AHLUSSUNNAH WALJAMAAH KAUM TUA DI DUNIA

AHLUSSUNNAH WALJAMAAH KAUM TUA DI DUNIA
BAGAN BATU

Selasa, 31 Juli 2012

Belajar Ngaji dengan Silsilah bersanad mutawatir dari Guru2 & Ulama Muktabaroh Bukan Membaca Buku tanpa Guru !

BERANTAS SALAFY/ WAHABY, PENGUASA YANG MEMAKSAKAN KEHENDAK

          Bismillah...... Kami tidak menyangka begitu luasnya akibat hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi yang menerpa mereka Hal ini boleh jadi terjadi karena pemaksaan kehendak penguasa kerajaan dinasti Saudi bagi ulama disana untuk diseragamkan mengikuti pemahaman ulama Muhammad bin Abdul Wahhab. Mereka mewariskan pemahaman Muhammad bin Abdul Wahhab berlandaskan muthola'ah , menelaah kitab Ibnu Taimiyyah dengan akal pikirannya sendiri. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR At-Tirmidzi).

          Mereka tampaknya bukan pewaris Nabi Sayyidina Muhammad Shallallahu alaihi wasallam namun pewaris ulama Muhammad bin Abdul Wahhab. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sudah menggambarkan keadaan ini, penguasa yang memaksakan kehendak (Mulkan Jabbriyyan) dalam hadits berikut Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda "kalian akan mengalami babak Kenabian selama masa yang Allah kehendaki, kemudian babak kekhalifahan mengikuti manhaj Kenabian selama masa yang Allah kehendaki, kemudian babak Raja-raja yang menggigit,selama masa yang Allah kehendaki, kemudian babak para penguasa yang memaksakan kehendak selama masa yang Allah kehendaki, kemudian kalian akan mengalami babak kekhalifahan mengikuti manhaj Kenabian, kemudian Nabi diam.” (HR Ahmad) Sebagaimana kita ketahui Ummat Islam dewasa ini sedang menjalani babak keempat dari lima babak perjalanan sejarahnya di Akhir Zaman. Tiga babak sebelumnya telah dilalui: Babak pertama, babak An-Nubuwwah (Kenabian) yakni masa ketika manhaj kenabian berlangsung Babak kedua, babak Khilafatun ’ala Minhaj An-Nubuwwah (Kekhalifahan yang mengikuti Sistem / Metode Kenabian), Babak ketiga, babak Mulkan ’Aadhdhon (Raja-raja yang menggigit)., masa ketika raja-raja masih “mengigit” / berpegangan pada Al-Qur’an dan Hadits. Sesudah berlalunya babak ketiga yang ditandai dengan tigabelas abad masa kepemimpinan Kerajaan Daulat Bani Umayyah, kemudian Kerajaan Daulat Bani Abbasiyyah dan terakhir Kesultanan Utsmani Turki, maka selanjutnya ummat Islam memasuki babak keempat, babak Mulkan Jabbriyyan (Penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak seraya mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya). Babak keempat diawali semenjak runtuhnya Kesultanan Utsmani Turki yang sekaligus merupakan kekhalifahan Islam terakhir pada tahun 1924. Setelah runtuhnya sistem pemerintahan Islam, maka selanjutnya ummat Islam mulai menjalani kehidupan dengan mengekor kepada pola kehidupan bermasyarakat dan bernegara ala Barat. Mulailah di berbagai negeri muslim didirikan di atasnya berbagai nation-state (negara bedasarkan kesatuan bangsa). Padahal sebelumnya semenjak Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjadi kepala negara Daulah Islamiyyah (Negara Islam) pertama di Madinah, ummat Islam hidup dalam sistem aqidah-state (negara berdasarkan kesatuan aqidah) selama ribuan tahun. Sejak memasuki babak keempat dunia Islam mulai mengalami peralihan kepemimpinan. Asalnya masih dipimpin oleh sesama muslim, maka Allah ta’ala alihkan kepada kepemimpinan pihak Barat yang merupakan representatif kaum Zionis Yahudi. Sehingga terasa sekali bagaimana tidak berdayanya para pemimpin muslim di negeri mereka sendiri. Bahkan negeri muslim di mana terdapat dua kota suci utama (Mekkah dan Madinah) raja dan para pangerannya takluk kepada kemauan pihak Barat. Sehingga tidak mengherankan saat terjadinya penzaliman Zionis Yahudi Israel kepada saudara-saudara kita di Gaza-Palestina, negara kerajaan Arab Saudi tidak menunjukkan keberpihakannya kepada Palestina, apalagi kepada Hamas. Malah sebaliknya mereka bersama Mesir dan Jordan bermain mata alias berkolaborasi dengan musuh ummat Islam, yaitu Zionis Yahudi Israel. Mereka menjadi korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi karena mereka menjadikan Inggris, Amerika atau pihak Barat yang merupakan representatif dari kaum Zionis Yahudi sebagai teman kepercayaan, penasehat, pelindung dan pemimpin. Bahkan mereka menyusun kurikulum pendidikan agama bekerjasama dengan Amerika yang merupakan representatif kaum Zionis Yahudi, sebagaimana yang dapat diketahui dari tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/07/muslim-bukanlah-ekstrimis/ Firman Allah Azza wa Jalla, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (QS Ali Imran, 118) “Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119) “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 ) Salah satu contoh penghasutnya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens menyelidiki dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpulan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab) dan istiqomah mengikuti tharikat-tharikat tasawuf. Laurens mengupah ulama-ulama yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis buku buku yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis. Contohnya mereka terhasut sehingga mereka salah memahami maksud atau tujuan perkataan Imam Mazhab yang empat yang mengatakan tinggalkanlah pendapat mereka jika menyelisihi Al Qur'an dan As Sunnah dan mereka malah meninggalkan seluruh hasil jerih payah Imam Mazhab yang empat. Contohnya mereka ada yang mengikuti cara sholat seperti yang disampaikan oleh ulama Al Albani dan meninggalkan cara sholat yang disampaikan oleh Imam Mazhab yang empat yang melihat langsung cara sholat Salafush Sholeh yang mengikuti cara Sholatnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam Padahal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat". (HR Bukhari) Beliau tidak mengatakan “Shalatlah kalian seperti yang dipahami oleh seorang ulama”, seperti ulama Al Albani" Sholat adalah praktek, melihat dan mencontoh. Ulama yang melihat shalatnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah Salafush Sholeh. Ulama yang melihat sholatnya Salafush Sholeh adalah Imam Mazhab yang empat dan menuliskan apa yang mereka lihat kedalam kitab fiqih agar mudah dipahami dan dikuti oleh kaum Muslim dikemudian hari Contoh, mereka ada yang bersedekap di atas dada sedangkan Imam Mazhab yang empat, sebagaimana yang disampaikan dalam kitab mazhab 4, Al Juzairi menyampaikan, Imam Malik ~rahimahullah, "Meletakkan tangan di atas pusar dan di bawah dada" Imam Hanafi ~rahimahullah, "Meletakkan tangan di atas pusar dan di bawah dada" Imam Hambali ~rahimahullah, "Meletakkan tangan di bawah pusar" Imam Syafi'i ~rahimahullah, "Meletakkan tangan di atas pusar dan di bawah dada" Imam Nawawi ~rahimahullah berkata : “Meletakkannya di bawah dadanya dan di atas pusarnya, inilah madzhab kita yang masyhur, dan demikianlah pendapat jumhur (terbanyak) ulama, dalam pendapat Hanafi dan beberapa imam lainnya adalah menaruh kedua tangan di bawah pusar, menurut Imam Malik boleh memilih antara menaruh kedua tangan di bawah dadanya atau melepaskannya kebawah dan ini pendapat Jumhur dalam mazhabnya dan yang masyhur pada mereka” (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 4 hal 114) Mereka mengatakan bahwa bersedekap di atas dada berdasarkan hadits yang shohih. Haditsnya shohih namun pemahamannya yang tidak shohih. Apalagi yang melakukan upaya pemahaman (ijtihad) tidaklah dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak. Dalam perkara syariat tidak ada yang dikatakan "penemuan baru" atau "pembaharuan", perkara syariat adalah harus sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Hal ini bukanlah sekedar permasalahan ijtihadiyah. Perbedaan ijtihad hanya dapat diterima jika ulama yang berijtihad berkompentesi sebagai Imam Mujtahid Mutlak. Sedangkan ulama Al Albani tidaklah dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujathid Mutlak. Bahkan salah satu ulama keturunan cucu Rasulullah mengatakan dalam tulisannya tentang Al Albani pada http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=22475&catid=9 bahwa beliau sebenarnya tak suka bicara mengenai ini (menyampaikannya), namun beliau memilih mengungkapnya ketimbang hancurnya ummat. Ulama yang melakukan ijtihad tidak boleh hanya sekedar berkemampuan memahami bahasa Arab Kompetensi yang dibutuhkan untuk boleh menggali sendiri dari Al Qur’an dan As Sunnah adalah a. Mengetahui dan menguasai bahasa arab sedalam-dalamnya, karena al-quran dan as-sunnah diturunkan Allah dan disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam bahasa Arab yang fushahah dan balaghah yang bermutu tinggi, pengertiannya luas dan dalam, mengandung hukum yang harus diterima. Yang perlu diketahui dan dikuasainya bukan hanya arti bahasa tetapi juga ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan bahasa arab itu seumpama nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’). b. Mengetahui dan menguasai ilmu ushul fiqh, sebab kalau tidak, bagaimana mungkin menggali hukum secara baik dan benar dari al-Quran dan as-Sunnah padahal tidak menguasai sifat lafad-lafad dalam al-Quran dan as-Sunnah itu yang beraneka ragam seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat. Semua itu masing-masing mempengaruhi hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. c. Mengetahui dan menguasai dalil ‘aqli penyelaras dalil naqli terutama dalam masalah-masalah yaqiniyah qath’iyah. d. Mengetahui yang nasikh dan yang mansukh dan mengetahui asbab an-nuzul dan asbab al-wurud, mengetahui yang mutawatir dan yang ahad, baik dalam al-Quran maupun dalam as-Sunnah. Mengetahui yang sahih dan yang lainnya dan mengetahui para rawi as-Sunnah. e. Mengetahui ilmu-ilmu yang lainnya yang berhubungan dengan tata cara menggali hukum dari al-Quran dan as-Sunnah. Bagi yang tidak memiliki kemampuan, syarat dan sarana untuk menggali hukum-hukum dari al-Quran dan as-Sunnah dalam masalah-masalah ijtihadiyah padahal dia ingin menerima risalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam secara utuh dan kaffah, maka tidak ada jalan lain kecuali taqlid kepada mujtahid yang dapat dipertanggungjawabkan kemampuannya yakni Imam Mazhab yang empat Kita telah melihat perbedaan pemahaman atau pendapat di antara ulama masa kini, oleh karenanya sebaiknya janganlah bersandar atau berpuas diri pada pemahaman seorang ulama seperti ulama Muhammad bin Abdul Wahhab, ulama Ibnu Taimiyyah atau ulama Al Albani. Kita harus menelusuri kepada pemahaman ulama-ulama yang sholeh sebelum mereka hingga penelusuran sampai kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Kita harus kembali kepada pemahaman dan pengamalan agama yang haq yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan menelusuri kembali melalui dua jalur utama yakni 1. Jalur ulama yang sholeh, bersanad ilmu atau bersanad guru tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. 2. Jalur ulama yang sholeh, bernasab atau bersilsilah keturunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang mendapatkan pengajaran agama dari orang tua-orang tua terdahulu tersambung kepada Imam Sayyidina Ali ra yang mendapatkan pengajaran agama langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam Kebenaran adalah apa yang diwahyukanNya dan disampaikan oleh lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Telusurilah terus hingga yakin bahwa yang diterima adalah benar dari lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bukan akal pikiran manusia yang didalamnya ada unsur hawa nafsu dan kepentingan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad) Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani) Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 ) Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”Barangsiapa yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmidzi) Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”. Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga” Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203 Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaan al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan“ Ketidak sesuaian dengan apa yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena mereka mendapatkan ilmu dari ulama yang bersanad ilmu (bersanad guru) tidak tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Mereka terputus sanad limunya karena mendapatkan ilmu bersandarkan akal pikiran atau prasangka manusia semata. Marilah kita menegakkan ukhuwah Islamiyah dengan mengakhiri perselisihan karena perbedaan pemahaman. Bersatulah dengan menyambungkan sanad ilmu hingga tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Cara menyambung sanad ilmu melalui dua jalur 1. Melalui sanad guru, mengikuti ulama yang bermazhab yang tersambung kepada Imam Mazhab yang empat. Contohnya tersambung kepada sanad gurunya Imam Syafi’i ra Sanad guru Imam Syafi’i ra a. Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam b. Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra c. Al-Imam Nafi’, Tabi’ Abdullah bin Umar ra d. Al-Imam Malik bin Anas ra e. Al-Imam Syafi’i Muhammad bin Idris ra 2. Melalui ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam Ikuti apa yang disampaikan oleh Al Imam Al Haddad dan yang setingkat dengannya, sampai ke Al Imam Umar bin Abdurrahman Al Attos dan yang setingkat dengannya, sampai ke Asy’syeh Abubakar bin Salim, kemudian Al Imam Syihabuddin, kemudian Al Imam Al Aidrus dan Syeh Ali bin Abibakar, kemudian Al Imam Asseggaf dan orang orang yang setingkat mereka dan yang diatas mereka, sampai keguru besar Al Fagih Almugoddam Muhammad bin Ali Ba’alawi Syaikhutthorigoh dan orang orang yang setingkat dengannya, sampai ke Imam Al Muhajir Ilalloh Ahmad bin Isa dan orang orang yang setingkat dengannya Sejak abad 7 H di Hadramaut (Yaman), dengan keluasan ilmu, akhlak yang lembut, dan keberanian Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra beliau berhasil mengajak para pengikut Khawarij untuk menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih dan Ahlus Sunnah wal jama’ah dalam akidah. Tidak sedikit dari kaum Khawarij yang dulunya bersifat brutal, akhirnya menyatakan taubat di hadapan beliau. Dan sebelum abad 7 H berakhir, madzhab Khawarij telah terhapus secara menyeluruh dari Hadramaut, dan Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah diterima oleh seluruh penduduknya. Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” terutama bagi kaum Alawiyin, karena kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya. Ini dapat dilihat bagaimana amalan mereka dalam bidang ibadah, yang tetap berpegang pada madzhab Syafi’i, seperti pengaruh yang telah mereka tinggalkan di Nusantara ini. Dalam bidang Tasawuf, meskipun ada nuansa Ghazali, namun di Hadramaut menemukan bentuknya yang khas, yaitu Tasawuf sunni salaf Alawiyin yang sejati Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Saat ini negeri muslimin terbesar di dunia adalah Indonesia , dan yang membawa Islam ke Indonesia adalah penduduk Yaman (yang datang pada abad ke – 16 dari Hadramaut dan juga ada yang melalui Gujarat), dari keluarga Al Hamid, As Saggaf , Al Habsy dan As Syathiry, Assegaf dan lain lain (masih banyak lagi para keluarga dzurriyat baginda Nabi saw, yang sampai kini masih terus berdakwah membimbing ummat di bumi Indonesia seperti: Al Aydrus, Al Attas, Al Muhdhor, Al Haddad, Al Jufri, Al Basyaiban, Al Baharun, Al Jamalullail, Al Bin Syihab, Al Hadi, Al Banahsan, Al Bin Syaikh Abu Bakar, Al Haddar, Al Bin Jindan, Al Musawa, Al Maulachila, Al Mauladdawilah, Al Bin Yahya, Al Hinduan, Al Aidid (–bukan Aidit–), Al Ba’bud, Al Qadri, Al Bin Syahab, dan lain lain) termasuk juga para Wali Songo, yang menyebar ke pedalaman – pedalaman Papua , Sulawesi, Pulau Jawa , mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas. Berhati-hatilah dalam memilih dan mengikuti hasil pemahaman (ijtihad) seorang ulama. Apalagi jika hasil pemahaman (ijtihad) ulama tersebut sering dikritik atau dibantah oleh banyak ulama lainnya. Jangan menimbulkan penyesalan di akhirat kelak karena salah mengikuti ulama. Firman Allah ta’ala yang artinya, “(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.” (QS al Baqarah [2]: 166) “Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS Al Baqarah [2]: 167)

3 komentar:

  1. photo AL HABIB ABU BAKAR AL ATHAS BIN ABDULLAH AL HABSY

    BalasHapus
  2. dimanakah alamat ma'had ini, ana tinggal di lampung, sedang mencari guru ngaji yang bersanad shoheh...bisakah membantu??? tafsi75@gamail.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. di di kabupaten tapanuli selatan - Propinsi Sumatera Utara. Sangat Mudah mencarinya, asalkan berangkat ke sumatera utara, sampai kota pertama dari perbatasan namanya kota Pinang ,, tanyakan saja sama masyarakat / jemaah masjid, akan diberitahu insya Allah

      Hapus