan bumi, karena ini adalah realitas keberadaannya. Ini adalah batas-batas tubuh yang membuat kita yakin bahwa mereka diciptakan dan memungkinkan kita untuk merenungkan atas adanya semua itu sebagai tanda-tanda adanya Allah. Jika seseorang mengklaim bahwa Allah memiliki batas fisik, maka mereka mengatakan bahwa batas fisik lain pun tidak perlu pencipta, dan telah nyata batalnya hal itu dgn bukti-bukti dari Quran. tERAKHIR.........Maka anda sudah melihat bagaimana jelasnya mujasimah dalam perkataan mereka,tapi mereka menolak di sebut mujassimah.;D
Kita jawab; jelas berbeda antara sifat-sifat Allah s.w.t. dengan zat Allah s.w.t..Terlebih dahulu, hendaklah difahami akan dua istilah utama dalam perbahasan ini yaitu: Zat: yaitu, sesuatu yang terkumpul padanya sifat atau memiliki sifat-sifat. Sifat: Sesuatu yang menetap pada zat, yang tidak akan ada tanpa zat tersebut.
Contohnya, zat Zaid ialah tubuh Zaid tersebut, adapun sifatnya ialah, misal pemurah,pintar hitam, putih dan sebagainya. Adapun bagi zat makhluk, ada bagian-bagian anggota yang berbeda-beda dan berjuz-juz, yang dikenal sebagai anggota tubuh badan (dalam Bahasa Arab a’yaan). di Antara bagian-bagian tubuh adalah seperti tangan, kaki, kepala, telinga dan mata, yang merupakan bagian-bagian yang saling berbeda antara satu dengan yang lain.
Adapun jika ia dikumpulkan, maka membentuk satu jisim atau tubuh. Tangan, kaki, kepala muka dan sebagainya merupakan bagian-bagian (juz-juz) daripada zat seseorang itu sendiri, dan bukanlah sifat-sifat seperti pemurah pintar , putih, hitam dan sebagainya. Sedangkan dzat Allah bukan tersusun dari juz/organ juga bukan jisim,mungkin kita berfikir:jika begitu kaya apa dzat allah???
maka jawabannya hanya Allah yang tau "LA YA'LAMULLAH ILLALLAH..makanya Allah melarang kita memikirkan dzat Allah "tafakkaru fi kholqillah wala tafakkaru fi dzatillah. Mendengar adalah sifat YANG abstrak,maka tidak ada bentuk dan ukurannya,sedangkan tangan,wajh dan semayam,turun adalah sifat benda konkrit,atau malah emang benda/jisim konkrit.........
Harap diperhatikan bahwa mendengar dan melihat bukan organ. cuma ketika menyebutkan hal-hal pada ciptaan, melihat adalah sifat mata, dan mendengar adalah sifat dari telinga. Ketika menyebut Allah Mendengar dan Melihat, kita tahu tanpa keraguan bahwa Allah tidak membutuhkan mata untuk melihatNya dan telinga untuk mendengarNya" Allah itu mendengar dan melihat bukan dengan fisik, tidak tergantung pada sinar atau getaran, dan bkn melalui instrumen, dan tidk berurutan atau perubahan. Kita mengatakan, " "Allah melihat segala sesuatu tanpa awal, instrumen atau urutan," maka melihatnya tidak membutuhkan spesifikasi dari apa yang dilihat, maupun bagaimana (modalitas) melihatNya (seperti dgn mata,) dan apa pun yg tidak memerlukan spesifikasi, dan tidak memiliki awal dan akhir, maka tidak mengandung makna yang sama dgn ciptaan / mahluk. hal ini berbeda dgn anggota tubuh seperti tangan,karena tangan memiliki spesifikasi fisik, dan hal yg memiliki spesifikasi pasti membutuhkan seseorang untuk menentukan bagaimana bentuknya [pencipta].. Itulah sebabnya mengapa mengatakan "anggota tubuh tidak sebagaimana anggota tubuh mahluq tidak boleh??, karena organ memiliki bentuk spesifikasi dan kesamaan dgn mahluq. Wahabi berkata":
Dapatkah anda melihat tanpa mata? Tidak ada mata =tdk melihat. Yang dimaksud dgn "melihat" adalah " dengan mata".BEGITU JUGA MENDENGAR,tidak ada telinga=tidak mendengar Komentar: Itu benar bagi manusia pada beberapa tingkat kebenaran, Melihat dengan mata hanyalah salah satu cara melihat, dan karena Allah melihat tanpa modus, maka tidak dengan mata, Allah melihat tidak seperti kita melihat. Ia bebas dari sifat mahluk/ciptaan. organ indera memerlukan pencipta untuk menentukan bagaimana bentuk/ukurannya, dan pendengaran Allah tdklah diciptakan.
Perhatikan bahwa kata "tangan" tidak bs tidak itu berarti anggota badan, dan memang anggota badan, ada pun Mendengar, bagaimanapun bukan anggota badan, telingalah anggota badan, dan telinga adlah anggota tubuh yang menyiratkan mendengar pada ciptaan (mahluk), karena itu ketentuan Allah telah menghendaki mendengar dgn telinga untuk ciptaan-Nya, bukan berarti bahwa mendengar harus dgn telinga seperti dalam bayangan kita, tapi bisa saja dengan cara lain dan bentuk yg lain..
Wahabi bertanya" jika Melihat tanpa mata, itu tidak sesuai dengan makna Melihat lagi Komentar: mata hanya sebuah alat, bukan melihat itu sendiri. berneda dengan kata turun,bagaimanapun, adalah gerakan dalam diri dgn arah top-down.
Wahabi: "Bisakah Anda menjelaskan arti dari 'Melihat'??Dan bagaimana arti yg sesuai dgn'Melihat'??
Komentar: Melihat adalah kebalikan dari kebutaan. jadi melihat adalah sifat sempurna dan untuk menafikan sifat kekurangan yakni buta. berbeda dengan kata turun atau semayam dst itu hanya membawa arti fisik, contoh Kami tidak mengatakan Allah bergerak dengan bergerak yang layak bagiNya dan gerakanNya berbeda dengan gerakan kita, ini jelas kufur karena yg namanya gerakan tidak peduli seberapa Anda mencoba untuk menggambarkan atau menyamarkan arti, itu tetap makna fisik, Gerakan dan diam tidak dapat dikait kan dengan Allah karena itu jelas utk tubuh yang diciptakan dan menempat.
Jadi kita jgn gunakan kata yang hanya membawa arti fisik dan kemudian menerapkan kata itu utk Allah, tetapi terkadang untuk menyembunyikan kontradiksi,mereka mengatakan: 'Dengan yang layak bagiNya', atau 'yg berbeda dgn mahliknya '. ini kontradiksi
Wahabi berkata: bagaimana kita melihat Allah jika Allah subhanahu wataala tidak mempunyai bentuk..? komentar: melihat allah itu dengan di buka hijab maka bila kaifin:tanpa bagaimana dan bila inhisor:TANPA terbatas tempat.... shhg stlh di tutup hijab dan kita tdk bisa melihatnya, maka kita tdk bisa membayangkannya.
Anda menyatakan bagaiman melihat allah tanpa bentuk,maka pertanyaan ente ini timbul dari apa yang telah anda rasakan dengan indra anda dari hal di sekeliling anda bahwa melihat itu pasti pada bentuk/jisim dan menempat,dan itu adalah melihat ciptaan..sehingga ente tdk bisa mencerna melihat tanpa bentuk. makanya hanya allah yg tau bagaimana melihat itu sendiri dan kita tdk bisa membayangkan.. dzat allah tidak seperti dzat mahluk,dzat allah bukan jisim maka bukan bentuk dan berukutan,hanya allah yang tau hakikat dzat allah.
COBA LIHAT SEMUA BENTUK YANG ANDA LIHAT,ITU DI CIPTAKAN ATAU TIDAK???? ADA YG MENENTUKAN BENTUKNYA TIDAK ?
Wahabi berkata: jawaban anda akan pakai takwil.. takwil shohih silahkan, tp dlm masalah khusus spt ini, takwil hanya ada stlh zhuhuru ahlil bida'... mengambil bahasanya Imam Ad DImyathi di atas bhawa ayat2 soal Ru'yatullah di atas => MAHMULATUN ALA ZHOWAHIRIHA MIN GHOIRI TAKWIL, KULLU DZALIKA KANA QOBLA ZHUHURI AHLIL BIDA'.... Krn ahlil bida', maka takwil ru'yatullah lancara terus....
Komentar: ahli bidah dalam masalah ru'yah:melihat adalah Mu`tazilah dan musyabihah,muktazilah mengabaikan konsensus ilmiah bahwasanya Allah akan di lihat oleh kaum Muslim di akhirat dengan tanpa menempat di suatu tempat, jauh atau pun dekat,tidak memiliki bentuk, atau berada di arah,yaitu berbeda dgn penglihatan yang digunakan di dalam kehidupan ini, karena Allah tidak menyerupai makhluk-Nya.dan melihat Allah di surga jelas ada dalam sebuah hadis, dan Mereka [muktazilah] menolak konsep sifat melihat sesuatu dgn tanpa adanya sesuatu itu berada di suatu tempat dekat atau pun jauh, maka mereka menafikan bahwa Allah dapat di lihat di surga dgn alasan Allah bukan dzat yang menempat, dan mengatakan bahwa maksud melihat di sini maknanya adalan "mengharapkan," atau "mengetahui" dan semisalnya,
Maka Ini adalah ta'wil yang mencapai tingkat ta'teel, karena mereka menafikan melihat dan memberikan makna lain pada kalimat melihat, tanpa adanya adanya suatu qorinah yang menafikannya.,
Para ulama Sunni membantah mereka dgn pernyataan:, "Mengapa tidak meyakini bahwa Allah dapat terlihat dgn tanpa berada di suatu tempat, dgn tanpa bentuk atau memiliki batas, sebagaimana kalian mengatakan bahwa Allah mengetahui dan berkehendak dgn tanpa berada di suatu tempat, bentuk atau memiliki batas?" Musyabbihah sejalan dengan Muktazilah`bahwa tidak ada hal melihat tanpa sesuatu itu berada di suatu tempat, sementara Mu`tazilah menta'wil dgn alasan di atas untuk melarikan diri dari tasybih, atau utk menafikan batas bagi Allah, sedangkan mushabbihah menetapkam adanya melihat,dan karena akal tajsim mereka tdk mampu memahami melihat tanpa menempat,maka mereka berkata bahwa Allah dapat di lihat di surga dalam arah, tempat dan dgn adanya jarak, sehingga mereka menghubungkan kepada-Nya batas. maka Apa yang diyakini oleh Mu `tazilah adalah konyol dan masuk kategori ta"til, sedangkan Apa yang diyakini oleh mushabbihah adalah kufur polos,pantesan mereka sama 2 sesat,ee ternyata adik kakak..hehehe
Wahabi berkata: dari mana anda berkata bahwa bentuk jisim itu ada yang mencipta??? Komentar: apa pun ukuran dan bentuk itu memiliki batas itu adalah ciptaan, karena batas harus ditentukan dalam ha ukuran dan bentuk dll Artinya itu memerlukan Pencipta untuk tetap eksis, Jika seseorang menyangkal hal ini, maka orang itu tidak akan bisa membuktikan bahwa batas fisik lain memerlukan Pencipta, seperti tubuh manusia, atau benda-benda langit dll,ini Artinya bahwa bentuk unta, atau langit tidak akan lagi bisa menjadi bukti bagi keberadaan Allah dan PowerNya, dan ini bertentangan dengan pernyataan dalam Al-Quran, seperti:
إن في خلق السماوات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولي الألباب
Artinya: "Sesungguhnya dalam penciptaan Langit dan Bumi, dan perbedaan malam dan siang ada tanda-tanda bagi mereka yang memiliki pikiran perseptif." (Aal Imran, 190)
أفلا ينظرون إلى الإبل كيف خلقت
Artinya: "apakah mereka tidak memperhatikan bgmn unta diciptakan?" (Al-Ghasiyah, 17)
Apa bisa merenungkan ayat ini tanpa memikirkan batas-batas fisik dari bumi, langit dan unta? Tentu saja tidak, tanpa batas, maka tidak akan ada unta dan tidak ada langit dan bumi, karena ini adalah realitas keberadaannya. Ini adalah batas-batas tubuh yang membuat kita yakin bahwa mereka diciptakan dan memungkinkan kita untuk merenungkan atas adanya semua itu sebagai tanda-tanda adanya Allah. Jika seseorang mengklaim bahwa Allah memiliki batas fisik, maka mereka mengatakan bahwa batas fisik lain pun tidak perlu pencipta, dan telah nyata batalnya hal itu dgn bukti-bukti dari Quran. tERAKHIR.........Maka anda sudah melihat bagaimana jelasnya mujasimah dalam perkataan mereka,tapi mereka menolak di sebut mujassimah.;D
Saya Masih awam dan Faqir, banyak Perlu banyak belajar dari teman2 Para Alumni Pondok seluruh Indonesi. . Semoga Allah memberi Kefahaman kepada saya yg Dho'if ini. dari Allah Taufiq dan HidayahNya Wa'alaikum salam Saudara Fillahku
Wahhabi Berdusta atas nama Imam Syafi'i
Wahabi mengklaim bahwa Imam Syafi'i RA berkata: '' perkataan tentang AS-sunah yg aku pegang dan aku mElIhAt sAhAbAt-SAHABATku berpegang pAdanya, jUgA pegangan ahli hadis yANg aku mengambil daripadanya sEpErti Imam sufyan,Imam malik dan sElainnya yaitu iqrar bAhwA tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhamad saw utusan Allah,dan sesungguhnya Allah taala diatas arasny, di atas langitnya,DIA mendekat pAdA hambanya sEkehendaknya dan sesungguhnya Allah tUrun ke langIt pertama sEkEhEndAknya -Imam Syafi'i red.
BANTAHAN : kEnApa mErEka mengambil hal aqidah dENgAn ucApAn ROWI pemalsu dan pendusta ??? dan mereka mengkritik kEpAda g0l0ngan lain kArEna mengambil hadis doif dAlAm hal yANg DIPERBOLEHKAN yaitu mAsAAlh fadLo'il amal ???
SEkArANg KIta buktikAn bAhwA apa yANg diklaim wahabi terhadap imam syafi'i adAlAh kEdustaan murni,dan fitnah tErhAdAp imam syafi'i RA, kArEnA riwayat perkAtaan beliau di atas di ambil dari para pemalsu DAN pembohng riwayat, perkataan Imam syafi'i tErsEbUt dApAt dilIhAt dAlAm kItAb: MUKHTASOR AL ULUW HAL 176,IJTIMA JUYUS ISLAMIYAH KARYA IBNULQOYIM, DENGAN riwayat DARI syaikh islam abu hasan alhakari dan abu muhamad Almaqdisi dENgAn sanadnya kEpAdA abi tsaur dan abi syuaeb yANg keduanya MENERIMA dari imam muhamad bin idris as syafi'i yANg mana beliAu berkata; (sprt ditulis diatas). kita CEK sanadnya...........!!!!
1. abul hasan alhakari; bErkAta alhafid ad dZahabi: sAlAh seorANg pemalsu dan pendusta(mizan i'tidal juz 3/112) bErkAta ibnu hajar al asqolani: suka memalsu riwayat dan susunan sanad (lisanul mizan 4/159) bErkAta syAeKh ibrohim bin muhamad bin sibti bin al ajami abul aufa al halabi :ia pemalsu hadis(al kasyful hadis 1/184) 2. abu syuaib: CATATAN: wahabi mengira bAhwA abU syuaib menErIma RIWAYAT tErsEbUt LANGSUNG dari Imam syafi'i',Padahal BELIAU LAHIR SETELAH IMAM SYAFI'I WAFAT 2 TAHUN SEBELUMNYA (tarikh albagdadi 9/436) Adapun tEntANg RIWAYAT YANG MIRIP DENGAN REDAKSI DI ATAS yANg DIRIWAYATKAN OLEH ABI THALIB AL ASYARI DAN disandarkan pAdA imam syafi'i RA,yANg ada dAlAm kItAb: thobaqot abi ya'la juz 1 hal 283 ijtima juyus islamiyah hal 165 RIWAYAT itu tIdAk s0hEH disanadkan pd imam syafi'i kArEna dAlAm sanadnya ada; Abul izzi ahmad bin ubaedilah bin kadasy, DAN TERNYATA Dia seorang pembohong DAN pEmalsu : bErkAta imam dZahabi bAhwA ibnu kadas yAItU abul izzi bin kadasy ahmad bin ubaidillah wft 526 H tErmAsuk sAhAbAt al asyari,DIA adalah pEmalsu (mizan i'tidal 1/118) ,BELIAU JUGA mengatakAn: DIA tElah BERdusta tEntANg aqidah yg di sandarkAn KEpAdA Imam syafi'i (mizan i'tidal 3 /656) brkta ibnu hajar;doif dAlAm riwayat dan tIdAk bIsA dipake hujah (lisanul mizan juz 1/208)
ADAPUN abu thalib al asyari; bErkAta IMAM IBNU HAJAR DENGAN MENUQIL DARI AD DZAHABI BAHWA ABU THALIB AL ASYARI SEORANG SYAEH YG JUJUR TAPI TERKONTAMINASI DENGAN SESUATU HAL SEHINGGA MERIWAYATKAN HADIS PALSU TENTANG KEUTAMAAN MALAM ASYURA,DAN JUGA RIWAYAT TENTANG AQIDAH IMAM SYAFI'I(LISANUL MIZAN 5/301) NAH HATI2 LAH KALIAN TERHADAP KAUM MUJASIMAH KARENA WATAK MEREKA ADALAH MENGAMBIL PENADAPAT YANG SESUAI HAWA NAFSUNYA WALAU PUN MESTI BERDUSTA DAN BERBUAT BATIL, DAN BERDALIL DGN UCAPAN PARA PEMALSU DAN PENDUSTA APALAGI DALAM HAL AQIDAH. ADAPUN UCAPAN IMAM SYAFI'I YANG SOHEH ADALAH MENSUCIKAN ALLAH TA'ALA DARI JISMIYAH DAN SIFAT JISIM. LIHAT KETIKA BELIAU DITANYA TENTANG ISTIWA: AKU BERIMAN DENGAN AYAT ISTIWA TANPA MENYERUPAKAN, DAN AKU MEMBENARKAN TANPA MENGGAMBARKAN, DAN AKU MENAHAN DIRI DARI MEMBAHASNYA SECARA MUTLAK (RIWAYAT IMAM AHMAD ROFI'I DALAM ALBURHAN MUAYAD HAL 24) LIHAT IMAM SYAFI'I CUMA MEMBERJALANKAN LAFADNYA, ARTINYA CUKUP IMAN PADA LAFAD ISTIWA, BUKAN MENTAFSIR ATAU MENTERJEMAH,BILA MEMANG BOLEH MENGAMBIL MAKNA DOHIR, MENGAPA BELIAU REPOT-REPOT MENGATAKAN CARA MENANGANI AYAT TERSEBUT,YAITU TDK MENGGAMBARKAN DAN TDK MENYERUPAKAN,JUGA TDK MEMBAHASNYA.. DAN BELIAU JUGA BERKATA: AKU BERIMAN DGN APA YANG DATANG DARI ALLAH SESUAI DGN APA YANG DI MAKSUD OLEHNYA JUGA IMAN DGN APA YG DATANG DARI RASUL SESUAI DGN APA YANG DI MAKSUD OLEHNYA (KITAB DAF'U SYUBHAH MAN SYABBAHA WA TAMAROD KARYA IMAM TAQYUDDIN ALHISNI HAL 56) LIHAT IMAM MENGATAKAN IMAN SESUAI DGN APA YANG DI MAKSUD OLEH ALLAH DAN RASUL, ARTINYA TAFWIDL: MENYERAHKAN MAKNANYA KEPADA ALLAH......!! BUKAN BERPEGANG DGN MAKNA DOHIR.............! DAN BERKATA IMAM SYAFI'I: SESUNGGUHNYA ALLAH ADA SEBELUM ADA TEMPAT, LALU MENCIPTAKAN TEMPAT, DAN DIA TETAP DALAM KEADAAN SEBELUM MENCIPTAKAN TEMPAT, TIDAK TERKENA PERUBAHAN DALAM DZATNYA DAN TIDAK MENERIMA PERGANTIAN DLM SIFATNYA (ITHAF SADATUL MUTAQIN JUZ 2/24) KETIKA BELIAU DITANYA TENTANG SIFAT ALLAH, BELIAU MENJAWAB: TIDAK TERBATAS ANGAN, TIDAK BISA DITETAPKAN OLEH SANGKAAN DAN TIDAK TERCAPAI OLEH NALAR, DAN TIDAK TERBERSIT OLEH BISIKAN DAN TIDAK TERLIPUT KECUALI APA YG DISIFATKAN OLEH DIA PADA DZATNYA MELALUI LISAN NABINYA SAW (DISBUTKAN OLEH IBNU JAHBAL DLM RISALAH TOBAQOT SYAFI'IYAH KUBRO 9/40) NAH SMUA INI MENUNJUKAN BAHWA IMAM SYAFI'I MENAFIKAN MAKNA JISIM DAN SIFAT JISIM SEPERTI TEMPAT,ARAH, RUANG, GERAK, DIAM DLL.. JAZALLOHU ANHU WA AN NABIYINA MUHAMAD MA HUWA AHLUHU..AMIIN.
SEkArANg KIta buktikAn bAhwA apa yANg diklaim wahabi terhadap imam syafi'i adAlAh kEdustaan murni,dan fitnah tErhAdAp imam syafi'i RA, kArEnA riwayat perkAtaan beliau di atas di ambil dari para pemalsu DAN pembohng riwayat, perkataan Imam syafi'i tErsEbUt dApAt dilIhAt dAlAm kItAb: MUKHTASOR AL ULUW HAL 176,IJTIMA JUYUS ISLAMIYAH KARYA IBNULQOYIM, DENGAN riwayat DARI syaikh islam abu hasan alhakari dan abu muhamad Almaqdisi dENgAn sanadnya kEpAdA abi tsaur dan abi syuaeb yANg keduanya MENERIMA dari imam muhamad bin idris as syafi'i yANg mana beliAu berkata; (sprt ditulis diatas). kita CEK sanadnya...........!!!!
1. abul hasan alhakari; bErkAta alhafid ad dZahabi: sAlAh seorANg pemalsu dan pendusta(mizan i'tidal juz 3/112) bErkAta ibnu hajar al asqolani: suka memalsu riwayat dan susunan sanad (lisanul mizan 4/159) bErkAta syAeKh ibrohim bin muhamad bin sibti bin al ajami abul aufa al halabi :ia pemalsu hadis(al kasyful hadis 1/184) 2. abu syuaib: CATATAN: wahabi mengira bAhwA abU syuaib menErIma RIWAYAT tErsEbUt LANGSUNG dari Imam syafi'i',Padahal BELIAU LAHIR SETELAH IMAM SYAFI'I WAFAT 2 TAHUN SEBELUMNYA (tarikh albagdadi 9/436) Adapun tEntANg RIWAYAT YANG MIRIP DENGAN REDAKSI DI ATAS yANg DIRIWAYATKAN OLEH ABI THALIB AL ASYARI DAN disandarkan pAdA imam syafi'i RA,yANg ada dAlAm kItAb: thobaqot abi ya'la juz 1 hal 283 ijtima juyus islamiyah hal 165 RIWAYAT itu tIdAk s0hEH disanadkan pd imam syafi'i kArEna dAlAm sanadnya ada; Abul izzi ahmad bin ubaedilah bin kadasy, DAN TERNYATA Dia seorang pembohong DAN pEmalsu : bErkAta imam dZahabi bAhwA ibnu kadas yAItU abul izzi bin kadasy ahmad bin ubaidillah wft 526 H tErmAsuk sAhAbAt al asyari,DIA adalah pEmalsu (mizan i'tidal 1/118) ,BELIAU JUGA mengatakAn: DIA tElah BERdusta tEntANg aqidah yg di sandarkAn KEpAdA Imam syafi'i (mizan i'tidal 3 /656) brkta ibnu hajar;doif dAlAm riwayat dan tIdAk bIsA dipake hujah (lisanul mizan juz 1/208)
ADAPUN abu thalib al asyari; bErkAta IMAM IBNU HAJAR DENGAN MENUQIL DARI AD DZAHABI BAHWA ABU THALIB AL ASYARI SEORANG SYAEH YG JUJUR TAPI TERKONTAMINASI DENGAN SESUATU HAL SEHINGGA MERIWAYATKAN HADIS PALSU TENTANG KEUTAMAAN MALAM ASYURA,DAN JUGA RIWAYAT TENTANG AQIDAH IMAM SYAFI'I(LISANUL MIZAN 5/301) NAH HATI2 LAH KALIAN TERHADAP KAUM MUJASIMAH KARENA WATAK MEREKA ADALAH MENGAMBIL PENADAPAT YANG SESUAI HAWA NAFSUNYA WALAU PUN MESTI BERDUSTA DAN BERBUAT BATIL, DAN BERDALIL DGN UCAPAN PARA PEMALSU DAN PENDUSTA APALAGI DALAM HAL AQIDAH. ADAPUN UCAPAN IMAM SYAFI'I YANG SOHEH ADALAH MENSUCIKAN ALLAH TA'ALA DARI JISMIYAH DAN SIFAT JISIM. LIHAT KETIKA BELIAU DITANYA TENTANG ISTIWA: AKU BERIMAN DENGAN AYAT ISTIWA TANPA MENYERUPAKAN, DAN AKU MEMBENARKAN TANPA MENGGAMBARKAN, DAN AKU MENAHAN DIRI DARI MEMBAHASNYA SECARA MUTLAK (RIWAYAT IMAM AHMAD ROFI'I DALAM ALBURHAN MUAYAD HAL 24) LIHAT IMAM SYAFI'I CUMA MEMBERJALANKAN LAFADNYA, ARTINYA CUKUP IMAN PADA LAFAD ISTIWA, BUKAN MENTAFSIR ATAU MENTERJEMAH,BILA MEMANG BOLEH MENGAMBIL MAKNA DOHIR, MENGAPA BELIAU REPOT-REPOT MENGATAKAN CARA MENANGANI AYAT TERSEBUT,YAITU TDK MENGGAMBARKAN DAN TDK MENYERUPAKAN,JUGA TDK MEMBAHASNYA.. DAN BELIAU JUGA BERKATA: AKU BERIMAN DGN APA YANG DATANG DARI ALLAH SESUAI DGN APA YANG DI MAKSUD OLEHNYA JUGA IMAN DGN APA YG DATANG DARI RASUL SESUAI DGN APA YANG DI MAKSUD OLEHNYA (KITAB DAF'U SYUBHAH MAN SYABBAHA WA TAMAROD KARYA IMAM TAQYUDDIN ALHISNI HAL 56) LIHAT IMAM MENGATAKAN IMAN SESUAI DGN APA YANG DI MAKSUD OLEH ALLAH DAN RASUL, ARTINYA TAFWIDL: MENYERAHKAN MAKNANYA KEPADA ALLAH......!! BUKAN BERPEGANG DGN MAKNA DOHIR.............! DAN BERKATA IMAM SYAFI'I: SESUNGGUHNYA ALLAH ADA SEBELUM ADA TEMPAT, LALU MENCIPTAKAN TEMPAT, DAN DIA TETAP DALAM KEADAAN SEBELUM MENCIPTAKAN TEMPAT, TIDAK TERKENA PERUBAHAN DALAM DZATNYA DAN TIDAK MENERIMA PERGANTIAN DLM SIFATNYA (ITHAF SADATUL MUTAQIN JUZ 2/24) KETIKA BELIAU DITANYA TENTANG SIFAT ALLAH, BELIAU MENJAWAB: TIDAK TERBATAS ANGAN, TIDAK BISA DITETAPKAN OLEH SANGKAAN DAN TIDAK TERCAPAI OLEH NALAR, DAN TIDAK TERBERSIT OLEH BISIKAN DAN TIDAK TERLIPUT KECUALI APA YG DISIFATKAN OLEH DIA PADA DZATNYA MELALUI LISAN NABINYA SAW (DISBUTKAN OLEH IBNU JAHBAL DLM RISALAH TOBAQOT SYAFI'IYAH KUBRO 9/40) NAH SMUA INI MENUNJUKAN BAHWA IMAM SYAFI'I MENAFIKAN MAKNA JISIM DAN SIFAT JISIM SEPERTI TEMPAT,ARAH, RUANG, GERAK, DIAM DLL.. JAZALLOHU ANHU WA AN NABIYINA MUHAMAD MA HUWA AHLUHU..AMIIN.
Saya Masih awam dan Faqir, banyak Perlu banyak belajar dari teman2 Para Alumni Pondok seluruh Indonesi. . Semoga Allah memberi Kefahaman kepada saya yg Dho'if ini. dari Allah Taufiq dan HidayahNya Wa'alaikum salam Saudara Fillahku
Ulama - Ulama Islam Pengikut Aqidah Tauhid Imam ASY'ARIY
Siapakah antara ulamak Islam yang mengikut aliran asya’iroh ini ?
Antara Peringkat Para Ulama’ Al-Asya’irah Peringkat Pertama (Dari Kalangan Murid Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ari) Abu Abdullah bin Mujahid Al-Bashri Abu Al-hasan Al-Bahili Al-Bashri Abu Al-Hasan Bandar bin Al-Husein Al-Syirazi As-Sufi Abu Muhammad At-Thobari Al-‘Iraqi Abu Bakr Al-Qaffal As-Syasyi Abu Sahl As-So’luki An-Naisaburi Abu Yazid Al-Maruzi Abu Abdillah bin Khafif As-Syirazi Abu Bakr Al-Jurjani Al-Isma’ili Abu Al-Hasan Abdul ‘Aziz At-Thobari Abu Al-Hasan Ali At-Thobari Abu Ja’far As-Sulami Al-Baghdadi Abu Abdillah Al-Asfahani Abu Muhammad Al-Qursyi Al-Zuhri Abu Bakr Al-Bukhari Al-Audani Abu Al-Manshur bin Hamsyad An-Naisaburi Abu Al-Husein bin Sam’un Al-Baghdadi Abu Abdul Rahman As-Syaruthi Al-Jurjani Abu Ali Al-Faqih Al-Sarkhosyi
Peringkat Kedua Abu Sa’ad bin Abi Bakr Al-Isma’ili Al-Jurjani Abu Thayyib bin Abi Sahl As-So’luki An-Naisaburi Abu Al-Hasan bin Daud Al-Muqri Al-Darani Ad-Dimasyqi Al-Qodhi Abu Bakr bin At-Thoyyib bin Al-Baqillani Abu ‘Ali Ad-Daqqaq An-Naisaburi (guru Imam Al-Qusyairi) Al-Hakim Abu Abdillah bin Al-Bai’e An-Naisaburi Abu Manshur bin Abi Bakr Al-Isma’ili Al-Ustaz Abu Bakr Furak Al-Isfahani Abu Sa’ad bin Uthman Al-Kharkusyi Abu Umar Muhammad bin Al-Husein Al-Basthomi Abu Al-Qasim bin Abi Amr Al-Bajli Al-Baghdadi Abu Al-Hasan bin Maysazah Al-Isfahani Abu Tholib bin Al-Muhtadi Al-Hasyimi Abu Mu’ammar bin Abi Sa’ad Al-Jurjani Abu Hazim Al-‘Abdawi An-Naisaburi Al-Ustaz Abu Ishaq Al-Isfara’ini Abu ‘Ali bin Syazan Al-Baghdadi Abu Nu’aim Al-Hafiz Al-Isfahani Abu Hamid Ahmad bin Muhammad Al-Istawa’ie Ad-Dalwi
Peringkat Ketiga Abu Al-Hasan As-Sukri Al-Baghdadi Abu Manshur Al-Ayyubi An-Naisaburi Abu Muhammad Abdul Wahab Al-Baghdadi Abu Al-Hasan An-Na’imi Al-Bashri Abu Thohir bin Khurasah Ad-Dimasyqi Al-Ustaz Abu Manshur An-Naisaburi Abu Dzar Al-Haraqi Al-Hafiz Abu Bakr Ad-Dimsyaqi (Ibn Al-Jurmi) Abu Muhammad Al-Juwaini (ayahnda Imam Al-Haramain Al-Juwaini) Abu Al-Qasim bin Abi Uthman Al-Hamdani Abu Ja’far As-Samnani Abu Hatim At-Thobari Al-Qozwini Abu Al-Hasan Rasya bin Nazhif Al-Muqri Abu Muhammad Al-Isfahani (Ibn Al-Laban) Abu Al-Fath Salim bin Ayyub Al-Razi Abu Abdillah Al-Khobazi Al-Muqri Abu Al-Fadhl bin ‘Amrus Al-Baghdadi Al-Maliki Al-Ustaz Abu Al-Qasim Al-Isfarayini Al-Hafiz Abu Bakr Al-Baihaqi (empunya Al-Asma’ wa As-Sifat)
Peringkat Keempat Abu Bakr Al-Khatib Al-Baghdadi Al-Ustaz Abu Al-Qasim Al-Qusyairi Abu ‘Ali bin Abi Harishoh Al-Hamdani Ad-Dimasyqi Abu Al-Muzhoffar Al-Isfara’ini Abu Ishaq Ibrahim bin ‘Ali As-Syirazi Imam Al-Haramain Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini Abu Al-Fath Nasr bin Ibrahim Ad-Dimasyqi Abu Abdillah At-Thobari Peringkat
Kelima Abu Al-Muzoffar Al-Khowafi Al-Imam Abu Al-Hasan At-Thobari (Balika Al-Harrasi) Hujjatul Islam Al-Imam Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali r.a. Al-Imam Abu Bakr Al-Syasyi Abu Al-Qashim Al-Anshori An-Naisaburi Al-Imam Abu Nasr bin Abi Al-Qasim Al-Qusyairi Al-Imam Abu ‘Ali Al-Hasan bin Sulaiman Al-Isbahani Abu Sa’id As-ad bin Abi Nashr bin Al-Fadhl Al-‘Umri Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Yahya Al-Uthmani Ad-Dibaji Al-Qadhi Abu Al-‘Abbas Ahmad bin Salamah (Ibn Al-Ratbi) Al-Imam Abu Abdillah Al-Farawi Imam Abu Sa’ad Isma’il bin Ahmad An-Naisaburi Al-Karmani Imam Abu Al-Hasan Al-Sulami Ad-Dimasyqi Imam Abu Manshur Mahmud bin Ahmad Masyazah Abu Al-Fath Muhammad bin Al-Fadhl bin Muhammad Al-Isfara’ini Abu Al-Fath Nasrullah bin Muhammad Al-Mashishi Peringkat Keenam Al-Imam Fakhruddin Al-Razi (empunya At-Tafsir Al-Kabir dan Asas At-Taqdis) Imam Saifullah Al-Amidi (empunya Abkar Al-Afkar) Sulton Al-Ulama’ Izzuddin bin Abdil Salam Sheikh Abu ‘Amr bin Al-Hajib Sheikhul Islam Izzuddin Al-Hushairi Al-Hanafi (empunya At-Tahsil wal Hashil) Al-Khasru Syahi Peringkat Ketujuh Sheikh Taqiyuddin Ibn Daqiq Al-‘Idd Sheikh ‘Ala’uddin Al-Baji Al-Imam Al-Walid Taqiyuddin Al-Subki (murid Sheikh Abdul Ghani An-Nablusi) Sheikh Shofiyuddin Al-Hindi Sheikh Shadruddin bin Al-Marhal Sheikh Zainuddin Sheikh Shodruddin Sulaiman Abdul Hakam Al-Maliki Sheikh Syamsuddin Al-Hariri Al-Khatib Sheikh Jamaluddin Az-Zamlakani Sheikh Jamaluddin bin Jumlah Sheikh Jamaluddin bin Jamil Qodhi Al-Quddho Syamsuddin As-Saruji Al-Hanafi Al-Qadhi Syamsuffin bin Al-Hariri Al-Qodhi ‘Addhuddin Al-Iji As-Syirazi (empunya kitab Al-Mawaqif fi Ilm Al-Kalam) Dan sebagainya… Nafa’anaLlahu bi ulumihim wa barakatihim.. amin…
Antara Peringkat Para Ulama’ Al-Asya’irah Peringkat Pertama (Dari Kalangan Murid Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ari) Abu Abdullah bin Mujahid Al-Bashri Abu Al-hasan Al-Bahili Al-Bashri Abu Al-Hasan Bandar bin Al-Husein Al-Syirazi As-Sufi Abu Muhammad At-Thobari Al-‘Iraqi Abu Bakr Al-Qaffal As-Syasyi Abu Sahl As-So’luki An-Naisaburi Abu Yazid Al-Maruzi Abu Abdillah bin Khafif As-Syirazi Abu Bakr Al-Jurjani Al-Isma’ili Abu Al-Hasan Abdul ‘Aziz At-Thobari Abu Al-Hasan Ali At-Thobari Abu Ja’far As-Sulami Al-Baghdadi Abu Abdillah Al-Asfahani Abu Muhammad Al-Qursyi Al-Zuhri Abu Bakr Al-Bukhari Al-Audani Abu Al-Manshur bin Hamsyad An-Naisaburi Abu Al-Husein bin Sam’un Al-Baghdadi Abu Abdul Rahman As-Syaruthi Al-Jurjani Abu Ali Al-Faqih Al-Sarkhosyi
Peringkat Kedua Abu Sa’ad bin Abi Bakr Al-Isma’ili Al-Jurjani Abu Thayyib bin Abi Sahl As-So’luki An-Naisaburi Abu Al-Hasan bin Daud Al-Muqri Al-Darani Ad-Dimasyqi Al-Qodhi Abu Bakr bin At-Thoyyib bin Al-Baqillani Abu ‘Ali Ad-Daqqaq An-Naisaburi (guru Imam Al-Qusyairi) Al-Hakim Abu Abdillah bin Al-Bai’e An-Naisaburi Abu Manshur bin Abi Bakr Al-Isma’ili Al-Ustaz Abu Bakr Furak Al-Isfahani Abu Sa’ad bin Uthman Al-Kharkusyi Abu Umar Muhammad bin Al-Husein Al-Basthomi Abu Al-Qasim bin Abi Amr Al-Bajli Al-Baghdadi Abu Al-Hasan bin Maysazah Al-Isfahani Abu Tholib bin Al-Muhtadi Al-Hasyimi Abu Mu’ammar bin Abi Sa’ad Al-Jurjani Abu Hazim Al-‘Abdawi An-Naisaburi Al-Ustaz Abu Ishaq Al-Isfara’ini Abu ‘Ali bin Syazan Al-Baghdadi Abu Nu’aim Al-Hafiz Al-Isfahani Abu Hamid Ahmad bin Muhammad Al-Istawa’ie Ad-Dalwi
Peringkat Ketiga Abu Al-Hasan As-Sukri Al-Baghdadi Abu Manshur Al-Ayyubi An-Naisaburi Abu Muhammad Abdul Wahab Al-Baghdadi Abu Al-Hasan An-Na’imi Al-Bashri Abu Thohir bin Khurasah Ad-Dimasyqi Al-Ustaz Abu Manshur An-Naisaburi Abu Dzar Al-Haraqi Al-Hafiz Abu Bakr Ad-Dimsyaqi (Ibn Al-Jurmi) Abu Muhammad Al-Juwaini (ayahnda Imam Al-Haramain Al-Juwaini) Abu Al-Qasim bin Abi Uthman Al-Hamdani Abu Ja’far As-Samnani Abu Hatim At-Thobari Al-Qozwini Abu Al-Hasan Rasya bin Nazhif Al-Muqri Abu Muhammad Al-Isfahani (Ibn Al-Laban) Abu Al-Fath Salim bin Ayyub Al-Razi Abu Abdillah Al-Khobazi Al-Muqri Abu Al-Fadhl bin ‘Amrus Al-Baghdadi Al-Maliki Al-Ustaz Abu Al-Qasim Al-Isfarayini Al-Hafiz Abu Bakr Al-Baihaqi (empunya Al-Asma’ wa As-Sifat)
Peringkat Keempat Abu Bakr Al-Khatib Al-Baghdadi Al-Ustaz Abu Al-Qasim Al-Qusyairi Abu ‘Ali bin Abi Harishoh Al-Hamdani Ad-Dimasyqi Abu Al-Muzhoffar Al-Isfara’ini Abu Ishaq Ibrahim bin ‘Ali As-Syirazi Imam Al-Haramain Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini Abu Al-Fath Nasr bin Ibrahim Ad-Dimasyqi Abu Abdillah At-Thobari Peringkat
Kelima Abu Al-Muzoffar Al-Khowafi Al-Imam Abu Al-Hasan At-Thobari (Balika Al-Harrasi) Hujjatul Islam Al-Imam Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali r.a. Al-Imam Abu Bakr Al-Syasyi Abu Al-Qashim Al-Anshori An-Naisaburi Al-Imam Abu Nasr bin Abi Al-Qasim Al-Qusyairi Al-Imam Abu ‘Ali Al-Hasan bin Sulaiman Al-Isbahani Abu Sa’id As-ad bin Abi Nashr bin Al-Fadhl Al-‘Umri Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Yahya Al-Uthmani Ad-Dibaji Al-Qadhi Abu Al-‘Abbas Ahmad bin Salamah (Ibn Al-Ratbi) Al-Imam Abu Abdillah Al-Farawi Imam Abu Sa’ad Isma’il bin Ahmad An-Naisaburi Al-Karmani Imam Abu Al-Hasan Al-Sulami Ad-Dimasyqi Imam Abu Manshur Mahmud bin Ahmad Masyazah Abu Al-Fath Muhammad bin Al-Fadhl bin Muhammad Al-Isfara’ini Abu Al-Fath Nasrullah bin Muhammad Al-Mashishi Peringkat Keenam Al-Imam Fakhruddin Al-Razi (empunya At-Tafsir Al-Kabir dan Asas At-Taqdis) Imam Saifullah Al-Amidi (empunya Abkar Al-Afkar) Sulton Al-Ulama’ Izzuddin bin Abdil Salam Sheikh Abu ‘Amr bin Al-Hajib Sheikhul Islam Izzuddin Al-Hushairi Al-Hanafi (empunya At-Tahsil wal Hashil) Al-Khasru Syahi Peringkat Ketujuh Sheikh Taqiyuddin Ibn Daqiq Al-‘Idd Sheikh ‘Ala’uddin Al-Baji Al-Imam Al-Walid Taqiyuddin Al-Subki (murid Sheikh Abdul Ghani An-Nablusi) Sheikh Shofiyuddin Al-Hindi Sheikh Shadruddin bin Al-Marhal Sheikh Zainuddin Sheikh Shodruddin Sulaiman Abdul Hakam Al-Maliki Sheikh Syamsuddin Al-Hariri Al-Khatib Sheikh Jamaluddin Az-Zamlakani Sheikh Jamaluddin bin Jumlah Sheikh Jamaluddin bin Jamil Qodhi Al-Quddho Syamsuddin As-Saruji Al-Hanafi Al-Qadhi Syamsuffin bin Al-Hariri Al-Qodhi ‘Addhuddin Al-Iji As-Syirazi (empunya kitab Al-Mawaqif fi Ilm Al-Kalam) Dan sebagainya… Nafa’anaLlahu bi ulumihim wa barakatihim.. amin…
Saya Masih awam dan Faqir, banyak Perlu banyak belajar dari teman2 Para Alumni Pondok seluruh Indonesi. . Semoga Allah memberi Kefahaman kepada saya yg Dho'if ini. dari Allah Taufiq dan HidayahNya Wa'alaikum salam Saudara Fillahku
Selasa, 26 Juni 2012
Abu Hanifah dan Kecerdasan Berlogika
oleh Jauhar Ridloni Marzuq pada 15 Juni 2012 pukul 4:32 ·
Namanya panjangnya Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit (80-150 H). Kaum Muslimin sering mengenal nama singkatnya dengan Abu Hanifah. Lahir di Kufah, Abu Hanifah adalah salah seorang ulama yang berguru kepada lebih dari seribu ulama pada masanya. Lima belas di antara seribu ulama itu adalah Sahabat Rasulullah SAW.
Sebagai tokoh utama salah satu aliran fikih Islam (Madzhab Hanafi), Imam Abu Hanifah dikenal sebagai sosok brilian yang fasih berargumen dan bermain logika. Imam Malik, pendiri aliran fikih Madzhab Maliki pernah bercerita tentang Abu Hanifah. “Jika Abu Hanifah mengatakan bahwa tiang kayu ini adalah emas, niscaya kalian akan mempercayainya karena kekuatan argumen yang disampaikannya.”
Sebegitu hebatkah Abu Hanifah? Untuk membuktikan sendiri, silakan Anda baca cerita ini. Cerita ini saya terjemahkan dari buku “Suwar min Hayat al-Tabi’in” (Potret Kehidupan Para Tabiin) yang dikarang oleh salah seorang ulama al-Azhar bernama Abdurrahman Ra’fat al-Basha (Dar al-Adab al-Islami: 2010).
Suatu hari, al-Dzahhak al-Syari, salah seorang pengikut golongan Khawarij[1] datang kepada Abu Hanifah untuk memaksanya bertaubat. Alasannya, Abu Hanifah dianggap berdosa karena membenarkan upaya arbitrase yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib untuk menyelesaikan sengketa antara pengikutnya dengan pengikut Muawiyah.
“Bertaubatlah kamu, Abu Hanifah!” Al-Dzahhak mengagetkan Abu Hanifah dengan perkataanya yang tanpa basa-basi.
“Bertaubat dari apa?” tanya Abu Hanifah.
“Kamu telah membenarkan arbitrase yang dilakukan oleh Ali dan Muawiyah.”
“Owh, begitu. Hemm… Begini saja, bagaimana kalau kita dialog terlebih dahulu sebelum kamu menghakimiku seperti itu?” pinta Abu Hanifah.
“Oke!” jawab al-Dzahhak.
Abu Hanifah diam sejenak, kemudian kembali berbicara. “Tapi, kalau nanti kita berbeda pendapat saat berdialog, siapa yang akan menjadi hakimnya?” tanya Abu Hanifah kepada al-Dzahhak.
“Terserah kamu. Silakan kamu tunjuk saja siapa yang ingin kamu jadikan hakim dalam dialog ini.”
Abu Hanifah kemudian menunjuk salah seorang teman al-Dzahhak yang kebetulan ada di situ. “Silakan kamu jadi penengah di antara kita,” ucap Abu Hanifah kepada orang tersebut.
Usai memilih seorang penengah, Abu Hanifah kemudian melajutkan pembicaraannya dengan al-Dzahhak. “Saya menerima dengan senang hati teman kamu menjadi penengah di antara kita. Apakah kamu juga menerima hal ini?” tanya Abu Hanifah.
“Tentu saya menerima dengan lapang dada,” jawab al-Dzahhak.
“Kalau begitu kamu kalah!”
“Lho, kok bisa?”
“Kamu menerima arbitrase dalam persengketaan antara aku dengan kamu. Lalu kenapa kamu menolak arbitrase antara Ali dengan Muawiyah?!”
Al-Dzahhak pun tertunduk malu sembari terdiam seribu bahasa.
Saya Masih awam dan Faqir, banyak Perlu banyak belajar dari teman2 Para Alumni Pondok seluruh Indonesi. . Semoga Allah memberi Kefahaman kepada saya yg Dho'if ini. dari Allah Taufiq dan HidayahNya Wa'alaikum salam Saudara Fillahku
Minggu, 24 Juni 2012
Aqidatul Awaam Aqidah 50 wajib ain bagi ahlussunnah
Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah terdiri dari 50 aqidah, di mana yang 50 aqidah ini dimasukkan ke dalam 2 kelompok besar, yaitu :
1. Aqidah Ilahiyyah (عقيدة الهية) dan
2. Aqidah Nubuwwiyah (عقيدة نبوية).
Adapun Aqidah Ilahiyyah terdiri dari 41 sifat, yaitu: ===============================
a. 20 sifat yang wajib bagi Allah swt: wujud (وجود), qidam (قدم), baqa (بقاء), mukhalafah lil hawaditsi (مخالفة للحوادث), qiyamuhu bin nafsi (قيامه بالنفس), wahdaniyyat (وحدانية), qudrat (قدرة), iradat (ارادة), ilmu (علم), hayat (حياة), sama' (سمع), bashar (بصر), kalam (كلام), kaunuhu qadiran (كونه قديرا), kaunuhu muridan (كونه مريدا), kaunuhu 'aliman (كونه عليما), kaunuhu hayyan (كونه حيا), kaunuhu sami'an (كونه سميعا), kaunuhu bashiran (كونه بصيرا), dan kaunuhu mutakalliman (كونه متكلما).
b. 20 sifat yang mustahil bagi Allah swt: 'adam (tidak ada), huduts (baru), fana' (rusak), mumatsalah lil hawaditsi (menyerupai makhluk), 'adamul qiyam bin nafsi (tidak berdiri sendiri), ta'addud (berbilang), 'ajzu (lemah atau tidak mampu), karohah (terpaksa), jahlun (bodoh), maut, shamam (tuli), 'ama (buta), bukmun (gagu), kaunuhu 'ajizan, kaunuhu karihan, kaunuhu jahilan (كونه جاهلا), kaunuhu mayyitan (كونه ميتا), kaunuhu ashamma (كونه أصم), kaunuhu a'ma (كونه أعمى), dan kaunuhu abkam (كونه أبكم). c. 1 sifat yang ja'iz bagi Allah swt.
Sedangkan, Aqidah Nubuwwiyah terdiri dari 9 sifat, yaitu:
a. 4 sifat yang wajib bagi para Nabi dan Rasul: siddiq (benar), tabligh (menyampaikan), Amanah, dan fathanah (cerdas). b. 4 sifat yang mustahil bagi para Nabi dan Rasul: kidzib (bohong), kitman (menyembunyikan), khianat, dan baladah (bodoh). c. 1 sifat yang ja'iz bagi para Nabi dan Rasul. I.
DALIL-DALIL SIFAT WAJIB BAGI ALLAH SWT: ===========================
1. Dalil sifat Wujud (Maha Ada): QS Thaha ayat 14, QS Ar-Rum ayat 8, dsb.
2. Dalil sifat Qidam (Maha Dahulu): QS Al-Hadid ayat 3.
3. Dalil sifat Baqa (Maha Kekal): QS Ar-Rahman ayat 27, QS Al-Qashash ayat 88.
4. Dalil sifat Mukhalafah lil Hawaditsi (Maha Berbeda dengan Makhluk): QS Asy-Syura ayat 11, QS
Al-Ikhlas ayat 4.
5. Dalil sifat Qiyamuhu bin Nafsi (Maha Berdiri Sendiri): QS Thaha ayat 111, QS Fathir ayat 15.
6. Dalil sifat Wahdaniyyat (Maha Tunggal / Esa): QS Az-Zumar ayat 4, QS Al-Baqarah ayat 163, QS
Al-Anbiya' ayat 22, QS Al-Mukminun ayat 91, dan QS Al-Isra' ayat 42-43.
7. Dalil sifat Qudrat (Maha Kuasa): QS An-Nur ayat 45, QS Fathir ayat 44.
8. Dalil sifat Iradat (Maha Berkehendak): QS An-Nahl ayat 40, QS Al-Qashash ayat 68, QS Ali Imran ayat
26, QS Asy-Syura ayat 49-50.
9. Dalil sifat Ilmu (Maha Mengetahui): QS Al-Mujadalah ayat 7, QS At-Thalaq ayat 12, QS Al-An'amayat
59, dan QS Qaf ayat 16.
10. Dalil sifat Hayat (Maha Hidup): QS Al-Furqan ayat 58, QS Ghafir ayat 65, dan QS Thaha 111. 11
12. Dalil sifat Sama' (Maha Mendengar) dan Bashar (Maha Melihat): QS Al-Mujadalah ayat 1, QS Thaha
ayat 43-46.
13. Dalil Sifat Basor (Maha Melihat): QS Al-Mujadalah ayat 1, QS Thaha ayat 43-46.
13. Dalil sifat Kalam (Maha Berfirman): QS An-Nisa ayat 164, QS Al-A'raf ayat 143, dan QS Asy-Syura
ayat 51.
Dua puluh sifat yang wajib bagi Allah tersebut di atas dibagi kepada 4 bagian, yaitu:
1. Sifat Nafsiyyah. Artinya: Sifat yang tidak bisa difahami Dzat Allah tanpa adanya sifat. Sifat Nafsiyyah ini hanya satu sifat, yaitu: sifat wujud.
2. Sifat Salbiyyah. Artinya: Sifat yang tidak pantas adanya di Dzat Allah swt. Sifat Salbiyyah ini jumlahnya ada lima sifat, yaitu: Qidam, Baqa, Mukhalafah lil Hawaditsi, Qiyamuhu bin Nafsi, dan Wahdaniyyah.
3. Sifat Ma'ani. Artinya: Sifat yang tetap dan pantas di Dzat Allah dengan kesempurnaan-Nya. Sifat Ma'ani ini jumlahnya ada tujuh sifat, yaitu: Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sama', Bashar, dan Kalam.
4. Sifat Ma'nawiyyah. Artinya: Sifat yang merupakan cabang dari sifat Ma'ani. Sifat Ma'nawyyah ini jumlahnya ada tujuh sifat, yaitu: Kaunuhu Qadiran, Kaunuhu Muridan, Kaunuhu 'Aliman, Kaunuhu Hayyan, Kaunuhu Sami'an, Kaunuhu Bashiran, dan Kaunuhu Mutakalliman.
II. DALIL-DALIL SIFAT JA'IZ BAGI ALLAH ========================= a. QS Al-Qashash ayat 68 b. QS Al-Imran ayat 26 c. QS Al-Baqarah ayat 284 CATATAN PENTING: ============
Pokok-pokok Ilmu Tauhid
(مبادئ علم التوحيد): =========================== 1.
Definisi Ilmu Tauhid (حده):
Ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat Allah dan para rasul-Nya, baik sifat-sifat yang wajib, mustahil maupun ja'iz, yang jumlah semuanya ada 50 sifat.
Sifat yang wajib bagi Allah ada 20 sifat dan sifat yang mustahil ada 20 sifat serta sifat yang ja'iz ada 1 sifat.
Begitupula sifat yang wajib bagi para rasul ada 4 sifat (sidiq. tabligh, amanah, dan fathanah) D
Dan sifat yang mustahil ada 4 sifat (kidzb / bohong, kitman / menyembunyikan, khianat, dan bodoh)
Serta sifat yang ja'iz ada 1 sifat. 50 sifat ini dinamakan "Aqidatul Khomsin / عقيدة الخمسين ". Artinya: Lima puluh Aqidah.
2. Objek atau Sasaran Ilmu Tauhid (موضوعه): Dzat Allah dan sifat-sifat Allah.
3. Pelopor atau Pencipta Ilmu Tauhid (واضعاه): Imam Abul Hasan Al-Asy'ari (260 H - 330 H / 873 M - 947 M ) dan Imam Abul Manshur Al-Mathuridi ( 238 - 333 H / 852 - 944 M ).
4. Hukum Mempelajari Ilmu Tauhid (حكمه): Wajib 'ain dengan dalil ijmali (global) dan wajib kifayah dengan dalil tafshili.
5. Nama Ilmu Tauhid (اسمه): Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, Ilmu Kalam dan Ilmu 'Aqa'id.
6. Hubungan Ilmu Tauhid dengan Ilmu-ilmu lain (نسبته): Asal untuk ilmu-ilmu agama dan cabang untuk ilmu selainnya.
7. Masalah-masalah Ilmu Tauhid (مسائله): Sifat-sifat wajib, mustahil, dan ja'iz bagi Allah swt dan para Rasul-Nya.
8. Pengambilan Ilmu Tauhid (استمداده): Diambil dari Al-Qur'an, Al-Hadits, dan akal yang sehat.
9. Faedah Ilmu Tauhid (فائدته): Supaya sah melakukan amal-amal sholeh di dunia.
10. Puncak Mempelajari Ilmu Tauhid (غايته): Memperoleh kebahagian, baik di dunia maupun akherat dan mendapat ridha dari Allah swt serta mendapat tempat di surga.
1. Aqidah Ilahiyyah (عقيدة الهية) dan
2. Aqidah Nubuwwiyah (عقيدة نبوية).
Adapun Aqidah Ilahiyyah terdiri dari 41 sifat, yaitu: ===============================
a. 20 sifat yang wajib bagi Allah swt: wujud (وجود), qidam (قدم), baqa (بقاء), mukhalafah lil hawaditsi (مخالفة للحوادث), qiyamuhu bin nafsi (قيامه بالنفس), wahdaniyyat (وحدانية), qudrat (قدرة), iradat (ارادة), ilmu (علم), hayat (حياة), sama' (سمع), bashar (بصر), kalam (كلام), kaunuhu qadiran (كونه قديرا), kaunuhu muridan (كونه مريدا), kaunuhu 'aliman (كونه عليما), kaunuhu hayyan (كونه حيا), kaunuhu sami'an (كونه سميعا), kaunuhu bashiran (كونه بصيرا), dan kaunuhu mutakalliman (كونه متكلما).
b. 20 sifat yang mustahil bagi Allah swt: 'adam (tidak ada), huduts (baru), fana' (rusak), mumatsalah lil hawaditsi (menyerupai makhluk), 'adamul qiyam bin nafsi (tidak berdiri sendiri), ta'addud (berbilang), 'ajzu (lemah atau tidak mampu), karohah (terpaksa), jahlun (bodoh), maut, shamam (tuli), 'ama (buta), bukmun (gagu), kaunuhu 'ajizan, kaunuhu karihan, kaunuhu jahilan (كونه جاهلا), kaunuhu mayyitan (كونه ميتا), kaunuhu ashamma (كونه أصم), kaunuhu a'ma (كونه أعمى), dan kaunuhu abkam (كونه أبكم). c. 1 sifat yang ja'iz bagi Allah swt.
Sedangkan, Aqidah Nubuwwiyah terdiri dari 9 sifat, yaitu:
a. 4 sifat yang wajib bagi para Nabi dan Rasul: siddiq (benar), tabligh (menyampaikan), Amanah, dan fathanah (cerdas). b. 4 sifat yang mustahil bagi para Nabi dan Rasul: kidzib (bohong), kitman (menyembunyikan), khianat, dan baladah (bodoh). c. 1 sifat yang ja'iz bagi para Nabi dan Rasul. I.
DALIL-DALIL SIFAT WAJIB BAGI ALLAH SWT: ===========================
1. Dalil sifat Wujud (Maha Ada): QS Thaha ayat 14, QS Ar-Rum ayat 8, dsb.
2. Dalil sifat Qidam (Maha Dahulu): QS Al-Hadid ayat 3.
3. Dalil sifat Baqa (Maha Kekal): QS Ar-Rahman ayat 27, QS Al-Qashash ayat 88.
4. Dalil sifat Mukhalafah lil Hawaditsi (Maha Berbeda dengan Makhluk): QS Asy-Syura ayat 11, QS
Al-Ikhlas ayat 4.
5. Dalil sifat Qiyamuhu bin Nafsi (Maha Berdiri Sendiri): QS Thaha ayat 111, QS Fathir ayat 15.
6. Dalil sifat Wahdaniyyat (Maha Tunggal / Esa): QS Az-Zumar ayat 4, QS Al-Baqarah ayat 163, QS
Al-Anbiya' ayat 22, QS Al-Mukminun ayat 91, dan QS Al-Isra' ayat 42-43.
7. Dalil sifat Qudrat (Maha Kuasa): QS An-Nur ayat 45, QS Fathir ayat 44.
8. Dalil sifat Iradat (Maha Berkehendak): QS An-Nahl ayat 40, QS Al-Qashash ayat 68, QS Ali Imran ayat
26, QS Asy-Syura ayat 49-50.
9. Dalil sifat Ilmu (Maha Mengetahui): QS Al-Mujadalah ayat 7, QS At-Thalaq ayat 12, QS Al-An'amayat
59, dan QS Qaf ayat 16.
10. Dalil sifat Hayat (Maha Hidup): QS Al-Furqan ayat 58, QS Ghafir ayat 65, dan QS Thaha 111. 11
12. Dalil sifat Sama' (Maha Mendengar) dan Bashar (Maha Melihat): QS Al-Mujadalah ayat 1, QS Thaha
ayat 43-46.
13. Dalil Sifat Basor (Maha Melihat): QS Al-Mujadalah ayat 1, QS Thaha ayat 43-46.
13. Dalil sifat Kalam (Maha Berfirman): QS An-Nisa ayat 164, QS Al-A'raf ayat 143, dan QS Asy-Syura
ayat 51.
Dua puluh sifat yang wajib bagi Allah tersebut di atas dibagi kepada 4 bagian, yaitu:
1. Sifat Nafsiyyah. Artinya: Sifat yang tidak bisa difahami Dzat Allah tanpa adanya sifat. Sifat Nafsiyyah ini hanya satu sifat, yaitu: sifat wujud.
2. Sifat Salbiyyah. Artinya: Sifat yang tidak pantas adanya di Dzat Allah swt. Sifat Salbiyyah ini jumlahnya ada lima sifat, yaitu: Qidam, Baqa, Mukhalafah lil Hawaditsi, Qiyamuhu bin Nafsi, dan Wahdaniyyah.
3. Sifat Ma'ani. Artinya: Sifat yang tetap dan pantas di Dzat Allah dengan kesempurnaan-Nya. Sifat Ma'ani ini jumlahnya ada tujuh sifat, yaitu: Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sama', Bashar, dan Kalam.
4. Sifat Ma'nawiyyah. Artinya: Sifat yang merupakan cabang dari sifat Ma'ani. Sifat Ma'nawyyah ini jumlahnya ada tujuh sifat, yaitu: Kaunuhu Qadiran, Kaunuhu Muridan, Kaunuhu 'Aliman, Kaunuhu Hayyan, Kaunuhu Sami'an, Kaunuhu Bashiran, dan Kaunuhu Mutakalliman.
II. DALIL-DALIL SIFAT JA'IZ BAGI ALLAH ========================= a. QS Al-Qashash ayat 68 b. QS Al-Imran ayat 26 c. QS Al-Baqarah ayat 284 CATATAN PENTING: ============
Pokok-pokok Ilmu Tauhid
(مبادئ علم التوحيد): =========================== 1.
Definisi Ilmu Tauhid (حده):
Ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat Allah dan para rasul-Nya, baik sifat-sifat yang wajib, mustahil maupun ja'iz, yang jumlah semuanya ada 50 sifat.
Sifat yang wajib bagi Allah ada 20 sifat dan sifat yang mustahil ada 20 sifat serta sifat yang ja'iz ada 1 sifat.
Begitupula sifat yang wajib bagi para rasul ada 4 sifat (sidiq. tabligh, amanah, dan fathanah) D
Dan sifat yang mustahil ada 4 sifat (kidzb / bohong, kitman / menyembunyikan, khianat, dan bodoh)
Serta sifat yang ja'iz ada 1 sifat. 50 sifat ini dinamakan "Aqidatul Khomsin / عقيدة الخمسين ". Artinya: Lima puluh Aqidah.
2. Objek atau Sasaran Ilmu Tauhid (موضوعه): Dzat Allah dan sifat-sifat Allah.
3. Pelopor atau Pencipta Ilmu Tauhid (واضعاه): Imam Abul Hasan Al-Asy'ari (260 H - 330 H / 873 M - 947 M ) dan Imam Abul Manshur Al-Mathuridi ( 238 - 333 H / 852 - 944 M ).
4. Hukum Mempelajari Ilmu Tauhid (حكمه): Wajib 'ain dengan dalil ijmali (global) dan wajib kifayah dengan dalil tafshili.
5. Nama Ilmu Tauhid (اسمه): Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, Ilmu Kalam dan Ilmu 'Aqa'id.
6. Hubungan Ilmu Tauhid dengan Ilmu-ilmu lain (نسبته): Asal untuk ilmu-ilmu agama dan cabang untuk ilmu selainnya.
7. Masalah-masalah Ilmu Tauhid (مسائله): Sifat-sifat wajib, mustahil, dan ja'iz bagi Allah swt dan para Rasul-Nya.
8. Pengambilan Ilmu Tauhid (استمداده): Diambil dari Al-Qur'an, Al-Hadits, dan akal yang sehat.
9. Faedah Ilmu Tauhid (فائدته): Supaya sah melakukan amal-amal sholeh di dunia.
10. Puncak Mempelajari Ilmu Tauhid (غايته): Memperoleh kebahagian, baik di dunia maupun akherat dan mendapat ridha dari Allah swt serta mendapat tempat di surga.
Saya Masih awam dan Faqir, banyak Perlu banyak belajar dari teman2 Para Alumni Pondok seluruh Indonesi. . Semoga Allah memberi Kefahaman kepada saya yg Dho'if ini. dari Allah Taufiq dan HidayahNya Wa'alaikum salam Saudara Fillahku
Ulama Salaf dan Khalaf dengan Jumhur yg Masyhuur dan Muktabaroh
ULAMA-ULAMA BESAR MADZHAB SYAFI'I DARI ABAD KE ABAD
ULAMA-ULAMA besar ber-madzhab Syafi'i dari abad ke abad banyak sekali, sehingga tak terhitung lagi banyaknya, karena madzhab ini sudah lama berkembang, pengaruhnya sudah amat luas pula, hampir diseluruh pelosok dunia Islam. Imam Syafi'i wafat pada tahun 204 H. lebih 1000 tahun yg lalu. Untuk menghitung dan menguraikan nama Ulama-ulama Syafi'i satu persatu sudah tentu membutuhkan satu buku besar. Imam Tajuddin Subki (wafat 771H) dalam Kitabnya Tabaqatus Syafi'iyah al Kubra, juz I hal 26,menerangkan bahwa sudah ada Ulama-ulama Islam sebelumnya mengarang kitab ''Thabaqat Syafi'i'' yaitu kitab-kitab yg menerangkan Ulama-ulama Syafi'iyah dan Kitab-kitabnya dari abad ke abad.*
Di antaranya:
1. Muhammad bin Suleiman as Shu'luki (wafat: 440H) dengan judul Al Munahazzab fi Syuyukhil Madzhab. 2. Abu Thaib at Tabari, (wafat 450) dengan judul Mukhtasar.
3. Abu 'Ashil al Abbadi (wafat 458) dengan nama thabaqat.
4. Abi Ishaq as Syirazi (wafat 476H) dengan nama Mukhtasar.
5. Abu Muhammad al-Jurjani (wafat 489H) dengan nama At Thabaqat.
6. Imam Abu Muhammad Abdul Wahab bin Muhammad (wafat 500 H) dengan nama Tarekh al Fuqaha.*
7. Imam Abu Najib as Syahrawardi (wafat 563H) dengan nama Thabaqat.
8. Imam Ibnu Shalah (wafat 634H) dengan nama kitab Thabaqat. Demikian diterangkan oleh Imam Tajuddin
Subki.
Hanya disayangkan bahwa kitab-kitab Thabaqat itu tidak sampai di Indonesia. Yg ada kita lihat
hanyalah kitab Thabaqatus Syafi'iyah al Kubra karangan Tajuddin Subki 6 juz 3 jilid,dicetak oleh
Mathba'ah Husainiyah Kairo tahun 1324 H. dan cetakan baru pada Mathba'ah Isa al Babil Halabi Kairo
tahun 1383 H. Dan sesudah abad Tajuddin Subki,sudah banyak pula pengarang-pengarang,mengarang
kitab-kitab Thabaqat.* Diantaranya:
9. Syeikh Jamaluddin al Asnawi (wafat 772 H) dengan nama Thabaqat.
10. Syeikh Umar bin Bundar (wafat 672 H) dengan nama Thabaqat At Tafsili.
11. Al Hafizh Ibnu Katsir (wafat 774 H) mengarang juga kitab Thabaqat.
12. Syeikh Muhammad bin Hasan al Wasithi (wafat 776 H) dengan nama Mathalibul 'Aliyah fi Manaqibis
Syafi'iyah.
13. Syeikh Syamsuddin Muhammad bin Abdurrahman Qadhi Shafad (wafat 780 H) mengarang juga Kitab
Thabaqat.
14. Qadhi Syarifuddin,Abu Abdillah bin Quthub (wafat 800 H) mengarang Kitab Al Kafi fi Ma'rifati Ulama
Madzhab Syafi'i.*
15. Syeikh Sirajuddin Umar bin Ali yg terkenal dengan nama Ibnul Mulqin (wafat 804 H) dengan judul Al
Aqdul Mudzahab fi Thabaqat Hamlatil Madzhab.
16. Alfirudzabadi (wafat 817 H) pengarang Kamus al Muhith mengarang juga kitab Thabqat, bernama Al
Maqatul Arfa'iah.
17. Imam Taqiyuddin ad Dimsyaqi (wafat 851 H) mengarang juga kitab Thabaqat yg dibagi atas 29 tingkat. 18. Radhiyuddin Muhammad bin Ahmad al'Amiri (wafat 864 H) mengarang juga dengan nama Bahyatun
Nashirin
19. Qadhi Quthubuddin Muhammad bin Muhammad Al Khaidhari (wafat 894 H) dengan judul Al Luma' al
Alma'iyah.*
20. Syeikh Kamaluddin Abul Ma'ali (wafat 906 H) mengarang juga kitab Thabaqat.
21. Abu Bakar bin Hijayatullah (wafat 1014 H). mengarang Kitab Thabaqa Syafi'iyah.
22. Syeikhul Islam as Syarkawi (wafat 1227 H) mengarang Kitab Thabaqat yg menerangkan terjemahan
Ulama-ulama Syafi'i dari tahun 900 sampai 1121 H.*
Demikian yg dapat dicatat kitab-kitab Thabaqat yg dikarang oleh Ulama-ulama Syafi'iyah. Hanya disayangkan sebagai yg dikatakan diatas bahwa kitab-kitab itu tidak sampai ke Indonesia sehingga kita tidak dapat menikmatinya. Disamping itu disyangkan lagi bahwa kitab Thabaqat Syafi'iyah dan Ulama-ulama bangsa Indonesia yg ber-Madzhab Syafi'i belum ada,sehingga sulit kita mencari tarekh Ulama-ulama Syafi'i bangsa Indonesia yg juga tidak sedikit jumlahnya. Tetapi sungguhpun begitu dalam fasal ini akan kita kemukakan juga nama-nama bintang Ulama-ulama Syafi'i dari abad ke abad,yaitu nama-nama yg biasa didengar atau bisa kita baca dalam kitab-kitab Syafi'iyah yg beredar di Indonesia.*
Kita yakin bahwa yg tidak tertulis disini ratusan kali lebih banyak dari yg tertulis,sebagai yg kita katakan diatas,bahwa kalau ditulis semuanya pasti akan menjadi buku setebal 10 jilid. Sesuai dengan qaedah usul fiqih,apa yg tidak dapat semuanya tidak ditinggalkan sebahagiannya. Kami akan menguraikan nama-nama itu dengan membagi menurut ''abad wafatnya'' supaya dapat dilihat dengan nyata keagungan Madzhab Syafi'i ini dari abad ke abad dan supaya jangan lagi ada orang dinegeri kita ini yg menganggap remeh dan rendah Madazhab Syafi'i itu. Kami mulai dengan abad ke III, yaitu dari abad wafatnya Imam Besar SYAFI'I Rhl.
* * ABAD-III Hijriyah *
1. ''Imam Syafi'i Rahimahullah'' (wafat 204H). Nama lengkap beliau adalah ABU ABDILLAH MUHAMMAD bin IDRIS as SYAFI'I. Lahir di Gazzah Palestina (150 H) dan wafat di Mesir(Kairo)(204 H). Inilah Imam Besar, Mujtahid Muthlaq (Mujtahid Penuh) dalam Madzhab Syafi'i.*
2. ''Ar Rabi'i bin Sulaiman al Muradi''(wafat 270 H) Beliau ini adalah murid langsung dari Imam Syafi'i Rhl.,di bawa dari Bagdad sampai ke Mesir. Lahir tahun 174H. (wafat tahun 270 H) Beliau inilah yg membantu Imam Syafi'i Rhl. menulis kitab-kitabnya Al Umm dan kitab Usul Fiqih yg pertama di dunia, yaitu Kitab Risalah al Jadidah. Berkata Muhammad bin Hamdan: ''Saya datang kerumah Rabi'i pada suatu hari,di mana di dapati di hadapan rumahnya 700 kendaraan membawa orang yg datang mempelajari kitab Syafi'i dari beliau''. Ini suatu bukti bahwa Ar Rabi'i bin Sulaiman al Muradi adalah seorang yg utama,penyiar dan penyebar Madzhab Syafi'i Rhl.dalam abad-abad yg pertama.
Tersebut dalam kitab Al Majmu' halaman 70,kalau ada perkataan ''sahabat kita ar Rabi'i'' maka maksudnya adalah Ar Rabi'i bin Sulaiman al Muradi ini. Didalam kitab Al Munadzab tidak ada Ar Rabi'i selain ar Rabi'i ini,kecuali satu Ar Rabi'i dalam masalah menyamak kulit yg bukan Ar Rabi'i ini,tetapi Ar Rabi'i bin Sulaiman al Jizi. (Beliau ini adalah sahabat Imam Syafi'i Rhl.juga.)*
3. ''Al Buwaithi'' (wafat 231 H) Nama lengkap beliau adalah Abu Ya'kup Yusuf bin Yahya al Buwaithi,lahir di desa Buwaith (Mesir) wafat 231 H. Beliau ini adalah murid langsung dari Imam Syafi'i Rhl.sederajat dengan Ar Rabi'i bin Sulaiman al Muradi.
Imam Syafi'i berkata: ''Tidak seorang juga yg lebih berhak atas kedudukanku melebihi dari Yusuf bin Yahya al Buwaithi''dan Imam Syafi'i Rhl. berwasiat,manakala beliau wafat maka yg akan mengantikan kedudukan beliau sebagai pengajar adalah Al Buwaithi ini. Beliau menggantikan Imam Syafi'i Rhl.berpuluh tahun dan pada akhir umur beliau ditangkap lantaran persoalan ''fitnah Qur'an'',yaitu tentang makhluk atau tidaknya Qur'an yg digerakkan oleh kaum Mu'tazilah. Akhirnya al Buwaithi ditangkap oleh Khalifah yg pro faham Mu'tazilah,lalu dibawa dengan ikatan rantai pada tubuhnya ke Bagdad. Beliau meninggal dalam penjara di Bagdad tahun 231 H. Beliau Syahid karena mempertahankan kepercayaab dan i'tiqad beliau,yaitu i'tiqad kaum ahlussunnah wal jama'ah yg mempercayai bahwa Qur'an itu adalah Kalam Allah yg Qadim,bukan ''ciptaan Allah'',(makhluk).*
4. '' Al Muzany '' (wafat 264 H). Nama lengkap beliau adalah Imam Abu Ibrahim,Ismail bin Yahya Al Muzany,lahir di Mesir 175 H dan 25 tahun lebih muda dari Imam Syafi'i Rhl. Beliau adalah seorang ulama yg saleh,zuhud dan rendah hati. Beliau banyak mengarang kitab fiqih Syafi'iyah,seumpama: 1. Al Jami' al Kabir. 2. Al Jami' as Shagir. 3. Al Mukhtashar. 4. Al Mantsur. 5. At Targib fil Ilmu. 6. Kitabul Watsaiq. 7. Al Masail al Mu'tabarah. 8. Dan lain-lain.*
5 *Harmalah at Tujibi* (lahir tahun 166 H - wafat tahun 243 H.) Nama lengkapnya Harmalah bin Yahya Abdullah at Tujibi,murid Imam Syafi'i Rhl. Imam Syafi'i Rhl. pernah berkata tentang sahabatnya ini,bahwa Al Muzani adalah pembela Madzhabnya. Setelah Imam al Buwaithi ditangkap maka al Muzany menggantikan kedudukannya dalam balakah Imam Syafi'i itu sampai beliau wafat pada tahun 264 H.(60 tahun terkemudian dari Imam Syafi'i Rhl.) Beliau seorang Ulama besar penegak Madzhab Syafi'i yg menyusun kitab-kitab Madzhab Syafi'i. Didalam Madzhab Syafi'i terkenal Kitab Harmalah,yaitu kitab karangan Imam Syafi'i Rhl. yg disusun oleh murid beliau ini,yaitu Harmalah bin Yahya. Selain beliau ahli fikih Syafi'i yg terkenal,juga beliau ahli Hadits yg banyak menghafal hadits-hadits Nabi. Kabarnya beliau telah menghafal 10.000 hadits Nabi. Diantara ahli-ahli hadits yg menjadi murid dari Harmalah ini,terdapat Imam Muslim yg terkenal,Imam Ibnu Qutaibah,Imam Hasan bin Sofyan.*
6. * Az Za'farani* (wafat 260 H). Nama lengkap beliau ini adalah Imam al Hasan bin Muhammad Ash Shabah az Za'farani. Lahir di dusun Za'farani dan kemudian pindah ke kota Bagdad di mana di sini beliau belajar kepada Imam Syafi'i Rhl. Imam Az Za'farani adalah murid langsung dari Imam Syafi'i. Imam Bukhari seorang ahli Hadits yg terkenal banyak mengambil Hadits dari az Za'farani ini tetapi beliau bukan menjadi orang Mujtahid dalam fiqih. Beliau tetap memegang Madzhab Imam Syafi'i Rahimahullah. Dari beliau ini mengalirlah ajaran fiqih Syafi'i kepada Imam Bukhari yg terkenal sehingga beliau menganut Madzhab Syafi'i dalam syari'at dan ibadat.*
7. *AL KARIBISI * (wafat 245 H) Nama lengkap beliau adalah Imam Abu 'Ali Husein bin 'Ali al Karibisi. Beliau juga seorang murid lansung dari Imam Syafi'i Rhl. sesudah terlebih dahulu menganut ajaran Imam Abu Hanifah(Hanafi) dan kemudian masuk dalam Madzhab Syafi'i. Beliau adalah menjadi tiang tengah dalam menegakkan fatwa dan aliran Imam Syafi'i Rhl.*
8. * AT TUJIBI * (WAFAT:250 H). Ahmad bin Yahya bin Wazir bin Sulaiman at Tujibi Beliau adalah seorang Ulama yg belajar langsung dalam ilmu fiqih kepada Imam Syafi'i Rhl. Meninggal dan bermakam di Mesir.
9. *MUHAMMAD BIN SYAFI'I * Muhammad bin Syafi'i,gelarnya Abu Utsman al Qadhi. Beliau adalah anak yg tertua dari Imam Syafi'i Rhl. Pada akhir usia beliau menjabat kedudukan Qadhi di Jazirah dan wafat di situ tahun 240 H.*
10. * ISHAQ BIN RAHUYAH* (WAFAT 238 H) Nama lengkap beliau adalah Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad bin Ibrahim yg terkenal dengan nama Ibnu Rahuyah. Lahir tahun 166 H. wafat tahun 238 H. Beliau belajat fiqih kepada Imam Syafi'i Rhl. Yg terkenal.Bukan saja dalam ilmu fiqih tetapi juga dalam ilmu Hadits. Imam Bukhari,Muslim,Abu Daud,Tirmidzi,Ahmad bin Hanbal,banyak mengambil hadist dari Ishaq bin Rahuyah ini. Imam Nasai mengatakan bahwa Ibnu Rahuyah adalah Tsiqqah'',yaitu''dipercaya''*
11. * AL HUMAIDI *. Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Zuber bin Isa,Abu Bakar al Humaidi. Beliau adalah juga murid langsung dari Imam Syafi'i Rahimahullah. Beliaulah yg membawa dan mengembangkan Madzhab Syafi'i ketika di Mekkah,sehingga beliau diangkat menjadi Mufti Mekkah. Wafat di Mekkah pada tahun 219H. Inilah diantaranya 11 orang murid langsung dari Imam Syafi'i Rhl. yg kemudian menjadi Ulama Besar dan tetap teguh memegang Madzhab Syafi'i.* Dengan perantaraan beliau-beliau inilah Madzhab Syafi'i tersiar luas kepelosok-pelosok duni Islam terutama ke bagian Timur dari Hijaz,yaitu ke Iraq,ke Khurasan,ke Maawara an Nahr,ke Adzerbaiyan,ke Tabristan,juga ke Sind,ke Afganistan,ke India,ke Yaman dan terus ke Hadaramaut,ke Pakistan,India dan Indonesia. Beliau-beliau ini menyiarkan Madzhab Syafi'i dengan lisan dan tulisan.selain dari itu ada dua orang murid Imam Syafi'i Rhl.,yaitu Ahmad bin Hanbal,(wafat 241H) yg kemudian ternyata membentuk satu aliran dalam fikih yg bernama Madzhab Hanbali. Yg kedua Syeikh Muhammad bin Abdul Hakam,seorang Ulama murid langsung dari Imam Syafi'i Rhl.yg ilmunya tidak kalah dari al Buwaithi. Beliau ini pada akhir umurnya berpindah ke Madzhab Maliki dan wafat dalam tahun 268H.di Mesir* Ulama-ulama,murid yg langsung dari Imam Syafi'i Rhl.ini boleh dinamakan Ulama-ulama Syafi'iyah ''tingkatan pertama''. Ada ''tingkatan dua'',yaitu Ulama-ulama Syafi'iyah yg wafat dalam abad ke tiga juga,tetapi tidak belajar kepada Imam Syafi'i sendiri,melainkan kepada murid-murid Imam Syafi'i Rhl. Ulama-ulama itu adalah->
12. * AHMAD BIN SYAYYAR AL MAWARDI *(WAFAT 268 H) Nama lengkap beliau adalah Ahmad bin Sayyar bin Ayub Abu Hasan al Mawardzi. Beliau adalah murid dari Ishaq bin Rahuyah dan Ulama-ulama Syafi'i yg lain,Ulama-ulama seperi Nasai,Ibnu Khuzaimah,Imam Bukhari dan lain-lain,mengambil ilmu kepada beliau. Syeikh Ahmad bin Sayyar yg membawa dan mengembangkan Madzhab Syafi'i ke Marwin,ke Gazanah di India,ke Afganistan dan lain-lain. Beliau adalah pengarang kitab ''Tarikh Marwin''*
13. *IMAM ABU JA'FAR AT TIRMIDZI* (WAFAT:295 H). Nama lengkap beliau ini adalah Muhammad bin Ahmad bin Nashar,Abu Ja'far at Tirmidzi. Beliau adalah Ulama Besar Syafi'iyah di Iraq sebelum masanya Ibnu Surej. Beliau mengarang sebuah kitab dengan judul ''Kitab Ikhtilaf Akhlis Shalat'' dalam usulluddin.*
14. *ABU HATIM AR RAZI *(WAFAT 277 H) Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Idris bin Munzir bin Daud bin Mihram. Abu Hatim ar Razi,lahir tahun 195 H. Beliau adalah seorang Ulama Syafi'iyah yg besar,yg mengatakan bahwa beliau telah berjalan kaki mencari Hadits pada tingkat pertama sepanjang 1000 farsakh. Beliau berjalan kaki dari Bahrein ke Mesir,ke Ramlah di Palestina,ke Damaskus,ke Inthakiah,ke Tharsus,kemudian kembali ke Iraq dalam usia 20 tahun. Diantara guru beliau dalam fikih ialah Yunus bin Abdul A'ala,yaitu sahabat-sahabat Imam Syafi'i Rhl.*
15. * IMAM BUKHARI * (WAFAT 256 H) Nama lengkap beliau Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughitah bin Bardizbah al Jufri al Bukhari. Lahir tahun 194 H. di Bukhara Asia Tengah. Sejak kecil beliau sudah menghafal Al-Qur'an di luar kepala dan sangat menyukai mencari dan mendengar Hadits-hadits Nabi. Kemudian selama 16 tahun beliau menyusun dan mengarang kitab sahihnya yg berjudul kitab ''Sahih al Bukhari'' Beliau selalu berkelana ke daerah-daerah dan kota-kota negeri Islam ketika itu. Beliau belajar Hadits-hadits di negerinya dan kemudian pergi ke Balkha,ke Marwa,ke Nisabur,ke Rai,ke Basrah,ke Kufah,ke Mekkah,ke Madinah,ke Mesir,ke Damaskus,ke Asqalan dan lain-lain. Perjalanan beliau ini adalah dalam rangka mencari ulama-ulama yg menyimpan hadits dalam dadanya untuk dituliskannya di dalam kitab yg ketika itu sangat kurang sekali. Kitab sahih Bukhari itu adalah kitab agama Islam yg kedua sesudah Al-Qur'an. Hadits-hadits di dalamnya menjadi sumber hukum yg kuat dalam fiqih(hukum)Islam. Pada mulanya beliau sampai menghafal hadits sebanyak 600.000 hadits yg diambilnya dari 1080 orang guru,tetapi kemudian setelah disaring dan disaringnya lagi,maka yg dituliskannya dalam Kitab Sahih Bukhari hanya 1275 hadits. Kalau disatukan hadits yg berulang-ulang disebutnya dalam kitab itu,jadinya berjumlah 4000 hadits yg kesemuanya hadits sahih dan diterima oleh seluruh dunia Islam,terkecuali oleh orang yg buta mata hatinya. Diantara guru beliau dalam fiqih Syafi'i adalah Imam al Humaidi,sahabat Imam Syafi'i yg belajar fiqih kepada Imam Syafi'i ketika berada di Makkah al Mukarramah. Juga beliau belajar fiqih dan Hadits kepada Za'farani dan Abu Tsur dan Al Karabisi,ketiganya adalah murid Imam Syafi'i Rhl. Demikian diterangkan oleh Imam Abu 'Ashim al Abbadi dalam kitab ''Thabaqaf''nya. Beliau tidak banyak membicarakan soal fiqih,tetapi hampir semua pekerjaan beliau berkisar kepada hadits-hadits saja yg tidak mengambil hukum dari hadits-hadits itu. Inilah suatu bukti bahwa beliau bukan Imam Mujtahid,tetapi ahli hadits yg didalam furu' syari'at beliau menganut Madzhab Syafi'i Rahimahullah. Di dalam kitab ''Faidul Qadir'' syarah Jamius Shagir pada juz I hal. 24 diterangkan bahwa Imam Bukhari mengambil fiqih dari al Haimadi dan sahabat Imam Syafi'i yg lain. Imam Bukhari tidak mengambil hadits dari Imam Syafi'i Rhl.karena beliau meninggal dalam usia muda,tetapi Imam Bukhari belajar dan mengambil hadits dari murid-murid Imam Syafi'i Rhl. Tetapi sungguh pun begitu,di dalam kitab sahih Bukhari ada dua kali Imam Syafi'i disebut,yaitu pada bab Rikaz yg lima dalam kitab Zakat dan pada bab Tafsir 'Araya dalam kitab Buyu'.(lihat Fathul Bari juz IV,hal 106 dan juz V hal.295).
ULAMA-ULAMA besar ber-madzhab Syafi'i dari abad ke abad banyak sekali, sehingga tak terhitung lagi banyaknya, karena madzhab ini sudah lama berkembang, pengaruhnya sudah amat luas pula, hampir diseluruh pelosok dunia Islam. Imam Syafi'i wafat pada tahun 204 H. lebih 1000 tahun yg lalu. Untuk menghitung dan menguraikan nama Ulama-ulama Syafi'i satu persatu sudah tentu membutuhkan satu buku besar. Imam Tajuddin Subki (wafat 771H) dalam Kitabnya Tabaqatus Syafi'iyah al Kubra, juz I hal 26,menerangkan bahwa sudah ada Ulama-ulama Islam sebelumnya mengarang kitab ''Thabaqat Syafi'i'' yaitu kitab-kitab yg menerangkan Ulama-ulama Syafi'iyah dan Kitab-kitabnya dari abad ke abad.*
Di antaranya:
1. Muhammad bin Suleiman as Shu'luki (wafat: 440H) dengan judul Al Munahazzab fi Syuyukhil Madzhab. 2. Abu Thaib at Tabari, (wafat 450) dengan judul Mukhtasar.
3. Abu 'Ashil al Abbadi (wafat 458) dengan nama thabaqat.
4. Abi Ishaq as Syirazi (wafat 476H) dengan nama Mukhtasar.
5. Abu Muhammad al-Jurjani (wafat 489H) dengan nama At Thabaqat.
6. Imam Abu Muhammad Abdul Wahab bin Muhammad (wafat 500 H) dengan nama Tarekh al Fuqaha.*
7. Imam Abu Najib as Syahrawardi (wafat 563H) dengan nama Thabaqat.
8. Imam Ibnu Shalah (wafat 634H) dengan nama kitab Thabaqat. Demikian diterangkan oleh Imam Tajuddin
Subki.
Hanya disayangkan bahwa kitab-kitab Thabaqat itu tidak sampai di Indonesia. Yg ada kita lihat
hanyalah kitab Thabaqatus Syafi'iyah al Kubra karangan Tajuddin Subki 6 juz 3 jilid,dicetak oleh
Mathba'ah Husainiyah Kairo tahun 1324 H. dan cetakan baru pada Mathba'ah Isa al Babil Halabi Kairo
tahun 1383 H. Dan sesudah abad Tajuddin Subki,sudah banyak pula pengarang-pengarang,mengarang
kitab-kitab Thabaqat.* Diantaranya:
9. Syeikh Jamaluddin al Asnawi (wafat 772 H) dengan nama Thabaqat.
10. Syeikh Umar bin Bundar (wafat 672 H) dengan nama Thabaqat At Tafsili.
11. Al Hafizh Ibnu Katsir (wafat 774 H) mengarang juga kitab Thabaqat.
12. Syeikh Muhammad bin Hasan al Wasithi (wafat 776 H) dengan nama Mathalibul 'Aliyah fi Manaqibis
Syafi'iyah.
13. Syeikh Syamsuddin Muhammad bin Abdurrahman Qadhi Shafad (wafat 780 H) mengarang juga Kitab
Thabaqat.
14. Qadhi Syarifuddin,Abu Abdillah bin Quthub (wafat 800 H) mengarang Kitab Al Kafi fi Ma'rifati Ulama
Madzhab Syafi'i.*
15. Syeikh Sirajuddin Umar bin Ali yg terkenal dengan nama Ibnul Mulqin (wafat 804 H) dengan judul Al
Aqdul Mudzahab fi Thabaqat Hamlatil Madzhab.
16. Alfirudzabadi (wafat 817 H) pengarang Kamus al Muhith mengarang juga kitab Thabqat, bernama Al
Maqatul Arfa'iah.
17. Imam Taqiyuddin ad Dimsyaqi (wafat 851 H) mengarang juga kitab Thabaqat yg dibagi atas 29 tingkat. 18. Radhiyuddin Muhammad bin Ahmad al'Amiri (wafat 864 H) mengarang juga dengan nama Bahyatun
Nashirin
19. Qadhi Quthubuddin Muhammad bin Muhammad Al Khaidhari (wafat 894 H) dengan judul Al Luma' al
Alma'iyah.*
20. Syeikh Kamaluddin Abul Ma'ali (wafat 906 H) mengarang juga kitab Thabaqat.
21. Abu Bakar bin Hijayatullah (wafat 1014 H). mengarang Kitab Thabaqa Syafi'iyah.
22. Syeikhul Islam as Syarkawi (wafat 1227 H) mengarang Kitab Thabaqat yg menerangkan terjemahan
Ulama-ulama Syafi'i dari tahun 900 sampai 1121 H.*
Demikian yg dapat dicatat kitab-kitab Thabaqat yg dikarang oleh Ulama-ulama Syafi'iyah. Hanya disayangkan sebagai yg dikatakan diatas bahwa kitab-kitab itu tidak sampai ke Indonesia sehingga kita tidak dapat menikmatinya. Disamping itu disyangkan lagi bahwa kitab Thabaqat Syafi'iyah dan Ulama-ulama bangsa Indonesia yg ber-Madzhab Syafi'i belum ada,sehingga sulit kita mencari tarekh Ulama-ulama Syafi'i bangsa Indonesia yg juga tidak sedikit jumlahnya. Tetapi sungguhpun begitu dalam fasal ini akan kita kemukakan juga nama-nama bintang Ulama-ulama Syafi'i dari abad ke abad,yaitu nama-nama yg biasa didengar atau bisa kita baca dalam kitab-kitab Syafi'iyah yg beredar di Indonesia.*
Kita yakin bahwa yg tidak tertulis disini ratusan kali lebih banyak dari yg tertulis,sebagai yg kita katakan diatas,bahwa kalau ditulis semuanya pasti akan menjadi buku setebal 10 jilid. Sesuai dengan qaedah usul fiqih,apa yg tidak dapat semuanya tidak ditinggalkan sebahagiannya. Kami akan menguraikan nama-nama itu dengan membagi menurut ''abad wafatnya'' supaya dapat dilihat dengan nyata keagungan Madzhab Syafi'i ini dari abad ke abad dan supaya jangan lagi ada orang dinegeri kita ini yg menganggap remeh dan rendah Madazhab Syafi'i itu. Kami mulai dengan abad ke III, yaitu dari abad wafatnya Imam Besar SYAFI'I Rhl.
* * ABAD-III Hijriyah *
1. ''Imam Syafi'i Rahimahullah'' (wafat 204H). Nama lengkap beliau adalah ABU ABDILLAH MUHAMMAD bin IDRIS as SYAFI'I. Lahir di Gazzah Palestina (150 H) dan wafat di Mesir(Kairo)(204 H). Inilah Imam Besar, Mujtahid Muthlaq (Mujtahid Penuh) dalam Madzhab Syafi'i.*
2. ''Ar Rabi'i bin Sulaiman al Muradi''(wafat 270 H) Beliau ini adalah murid langsung dari Imam Syafi'i Rhl.,di bawa dari Bagdad sampai ke Mesir. Lahir tahun 174H. (wafat tahun 270 H) Beliau inilah yg membantu Imam Syafi'i Rhl. menulis kitab-kitabnya Al Umm dan kitab Usul Fiqih yg pertama di dunia, yaitu Kitab Risalah al Jadidah. Berkata Muhammad bin Hamdan: ''Saya datang kerumah Rabi'i pada suatu hari,di mana di dapati di hadapan rumahnya 700 kendaraan membawa orang yg datang mempelajari kitab Syafi'i dari beliau''. Ini suatu bukti bahwa Ar Rabi'i bin Sulaiman al Muradi adalah seorang yg utama,penyiar dan penyebar Madzhab Syafi'i Rhl.dalam abad-abad yg pertama.
Tersebut dalam kitab Al Majmu' halaman 70,kalau ada perkataan ''sahabat kita ar Rabi'i'' maka maksudnya adalah Ar Rabi'i bin Sulaiman al Muradi ini. Didalam kitab Al Munadzab tidak ada Ar Rabi'i selain ar Rabi'i ini,kecuali satu Ar Rabi'i dalam masalah menyamak kulit yg bukan Ar Rabi'i ini,tetapi Ar Rabi'i bin Sulaiman al Jizi. (Beliau ini adalah sahabat Imam Syafi'i Rhl.juga.)*
3. ''Al Buwaithi'' (wafat 231 H) Nama lengkap beliau adalah Abu Ya'kup Yusuf bin Yahya al Buwaithi,lahir di desa Buwaith (Mesir) wafat 231 H. Beliau ini adalah murid langsung dari Imam Syafi'i Rhl.sederajat dengan Ar Rabi'i bin Sulaiman al Muradi.
Imam Syafi'i berkata: ''Tidak seorang juga yg lebih berhak atas kedudukanku melebihi dari Yusuf bin Yahya al Buwaithi''dan Imam Syafi'i Rhl. berwasiat,manakala beliau wafat maka yg akan mengantikan kedudukan beliau sebagai pengajar adalah Al Buwaithi ini. Beliau menggantikan Imam Syafi'i Rhl.berpuluh tahun dan pada akhir umur beliau ditangkap lantaran persoalan ''fitnah Qur'an'',yaitu tentang makhluk atau tidaknya Qur'an yg digerakkan oleh kaum Mu'tazilah. Akhirnya al Buwaithi ditangkap oleh Khalifah yg pro faham Mu'tazilah,lalu dibawa dengan ikatan rantai pada tubuhnya ke Bagdad. Beliau meninggal dalam penjara di Bagdad tahun 231 H. Beliau Syahid karena mempertahankan kepercayaab dan i'tiqad beliau,yaitu i'tiqad kaum ahlussunnah wal jama'ah yg mempercayai bahwa Qur'an itu adalah Kalam Allah yg Qadim,bukan ''ciptaan Allah'',(makhluk).*
4. '' Al Muzany '' (wafat 264 H). Nama lengkap beliau adalah Imam Abu Ibrahim,Ismail bin Yahya Al Muzany,lahir di Mesir 175 H dan 25 tahun lebih muda dari Imam Syafi'i Rhl. Beliau adalah seorang ulama yg saleh,zuhud dan rendah hati. Beliau banyak mengarang kitab fiqih Syafi'iyah,seumpama: 1. Al Jami' al Kabir. 2. Al Jami' as Shagir. 3. Al Mukhtashar. 4. Al Mantsur. 5. At Targib fil Ilmu. 6. Kitabul Watsaiq. 7. Al Masail al Mu'tabarah. 8. Dan lain-lain.*
5 *Harmalah at Tujibi* (lahir tahun 166 H - wafat tahun 243 H.) Nama lengkapnya Harmalah bin Yahya Abdullah at Tujibi,murid Imam Syafi'i Rhl. Imam Syafi'i Rhl. pernah berkata tentang sahabatnya ini,bahwa Al Muzani adalah pembela Madzhabnya. Setelah Imam al Buwaithi ditangkap maka al Muzany menggantikan kedudukannya dalam balakah Imam Syafi'i itu sampai beliau wafat pada tahun 264 H.(60 tahun terkemudian dari Imam Syafi'i Rhl.) Beliau seorang Ulama besar penegak Madzhab Syafi'i yg menyusun kitab-kitab Madzhab Syafi'i. Didalam Madzhab Syafi'i terkenal Kitab Harmalah,yaitu kitab karangan Imam Syafi'i Rhl. yg disusun oleh murid beliau ini,yaitu Harmalah bin Yahya. Selain beliau ahli fikih Syafi'i yg terkenal,juga beliau ahli Hadits yg banyak menghafal hadits-hadits Nabi. Kabarnya beliau telah menghafal 10.000 hadits Nabi. Diantara ahli-ahli hadits yg menjadi murid dari Harmalah ini,terdapat Imam Muslim yg terkenal,Imam Ibnu Qutaibah,Imam Hasan bin Sofyan.*
6. * Az Za'farani* (wafat 260 H). Nama lengkap beliau ini adalah Imam al Hasan bin Muhammad Ash Shabah az Za'farani. Lahir di dusun Za'farani dan kemudian pindah ke kota Bagdad di mana di sini beliau belajar kepada Imam Syafi'i Rhl. Imam Az Za'farani adalah murid langsung dari Imam Syafi'i. Imam Bukhari seorang ahli Hadits yg terkenal banyak mengambil Hadits dari az Za'farani ini tetapi beliau bukan menjadi orang Mujtahid dalam fiqih. Beliau tetap memegang Madzhab Imam Syafi'i Rahimahullah. Dari beliau ini mengalirlah ajaran fiqih Syafi'i kepada Imam Bukhari yg terkenal sehingga beliau menganut Madzhab Syafi'i dalam syari'at dan ibadat.*
7. *AL KARIBISI * (wafat 245 H) Nama lengkap beliau adalah Imam Abu 'Ali Husein bin 'Ali al Karibisi. Beliau juga seorang murid lansung dari Imam Syafi'i Rhl. sesudah terlebih dahulu menganut ajaran Imam Abu Hanifah(Hanafi) dan kemudian masuk dalam Madzhab Syafi'i. Beliau adalah menjadi tiang tengah dalam menegakkan fatwa dan aliran Imam Syafi'i Rhl.*
8. * AT TUJIBI * (WAFAT:250 H). Ahmad bin Yahya bin Wazir bin Sulaiman at Tujibi Beliau adalah seorang Ulama yg belajar langsung dalam ilmu fiqih kepada Imam Syafi'i Rhl. Meninggal dan bermakam di Mesir.
9. *MUHAMMAD BIN SYAFI'I * Muhammad bin Syafi'i,gelarnya Abu Utsman al Qadhi. Beliau adalah anak yg tertua dari Imam Syafi'i Rhl. Pada akhir usia beliau menjabat kedudukan Qadhi di Jazirah dan wafat di situ tahun 240 H.*
10. * ISHAQ BIN RAHUYAH* (WAFAT 238 H) Nama lengkap beliau adalah Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad bin Ibrahim yg terkenal dengan nama Ibnu Rahuyah. Lahir tahun 166 H. wafat tahun 238 H. Beliau belajat fiqih kepada Imam Syafi'i Rhl. Yg terkenal.Bukan saja dalam ilmu fiqih tetapi juga dalam ilmu Hadits. Imam Bukhari,Muslim,Abu Daud,Tirmidzi,Ahmad bin Hanbal,banyak mengambil hadist dari Ishaq bin Rahuyah ini. Imam Nasai mengatakan bahwa Ibnu Rahuyah adalah Tsiqqah'',yaitu''dipercaya''*
11. * AL HUMAIDI *. Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Zuber bin Isa,Abu Bakar al Humaidi. Beliau adalah juga murid langsung dari Imam Syafi'i Rahimahullah. Beliaulah yg membawa dan mengembangkan Madzhab Syafi'i ketika di Mekkah,sehingga beliau diangkat menjadi Mufti Mekkah. Wafat di Mekkah pada tahun 219H. Inilah diantaranya 11 orang murid langsung dari Imam Syafi'i Rhl. yg kemudian menjadi Ulama Besar dan tetap teguh memegang Madzhab Syafi'i.* Dengan perantaraan beliau-beliau inilah Madzhab Syafi'i tersiar luas kepelosok-pelosok duni Islam terutama ke bagian Timur dari Hijaz,yaitu ke Iraq,ke Khurasan,ke Maawara an Nahr,ke Adzerbaiyan,ke Tabristan,juga ke Sind,ke Afganistan,ke India,ke Yaman dan terus ke Hadaramaut,ke Pakistan,India dan Indonesia. Beliau-beliau ini menyiarkan Madzhab Syafi'i dengan lisan dan tulisan.selain dari itu ada dua orang murid Imam Syafi'i Rhl.,yaitu Ahmad bin Hanbal,(wafat 241H) yg kemudian ternyata membentuk satu aliran dalam fikih yg bernama Madzhab Hanbali. Yg kedua Syeikh Muhammad bin Abdul Hakam,seorang Ulama murid langsung dari Imam Syafi'i Rhl.yg ilmunya tidak kalah dari al Buwaithi. Beliau ini pada akhir umurnya berpindah ke Madzhab Maliki dan wafat dalam tahun 268H.di Mesir* Ulama-ulama,murid yg langsung dari Imam Syafi'i Rhl.ini boleh dinamakan Ulama-ulama Syafi'iyah ''tingkatan pertama''. Ada ''tingkatan dua'',yaitu Ulama-ulama Syafi'iyah yg wafat dalam abad ke tiga juga,tetapi tidak belajar kepada Imam Syafi'i sendiri,melainkan kepada murid-murid Imam Syafi'i Rhl. Ulama-ulama itu adalah->
12. * AHMAD BIN SYAYYAR AL MAWARDI *(WAFAT 268 H) Nama lengkap beliau adalah Ahmad bin Sayyar bin Ayub Abu Hasan al Mawardzi. Beliau adalah murid dari Ishaq bin Rahuyah dan Ulama-ulama Syafi'i yg lain,Ulama-ulama seperi Nasai,Ibnu Khuzaimah,Imam Bukhari dan lain-lain,mengambil ilmu kepada beliau. Syeikh Ahmad bin Sayyar yg membawa dan mengembangkan Madzhab Syafi'i ke Marwin,ke Gazanah di India,ke Afganistan dan lain-lain. Beliau adalah pengarang kitab ''Tarikh Marwin''*
13. *IMAM ABU JA'FAR AT TIRMIDZI* (WAFAT:295 H). Nama lengkap beliau ini adalah Muhammad bin Ahmad bin Nashar,Abu Ja'far at Tirmidzi. Beliau adalah Ulama Besar Syafi'iyah di Iraq sebelum masanya Ibnu Surej. Beliau mengarang sebuah kitab dengan judul ''Kitab Ikhtilaf Akhlis Shalat'' dalam usulluddin.*
14. *ABU HATIM AR RAZI *(WAFAT 277 H) Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Idris bin Munzir bin Daud bin Mihram. Abu Hatim ar Razi,lahir tahun 195 H. Beliau adalah seorang Ulama Syafi'iyah yg besar,yg mengatakan bahwa beliau telah berjalan kaki mencari Hadits pada tingkat pertama sepanjang 1000 farsakh. Beliau berjalan kaki dari Bahrein ke Mesir,ke Ramlah di Palestina,ke Damaskus,ke Inthakiah,ke Tharsus,kemudian kembali ke Iraq dalam usia 20 tahun. Diantara guru beliau dalam fikih ialah Yunus bin Abdul A'ala,yaitu sahabat-sahabat Imam Syafi'i Rhl.*
15. * IMAM BUKHARI * (WAFAT 256 H) Nama lengkap beliau Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughitah bin Bardizbah al Jufri al Bukhari. Lahir tahun 194 H. di Bukhara Asia Tengah. Sejak kecil beliau sudah menghafal Al-Qur'an di luar kepala dan sangat menyukai mencari dan mendengar Hadits-hadits Nabi. Kemudian selama 16 tahun beliau menyusun dan mengarang kitab sahihnya yg berjudul kitab ''Sahih al Bukhari'' Beliau selalu berkelana ke daerah-daerah dan kota-kota negeri Islam ketika itu. Beliau belajar Hadits-hadits di negerinya dan kemudian pergi ke Balkha,ke Marwa,ke Nisabur,ke Rai,ke Basrah,ke Kufah,ke Mekkah,ke Madinah,ke Mesir,ke Damaskus,ke Asqalan dan lain-lain. Perjalanan beliau ini adalah dalam rangka mencari ulama-ulama yg menyimpan hadits dalam dadanya untuk dituliskannya di dalam kitab yg ketika itu sangat kurang sekali. Kitab sahih Bukhari itu adalah kitab agama Islam yg kedua sesudah Al-Qur'an. Hadits-hadits di dalamnya menjadi sumber hukum yg kuat dalam fiqih(hukum)Islam. Pada mulanya beliau sampai menghafal hadits sebanyak 600.000 hadits yg diambilnya dari 1080 orang guru,tetapi kemudian setelah disaring dan disaringnya lagi,maka yg dituliskannya dalam Kitab Sahih Bukhari hanya 1275 hadits. Kalau disatukan hadits yg berulang-ulang disebutnya dalam kitab itu,jadinya berjumlah 4000 hadits yg kesemuanya hadits sahih dan diterima oleh seluruh dunia Islam,terkecuali oleh orang yg buta mata hatinya. Diantara guru beliau dalam fiqih Syafi'i adalah Imam al Humaidi,sahabat Imam Syafi'i yg belajar fiqih kepada Imam Syafi'i ketika berada di Makkah al Mukarramah. Juga beliau belajar fiqih dan Hadits kepada Za'farani dan Abu Tsur dan Al Karabisi,ketiganya adalah murid Imam Syafi'i Rhl. Demikian diterangkan oleh Imam Abu 'Ashim al Abbadi dalam kitab ''Thabaqaf''nya. Beliau tidak banyak membicarakan soal fiqih,tetapi hampir semua pekerjaan beliau berkisar kepada hadits-hadits saja yg tidak mengambil hukum dari hadits-hadits itu. Inilah suatu bukti bahwa beliau bukan Imam Mujtahid,tetapi ahli hadits yg didalam furu' syari'at beliau menganut Madzhab Syafi'i Rahimahullah. Di dalam kitab ''Faidul Qadir'' syarah Jamius Shagir pada juz I hal. 24 diterangkan bahwa Imam Bukhari mengambil fiqih dari al Haimadi dan sahabat Imam Syafi'i yg lain. Imam Bukhari tidak mengambil hadits dari Imam Syafi'i Rhl.karena beliau meninggal dalam usia muda,tetapi Imam Bukhari belajar dan mengambil hadits dari murid-murid Imam Syafi'i Rhl. Tetapi sungguh pun begitu,di dalam kitab sahih Bukhari ada dua kali Imam Syafi'i disebut,yaitu pada bab Rikaz yg lima dalam kitab Zakat dan pada bab Tafsir 'Araya dalam kitab Buyu'.(lihat Fathul Bari juz IV,hal 106 dan juz V hal.295).
Saya Masih awam dan Faqir, banyak Perlu banyak belajar dari teman2 Para Alumni Pondok seluruh Indonesi. . Semoga Allah memberi Kefahaman kepada saya yg Dho'if ini. dari Allah Taufiq dan HidayahNya Wa'alaikum salam Saudara Fillahku
Langganan:
Postingan (Atom)