AHLUSSUNNAH WALJAMAAH KAUM TUA DI DUNIA

AHLUSSUNNAH WALJAMAAH KAUM TUA DI DUNIA
BAGAN BATU

Jumat, 31 Agustus 2012

Ulama itu Pewaris Nabi

     




       Dari firmanNya tersebut dapat kita ketahui bahwa orang-orang yang diridhoi oleh Allah Azza wa Jalla adalah orang-orang yang mengikuti Salafush Sholeh. Sedangkan orang-orang yang mengikuti Salafush Sholeh yang paling awal dan utama adalah Imam Mazhab yang empat karena Imam Mazhab yang empat bertemu dan bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh sehingga Imam Mazhab yang empat mendapatkan pemahaman Salafush Sholeh dari lisannya langsung dan Imam Mazhab yang empat melihat langsung cara beribadah atau manhaj Salafush Sholeh. Imam Mazhab yang empat adalah para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits” yakni membawanya dari Salafush Sholeh yang meriwayatkan dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam Jadi kalau kita ingin bertemu dan bertalaqqi (mengaji) dengan Sayyidina Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka kita menemui dan bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama yang sholeh dari kalangan "orang-orang yang membawa hadits" Para ulama yang sholeh dari kalangan "orang-orang yang membawa hadits" adalah para ulama yang sholeh yang mengikuti salah satu dari Imam Mazhab yang empat Para ulama yang sholeh yang mengikuti dari Imam Mazhab yang empat adalah para ulama yang sholeh yang memiliki ketersambungan sanad ilmu (sanad guru) dengan Imam Mazhab yang empat atau para ulama yang sholeh yang memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat. Bahkan kalau melalui para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada umumnya memiliki ketersambungan dengan lisannya

  Apakah ulama Ibnu Taimiyyah, ulama Muhammad bin Abdul Wahhab ataupun ulama Al Albani termasuk ulama Ahlus Sunnah ? Siapakah ulama Ahlus Sunnah ? Allah ta’ala berfirman yang artinya “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan A llah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar“. (QS at Taubah [9]:100)
          Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melalui dua jalur yakni 1. Melalui nasab (silsilah / keturunan). Pengajaran agama baik disampaikan melalui lisan maupun praktek yang diterima dari orang tua-orang tua mereka terdahulu tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam 2. Melalui sanad ilmu atau sanad guru. Pengajaran agama dengan bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama yang sholeh yang mengikuti Imam Mazhab yang empat yakni para ulama yang sholeh memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat atau para ulama yang sholeh yang memiliki ketersambungan sanad ilmu atau sanad guru dengan Imam Mazhab yang empat Sehingga para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lebih terjaga kemutawatiran sanad, kemurnian agama dan akidahnya. Dalam perkara agama tidak ada hal yang baru. Justru harus berlaku jumud atau istiqomah sebagaimana apa yang disampaikan oleh lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

        Salah satu ciri dalam metode pengajaran talaqqi adalah sanad. Pada asalnya, istilah sanad atau isnad hanya digunakan dalam bidang ilmu hadits (Mustolah Hadits) yang merujuk kepada hubungan antara perawi dengan perawi sebelumnya pada setiap tingkatan yang berakhir kepada Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- pada matan haditsnya. Namun, jika kita merujuk kepada lafadz Sanad itu sendiri dari segi bahasa, maka penggunaannya sangat luas.
Dalam Lisan Al-Arab misalnya disebutkan: “Isnad dari sudut bahasa terambil dari fi’il “asnada” (yaitu menyandarkan) seperti dalam perkataan mereka: Saya sandarkan perkataan ini kepada si fulan. Artinya, menyandarkan sandaran, yang mana ia diangkatkan kepada yang berkata.
Maka menyandarkan perkataan berarti mengangkatkan perkataan (mengembalikan perkataan kepada orang yang berkata dengan perkataan tersebut)“. Jadi, metode isnad tidak terbatas pada bidang ilmu hadits. Karena tradisi pewarisan atau transfer keilmuwan Islam dengan metode sanad telah berkembang ke berbagai bidang keilmuwan.
Dan yang paling kentara adalah sanad talaqqi dalam aqidah dan mazhab fikih yang sampai saat ini dilestarikan oleh ulama dan universitas Al-Azhar Asy-Syarif. Hal inilah yang mengapa Al-Azhar menjadi sumber ilmu keislaman selama berabad-abad. Karena manhaj yang di gunakan adalah manhaj shahih talaqqi yang memiliki sanad yang jelas dan sangat sistematis. Sehingga sarjana yang menetas dari Al-azhar adalah tidak hanya ahli akademis semata tapi juga alim. Sanad ini sangat penting, dan merupakan salah satu kebanggaan Islam dan umat.

          Karena sanad inilah Al-Qur’an dan sunah Nabawiyah terjaga dari distorsi kaum kafir dan munafik. Karena sanad inilah warisan Nabi tak dapat diputar balikkan. Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 ) Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”. Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikannya (sanad ilmu)” Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga” Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203 Tanda atau ciri seorang ulama tidak terputus sanad ilmu atau sanad gurunya adalah pemahaman atau pendapat ulama tersebut tidak menyelisihi pendapat gurunya dan guru-gurunya terdahulu serta berakhlak baik Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
          Dengan demikian, keterjagaan al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan“ Selain sanad, ciri dalam manhaj pengajaran talaqqi adalah ijazah. Ijazah ada yang secara tertulis dan ada yang hanya dengan lisan. Memberikan ijazah sangat penting. Menimbang agar tak terjadinya penipuan dan dusta dalam penyandaran seseorang. Apalagi untuk zaman sekarang yang penuh kedustaan, ijazah secara tertulis menjadi suatu keharusan. Tradisi ijazah ini pernah dipraktekkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika memberikan ijazah (baca: secara lisan) kepada beberapa Sahabat ra. dalam keahlian tertentu. Seperti keahlian sahabat di bidang Al-Qur’an. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya‘. Dan beliau juga bersabda: “Ambillah bacaan Al Qur’an dari empat orang. Yaitu dari ‘Abdullah bin Mas’ud, kemudian Salim, maula Abu Hudzaifah, lalu Ubay bin Ka’ab dan Mu’adz bin Jabal.” (Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim).
         Jadi kalau kita telusuri guru dari guru kita terus guru dari guru-guru kita dan seterusnya maka terhubung kepada Imam Mazhab yang empat yang bertemu dan bertalaqqi dengan Salafush Sholeh yang bertemu dan bertalaqqi (mengaji) dengan Sayyidina Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

         Silahkan telusurilah melalui apa yang disampaikan oleh Al Imam Al Haddad dan yang setingkat dengannya, sampai ke Al Imam Umar bin Abdurrahman Al Attos dan yang setingkat dengannya, sampai ke Asy’syeh Abubakar bin Salim, kemudian Al Imam Syihabuddin, kemudian Al Imam Al Aidrus dan Syeh Ali bin Abibakar, kemudian Al Imam Asseggaf dan orang orang yang setingkat mereka dan yang diatas mereka, sampai keguru besar Al Fagih Almuqoddam Muhammad bin Ali Ba’alawi Syaikhutthoriqoh dan orang orang yang setingkat dengannya, sampai ke Imam Al Muhajir Ilallah Ahmad bin Isa dan orang orang yang setingkat dengannya. Sejak abad 7 H di Hadramaut (Yaman), dengan keluasan ilmu, akhlak yang lembut, dan keberanian, Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra beliau berhasil mengajak para pengikut Khawarij untuk menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal jama’ah dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i) dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti ulama-ulama tasawuf yang mutakbaroh dan bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat.

           Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” karena kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya. Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas Prof.Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) dalam majalah tengah bulanan “Panji Masyarakat” No.169/ tahun ke XV11 15 februari 1975 (4 Shafar 1395 H) halaman 37-38 menjelaskan bahwa pengajaran agama Islam di negeri kita diajarkan langsung oleh para ulama keturunan cucu Rasulullah seperti Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Berikut kutipan penjelasan Buya Hamka

***** awal kutipan ****

“Rasulallah shallallahu alaihi wasallam mempunyai empat anak-anak lelaki yang semuanya wafat waktu kecil dan mempunyai empat anak wanita. Dari empat anak wanita ini hanya satu saja yaitu (Siti) Fathimah yang memberikan beliau shallallahu alaihi wasallam dua cucu lelaki dari perkawinannya dengan Ali bin Abi Thalib. Dua anak ini bernama Al-Hasan dan Al-Husain dan keturunan dari dua anak ini disebut orang Sayyid jamaknya ialah Sadat. Sebab Nabi sendiri mengatakan, ‘kedua anakku ini menjadi Sayyid (Tuan) dari pemuda-pemuda di Syurga’. Dan sebagian negeri lainnya memanggil keturunan Al-Hasan dan Al-Husain Syarif yang berarti orang mulia dan jamaknya adalah Asyraf. Sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan Al-Hasan dan Al-Husain itu datang ketanah air kita ini. Sejak dari semenanjung Tanah Melayu, kepulauan Indonesia dan Pilipina. Harus diakui banyak jasa mereka dalam penyebaran Islam diseluruh Nusantara ini. Diantaranya Penyebar Islam dan pembangunan kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah yang diperanakkan di Aceh. Syarif kebungsuan tercatat sebagai penyebar Islam ke Mindanao dan Sulu. Yang pernah jadi raja di Aceh adalah bangsa Sayid dari keluarga Jamalullail, di Pontianak pernah diperintah bangsa Sayyid Al-Qadri. Di Siak oleh keluaga Sayyid bin Syahab, Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa Sayyid Jamalullail. Yang dipertuan Agung 111 Malaysia Sayyid Putera adalah Raja Perlis. Gubernur Serawak yang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang dari keluarga Alaydrus. Kedudukan mereka dinegeri ini yang turun temurun menyebabkan mereka telah menjadi anak negeri dimana mereka berdiam. Kebanyakan mereka jadi Ulama. Mereka datang dari hadramaut dari keturunan Isa Al-Muhajir dan Fagih Al-Muqaddam. Yang banyak kita kenal dinegeri kita yaitu keluarga Alatas, Assegaf, Alkaff, Bafaqih, Balfaqih, Alaydrus, bin Syekh Abubakar, Alhabsyi, Alhaddad, Al Jufri, Albar, Almusawa, bin Smith, bin Syahab, bin Yahya …..dan seterusnya. Yang terbanyak dari mereka adalah keturunan dari Al-Husain dari Hadramaut (Yaman selatan), ada juga yang keturunan Al-Hasan yang datang dari Hejaz, keturunan syarif-syarif Makkah Abi Numay, tetapi tidak sebanyak dari Hadramaut. Selain dipanggil Tuan Sayid mereka juga dipanggil Habib. Mereka ini telah tersebar didunia. Di negeri-negeri besar seperti Mesir, Baqdad, Syam dan lain-lain mereka adakan NAQIB, yaitu yang bertugas mencatat dan mendaftarkan keturunan-keturunan Sadat tersebut. Disaat sekarang umum- nya mencapai 36-37-38 silsilah sampai kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidati Fathimah Az-Zahra ra.

****** akhir kutipan ******

         
Untuk ilmu dunia saja orang tidak bisa sekedar belajar dari buku dan mengaku-ngaku dirinya serorang dokter. Apakah mau di operasi oleh orang yang tidak pernah kuliah di fakultas kedokteran, tetapi hanya belajar ilmu kedokteran dari buku-buku saja? Untuk masalah dunia saja kita tidak mau dan tidak akan membolehkan orang mengaku-ngaku berprofesi tertentu tanpa sanad keilmuan. Apalagi masalah akhirat!! masak seorang disebut sebagai muhaddist, padahal cuma belajar dari buku... Boleh kita belajar agama dari membaca buku atau dari mbah google asalkan ada seorang ulama untuk tempat kita bertanya sehingga ulama tersebut dapat mengkoreksi atau menegur kita jika tidak sesuai dengan apa yang telah di sampaikan oleh lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berdasarkan apa yang beliau dapatkan dari guru beliau dan dari guru dari guru beliau dan terus sampai tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

Kamis, 30 Agustus 2012

Penyebab kesalahpahaman mereka



            Kesesatan atau kesalahpahaman mereka terjadi karena mereka termakan hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi sehingga mereka memahami Al Qur'an , As Sunnah dan perkataan ulama-ulama terdahulu hanya berdasarkan makna dzahir/harfiah/tertulis/tersurat atau memahami dengan metodologi "terjemahkan saja" dari sudut arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi) saja. Hal ini umum terjadi pada mereka yang memahami ilmu agama bersandarkan kepada mutholaah (menelaah) kitab.
        
            Mereka kurang memperhatikan alat bahasa seperti nahwu, shorof, balaghoh (ma’ani, bayan dan badi’). Mereka tidak juga memperhatikan sifat lafadz-lafadz dalam al-Quran dan as-Sunnah itu yang beraneka ragam seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat dan lain lainnya.

        Contohnya mereka dalam memahami hadits "kullu bid'atin dholalah" tidak mempergunakan alat bahasa seperti nahwu , shorof, balaghoh sehingga mereka terjerumus dalam kesesatan atau kesalahpahaman tentang bid'ah seumur hidup mereka dan karena kesalahpahaman mereka menimbulkan perselisihan di kalangan kaum muslim sebagaimana keinginan kaum Zionis Yahudi Imam An Nawawi ~rahimahullah mengatakan

قَوْلُهُ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ هَذَاعَامٌّ مَخْصٍُوْصٌ وَالْمُرَادُ غَالِبُ الْبِدَعِ .

“Sabda Nabi Shallallahu alaihi wasallam, “Kullu Bid’ah dlalalah” ini adalah ‘Amm Makhshush, kata-kata umum yang dibatasi jangkauannya. Jadi yang dimaksud adalah sebagian besar bid’ah itu sesat, bukan seluruhnya.” (Syarh Shahih Muslim, 6/154).

         Akibat buruk yang paling utama dari memahami Al Qur'an dan As Sunnah dengan makna dzahir/harfiah/tertulis/tersurat adalah dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat tentang sifat sehingga dapat terjerumus kedalam kekufuran dalam i'tiqod sebagaimana keinginan kaum Zionis Yahudi Contoh kesalahpahaman para pengikut ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yang dapat kita saksikan dalam video pada http://www.youtube.com/watch?v=CaT4wldRLF0 mulai pada menit ke 03 detik 15, i’tiqod mereka bahwa Allah ta’ala punya tangan dan mereka tambahkan bahwa tangan Allah ta’ala tidak serupa dengan tangan makhluk.

          Berikut transkriptnya, “Ya sudah kalau kita apa, misalkan tangan Allah, ya sudah itu tangan Allah. Allah punya tangan akan tetapi apakah tangan Allah seperti tangan makhluk ? tidak. Sedangkan sama sama makhluknya Allah subhanahu wa ta’ala, kaki gajah dengan kaki semut ndak sama. Sama-sama kaki namanya. Kaki meja dengan kaki kamera ini yang untuk tahan sandaran ini, ndak sama. Apalagi tangan Allah subhanahu wa ta’ala dengan tangan makhluknya ndak sama karena Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman “Laisa kamitslihi syai’un wahuwa samii’u bashiir” tidak ada yang sama dengan Allah subhanahu wa ta’ala, apapun di dunia ini, adapun kalau sama namanya ndak sama bentuknya dan rupanya.”

             Contoh lainnya dapat kita ketahui dari http://moslemsunnah.wordpress.com/2010/03/29/benarkah-kedua-tangan-allah-azza-wa-jalla-adalah-kanan/ Kesimpulan atau i’tiqod mereka tertulis pada baris terakhir dalam tulisan mereka yakni “Allah mempunyai kedua tangan dan kedua tangan Allah adalah kanan“ Kerajaan dinasti Saudi dengan lembaga Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-’Ilmiyyah wal Ifta` (Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa) berpendapat bahwa Imam Baihaqi, Imam Nawawi maupun Ibnu Hajar telah sesat dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat tentang sifat Allah atau telah terjatuh / tergelincir pada pen-ta’wilan terhadap sifat-sifat Allah swt.

           Para ulama terdahulu yang sholeh telah memberikan batasan kepada kita untuk tidak memahami ayat mutasyabihat tentang sifat dengan makna dzahir. Imam Ahmad ar-Rifa’i (W. 578 H/1182 M) dalam kitabnya al-Burhan al-Muayyad, “Sunu ‘Aqaidakum Minat Tamassuki Bi Dzahiri Ma Tasyabaha Minal Kitabi Was Sunnati Lianna Dzalika Min Ushulil Kufri”, “Jagalah aqidahmu dari berpegang dengan dzahir ayat dan hadis mutasyabihat, karena hal itu salah satu pangkal kekufuran”.

          Imam besar ahli hadis dan tafsir, Jalaluddin As-Suyuthi dalam “Tanbiat Al-Ghabiy Bi Tabriat Ibn ‘Arabi” mengatakan “Ia (ayat-ayat mutasyabihat) memiliki makna-makna khusus yang berbeda dengan makna yang dipahami oleh orang biasa. Barangsiapa memahami kata wajh Allah, yad , ain dan istiwa sebagaimana makna yang selama ini diketahui (wajah Allah, tangan, mata, bertempat), ia kafir (kufur dalam i’tiqod) secara pasti.”

           Bahkan Imam Sayyidina Ali ra mengatakan bahwa mereka yang mensifati Allah ta’ala dengan sifat-sifat benda dan anggota-anggota badan adalah mereka yang mengingkari Allah Azza wa Jalla. Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra berkata : “Sebagian golongan dari umat Islam ini ketika kiamat telah dekat akan kembali menjadi orang-orang kafir”. Seseorang bertanya kepadanya : “Wahai Amirul Mukminin apakah sebab kekufuran mereka? Adakah karena membuat ajaran baru atau karena pengingkaran?” Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra menjawab : “Mereka menjadi kafir karena pengingkaran. Mereka mengingkari Pencipta mereka (Allah Subhanahu wa ta’ala) dan mensifati-Nya dengan sifat-sifat benda dan anggota-anggota badan.”
             Dalam kitab ilmu tauhid berjudul “Hasyiyah ad-Dasuqi ‘ala Ummil Barahin” karya Syaikh Al-Akhthal dapat kita ketahui bahwa - Barangsiapa mengi’tiqadkan (meyakinkan) bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai tangan (jisim) sebagaimana tangan makhluk (jisim-jisim lainnya), maka orang tersebut hukumnya “Kafir (orang yang kufur dalam i’tiqod) - Barangsiapa mengi’tiqadkan (meyakinkan) bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai tangan (jisim) namun tidak serupa dengan tangan makhluk (jisim-jisim lainnya), maka orang tersebut hukumnya ‘Aashin atau orang yang telah berbuat durhaka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala - I’tiqad yang benar adalah i’tiqad yang menyatakan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala itu bukanlah seperti jisim (bentuk suatu makhluk) dan bukan pula berupa sifat. Tidak ada yang dapat mengetahui Dzat Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali Dia.

             Contoh kesalahpahaman lainnya yang diakibatkan karena memahami Al Qur'an dan As Sunnah dengan makna dzahir/harfiah/tertulis/tersurat adalah dalam memahami hadits-hadits terkait kuburan dan masjid Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Amru an-Naqid keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Hasyim bin al-Qasim telah menceritakan kepada kami Syaiban dari Hilal bin Abi Humaid dari Urwah bin az-Zubair dari Aisyah radhiyallahu’anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda dalam sakitnya yang menyebabkan beliau tidak bisa bangkit lagi, ‘Allah melaknat kaum Yahudi dan Nashrani yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid’ (HR Muslim 823) Hadits-hadits tersebut menguraikan tentang laknat Allah ta’ala terhadap kaum Yahudi dan Nashrani maka kata masjid tidak dapat dimaknai sebagai tempat sholat bagi kaum muslim namun kata masjid dikembalikan kepada asal katanya yakni sajada yang artinya tempat sujud. Jadi makna "jangan menjadikan kuburan menjadi masjid" adalah makna majaz artinya adalah “larangan menyembah kuburan” atau "larangan menyembah ahli kubur" dan hadits tersebut tidak terkait dengan pembangunan masjid.

                Begitupula hadits berikut Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Abdurrahman Al Qariy dari Suhail dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, sesungguhnya syetan itu akan lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat Al Baqarah.” (HR Muslim 1300) Hadits ini tidak terkait dengan kuburan.
Kata kuburan adalah kata kiasan (majaz) yang maknanya sepi Jadi makna hadits ini adalah janganlah rumah itu sepi dari membaca Al Qur’an dan Sholat .
                Kaitannya dengan hadits yang lain seperti Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Yahya dari Ubaidullah ia berkata, telah mengabarkan kepadaku Nafi’ dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jadikanlah sebagian shalat kalian (dilakukan) di rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian menjadikannya sebagai kuburan.” (HR Muslim 1296) Sekali lagi kedua hadits tersebut (HR Muslim 1300) dan (HR Muslim 1296) tidak terkait dengan kuburan atau makam

                 Begitupula kedua hadits tersebut bukanlah pelarangan pembacaan ayat suci Al Qur’an maupun sholat di kuburan. Kalau dipahami sebagai larangan membaca ayat suci Al Qur’an maupun sholat di kuburan maka secara tidak langsung telah menghardik atau melarang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Bukankah sholat jenazah ada membaca Al Qur'an yakni surat Al Fatihah

حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ أَخْبَرَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ الشَّيْبَانِيِّ

عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ مَاتَ إِنْسَانٌ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ فَمَاتَ بِاللَّيْلِ فَدَفَنُوهُ لَيْلًا فَلَمَّا


أَصْبَحَ أَخْبَرُوهُ فَقَالَ مَا مَنَعَكُمْ أَنْ تُعْلِمُونِي قَالُوا كَانَ اللَّيْلُ فَكَرِهْنَا وَكَانَتْ ظُلْمَةٌ أَنْ نَشُقَّ عَلَيْكَ فَأَتَى قَبْرَهُ فَصَلَّى عَلَيْهِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad telah mengabarkan kepada kami Abu Mu’awiyah dari Abu Ishaq Asy-Syaibaniy dari Asy-Sya’biy dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata: Bila ada orang yang meninggal dunia biasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melayatnya. Suatu hari ada seorang yang meninggal dunia di malam hari kemudian dikuburkan malam itu juga. Keesokan paginya orang-orang memberitahu Beliau. Maka Beliau bersabda: Mengapa kalian tidak memberi tahu aku? Mereka menjawab: Kejadiannya malam hari, kami khawatir memberatkan anda. Maka kemudian Beliau mendatangi kuburan orang itu lalu mengerjakan shalat untuknya. (HR Bukhari 1170)

حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا

زَائِدَةُ حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ الشَّيْبَانِيُّ عَنْ عَامِرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَتَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْرًا فَقَالُوا هَذَا دُفِنَ

أَوْ دُفِنَتْ الْبَارِحَةَ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَصَفَّنَا خَلْفَهُ ثُمَّ صَلَّى عَلَيْهَا

             Telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abu Bukair telah menceritakan kepada kami Za’idah telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq Asy-Syaibaniy dari ‘Amir dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata; Nabi Shallallahu’alaihiwasallam mendatangi kuburan. Mereka berkata; Ini dikebumikan kemarin. Berkata, Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma: Maka Beliau membariskan kami di belakang Beliau kemudian mengerjakan shalat untuknya. (HR Bukhari 1241) Umar ra mengetahui bahwa Anas ra sholat di atas kuburan sehingga beliau menginjak kuburan. Lalu Umar berkata, “Al-qabr, al-qabr! (Kuburan, Kuburan!)” maka Anas ra melangkah (menghindari menginjak dalam batas kuburan), lalu meneruskan shalatnya. [Lihat Fathul Bari libni Hajar I:524, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379].

              Dikarenakan batas kuburan sudah tidak jelas sehingga terinjak oleh Anas ra ketika sholat dan beliau hanya melangkah menghindari menginjak dalam batas kuburan lalu meneruskan sholatnya. Batas kuburan yang merupakan batas yang tidak boleh diinjak, diduduki, dibangun, dikapuri adalah liang lahat tegak lurus ke atas dengan ditandai meninggikan tanah satu jengkal. Dari Jabir radhiallahu ‘anhu, “Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dibuatkan untuk beliau liang lahad dan diletakkan di atasnya batu serta ditinggikannya di atas tanah sekitar satu jengkal” (HR. Ibnu Hibban) Dari Sufyan at Tamar, dia berkata, “Aku melihat makam Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibuat gundukkan seperti punuk” (HR. al Bukhari III/198-199 dan al Baihaqi IV/3) Imam Asy-Syafi’i berkata,”Aku menyukai kalau tanah kuburan itu sama dari yang lain, dan tidak mengapa jika ditambah sedikit saja sekitar satu jengkal”. Diluar batas kuburan atau di luar batas tanah yang ditinggikan satu jengkal, boleh diinjak, diduduki, dibangun untuk kepentingan peziarah (kecuali tanah wakaf) Jadi jelas sholat di dekat kuburan atau sholat yang arah kiblatnya kebetulan menghadap kuburan pun tidaklah membatalkan sholat.

            Namun sebaiknya kita hindari sholat (searah kiblatnya) menghadap kuburan untuk menghindari fitnah bagi yang melihatnya. Untuk itulah jika ada masjid dan di dalamnya ada shaf yang didepannya ada kuburan, sebaiknya shaf tersebut digunakan untuk tempat sholat ketika sholat berjama’ah pada saat tempat yang lain sudah penuh. Begitupula perkataan Imam As Syafi’i rahimahullah, “benci diagungkannya seorang makhluk hingga kuburannya dijadikan masjid, khawatir fitnah kepadanya dan kepada masyarakat” maknanya janganlah bersujud pada kuburan Beliau untuk menghindari fitnah terhadap yang melakukannya walaupun di hati yang bersujud tidak meniatkan untuk menyembah beliau hanya sekedar penghormatan kepada Beliau.

            Begitupula apa yang dikatakan oleh Aisyah radiallahu anha, “Kalau bukan karena itu, niscaya kuburan beliau dipertontonkan, padahal tindakan itu dikhawatirkan akan dijadikannya kuburan beliau sebagai masjid.” (HR Muslim 823) maknanya Kuburan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam tidak pertontonkan agar para peziarah tidak bersujud kepada kuburan Beliau untuk menghindari fitnah terhadap yang bersujud maupun orang yang lain yang melihatnya walaupun di hati yang bersujud tersebut sekedar penghormatan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Begitu pula penetapan hukum perkara sebagaimana yang dikatakan Imam As Syafi’i ra “Makruh memuliakan seseorang hingga menjadikan makamnya sebagai masjid” maknanya “makruh jika seseorang bersujud pada makam walaupun diniatkan sekedar penghormatan untuk menghindari fitnah dari orang yang melihatnya” Dalam kitab al-Muwatha’, Imam Malik ra menyebutkan sebuah riwayat tentang perbedaan pendapat para sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam mengenai tempat penguburan jasad Nabi Shallallahu alaihi wasallamm. Sebagian sahabat berkata, “Beliau kita kubur di sisi mimbar saja”. Para sahabat lainnya berkata, “dikubur di Baqi’ saja”. Lalu Sayyidinaa Abu Bakar ash-Shiddiq r.a datang dan berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Seorang nabi tidaklah dikubur kecuali di tempatnya meninggal dunia”. Lalu digalilah kuburan di tempat beliau meninggal dunia itu”. Posisi mimbar tentu merupakan bagian dari masjid. Namun, dalam riwayat di atas, tidak ada seorang pun dari sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam yang mengingkari usulan itu. Hanya saja usulan itu tidak diambil oleh Sayyidinaa Abu Bakar r.a karena mengikuti perintah Nabi shallallahu alaihi wasallam agar dikubur ditempat beliau meninggal dunia. Maka, beliau pun dikubur di kamar Sayyidah ‘Aisyah r.a yang melekat pada masjid yang digunakan sebagai tempat shalat oleh orang-orang muslim.

             Kondisi ini sama dengan kondisi kuburan-kuburan para wali dan orang-orang shaleh yang ada di dalam masjid-masjid pada zaman ini. Begitupula dengan dengan dikuburkannya Sayyidinaa Abu Bakar r.a dan Sayyidinaa Umar r.a di tempat yang sama dengan Nabi shallallahu alaihi wasallam yaitu kamar Sayyidah ‘Aisyah r.a. yang masih dia gunakan untuk tinggal dan melakukan shalat-shalat fardhu dan sunnah. Dengan demikian, hukum kebolehan ini merupakan ijmak para Sahabat radhiyallahu’anhum. Wassalam

Rabu, 08 Agustus 2012

Mau Beli Kitab Baru? Hati-Hati dengan Distorsi Wahabi

Sejak abad dua belas Hijriah yang lalu, dunia Islam dibuat heboh oleh lahirnya gerakan baru yang lahir di Najd. Gerakan ini dirintis oleh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Najdi dan populer dengan gerakan Wahabi. Dalam bahasa para ulama gerakan ini juga dikenal dengan nama fitnah al-wahhabiyah, karena dimana ada orang-orang yang menjadi pengikut gerakan ini, maka di situ akan terjadi fitnah. Di sini kita akan membicarakan fitnah Wahabi terhadap kitab-kitab para ulama dahulu. Sudah menjadi rahasia umum bahwa aliran Wahabi berupaya keras untuk menyebarkan ideologi mereka ke seluruh dunia dengan menggunakan segala macam cara. Di antaranya dengan mentahrif kitab-kitab ulama terdahulu yang tidak menguntungkan bagi ajaran Wahhabi. Hal ini mereka lakukan juga tidak lepas dari tradisi pendahulu mereka, kaum Mujassimah yang memang lihai dalam men-tahrifkitab. Pada masa dahulu ada seorang ulama Mujassimah, yaitu Ibn Baththah al-’Ukbari, penulis kitab al-Ibanah, sebuah kitab hadits yang menjadi salah satu rujukan utama akidah Wahabi. Menurut al-Hafizh al-Khathib al-Baghdadi, Ibn Baththah pernah ketahuan menggosok nama pemilik dan perawi salinan kitab Mu’jam al-Baghawi, dan diganti dengan namanya sendiri, sehingga terkesan bahwa Ibn Baththah telah meriwayatkan kitab tersebut. Bahkan al-Hafizh Ibn Asakir juga bercerita, bahwa ia pernah diperlihatkan oleh gurunya, Abu al-Qasim al-Samarqandi, sebagian salinan Mu’jam al-Baghawi yang digosok oleh Ibn Baththah dan diperbaiki dengan diganti namanya sendiri.
Belakangan Ibn Taimiyah al-Harrani, ideolog pertama aliran Wahabi, seringkali memalsu pendapat para ulama dalam kitab-kitabnya. Misalnya ia pernah menyatakan dalam kitabnya al-Furqan Bayna al-Haqq wa al-Bathil, bahwa al-Imam Fakhruddin al-Razi ragu-ragu terhadap madzhab al-Asy’ari di akhir hayatnya dan lebih condong ke madzhab Mujassimah, yang diikuti Ibn Taimiyah. Ternyata setelah dilihat dalam kitab Ijtima’ al-Juyusy al-Islamiyyah, karya Ibn al-Qayyim, murid Ibn Taimiyah, ia telah men-tahrif pernyataan al-Razi dalam kitabnya Aqsam al-Ladzdzat. Tradisi tahrif ala Wahhabi terhadap kitab-kitab Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang mereka warisi dari pendahulunya, kaum Mujassimah itu, juga berlangsung hingga dewasa ini dalam skala yang cukup signifikan. Menurut sebagian ulama, terdapat sekitar 300 kitab yang isinya telah mengalami tahrif dari tangan-tangan jahil orang-orang Wahabi.
Di antaranya adalah kitab al-Ibanah ‘an Ushul al-Diyanah karya al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari. Kitab al-Ibanah yang diterbitkan di Saudi Arabia, Beirut dan India disepakati telah mengalami tahrif dari kaum Wahhabi. Hal ini bisa dilihat dengan membandingkan isi kitab al-Ibanah tersebut dengan al-Ibanah edisi terbitan Mesir yang di-tahqiq oleh Fauqiyah Husain Nashr. Tafsir Ruh al-Ma’ani karya al-Imam Mahmud al-Alusi juga mengalami nasib yang sama denganal-Ibanah. Kitab tafsir setebal tiga puluh dua jilid ini telah di-tahrif oleh putra pengarangnya, Syaikh Nu’man al-Alusi yang terpengaruh ajaran Wahabi. Menurut Syaikh Muhammad Nuri al-Daitsuri, seandainya tafsir Ruh al-Ma’ani ini tidak mengalami tahrif, tentu akan menjadi tafsir terbaik di zaman ini. Tafsir al-Kasysyaf, karya al-Imam al-Zamakhsyari juga mengalami nasib yang sama. Dalam edisi terbitan Maktabah al-Ubaikan, Riyadh, Wahabi melakukan banyak tahrif terhadap kitab tersebut, antara lain ayat 22 dan 23 Surat al-Qiyamah, yang di-tahrif dan disesuaikan dengan ideologi Wahabi. Sehingga tafsir ini bukan lagi Tafsir al-Zamakhsyari, namun telah berubah menjadi tafsir Wahabi.
Hasyiyah al-Shawi 'ala Tafsir al-Jalalain yang populer dengan Tafsir al-Shawi, mengalami nasib serupa. Tafsir al-Shawi yang beredar dewasa ini baik edisi terbitan Dar al-Fikr maupun Dar al-Kutub al-’Ilmiyah juga mengalami tahrif dari tangan-tangan jahil Wahabi, yakni penafsiran al-Shawi terhadap surat al-Baqarah ayat 230 dan surat Fathir ayat 7. Kitab al-Mughni karya Ibn Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali, kitab fiqih terbaik dalam madzhabHanbali, juga tidak lepas dari tahrif mereka. Wahabi telah membuang bahasan tentangistighatsah dalam kitab tersebut, karena tidak sejalan dengan ideologi mereka.
Kitab al-Adzkar al-Nawawiyyah karya al-Imam al-Nawawi pernah mengalami nasib yang sama. Kitab al-Adzkar dalam edisi terbitan Darul Huda, 1409 H, Riyadh Saudi Arabia, yang di-tahqiqoleh Abdul Qadir al-Arna’uth dan di bawah bimbingan Direktorat Kajian Ilmiah dan Fatwa Saudi Arabia, telah di-tahrif sebagian judul babnya dan sebagian isinya dibuang. Yaitu Bab Ziyarat Qabr Rasulillah SAW diganti dengan Bab Ziyarat Masjid Rasulillah SAW dan isinya yang berkaitan dengan kisah al-’Utbi ketika ber-tawasul dan ber-istighatsah dengan Rasulullah saw, juga dibuang.
Demikianlah beberapa kitab yang telah ditahrif oleh orang-orang Wahabi. Tentu saja tulisan ini tidak mengupas berbagai cara tahrif dan perusakan Wahhabi terhadap kitab-kitab Ahlussunnah Wal Jama’ah peninggalan para ulama kita. Namun setidaknya, yang sedikit ini menjadi pelajaran bagi kita agar selalu berhati-hati dalam membaca atau membeli kitab-kitab terbitan baru. Wallahu a’lam. Penulis: KH. Idrus Ramli

29. Ulama-ulama Madzhab Syafi’i Abad - XIII Hijriyah.



           Ulama2 Syafi'i diseluuh Penjuru Negeri Dunia adalah Pengigit Graham kuat Mazhab terbesar di dunia ini, tetap mempunyai Silsilah yg tersambung dlm Berguru, Tak ada Putusnya. semakin Ribuan Murid2nya semakin terpelihara silsilah tsb antar Negara. sehingga tak dapat Pihak2 mana pun jua memisah2/mencerai berai pengikut mazhab besar ini, semakin Cuba dipisah semakin persaudaraan terasa di uji, maka semakin Rapat terasa kasih sayang sesama saudara kita. Kemuktabarohan mmg terjaga, Baik itu Ulama Syafi'i di Mekkah, Madinah, Baghdad Irak, Kuwait, Turki, Mesir, Indonesia, Brunei, Malaysia, India, Pakistan, Bangladesh, Philipina Moro, Thailand, Rusia, Kazakstan, Spanyol, Iran, Palestina, China, de el el di sagala Penjuru dunia.

            Jika tersilaf satu ulama Syafi'i maka ulama Syafi'i yg lain akan membetulkan/meluruskannya, karena itu Insya Allah Kaji Pelajarannya secara umum SAMA dlm ittiba' kepada imam Mujtahid Mutlak Syafi'i, itulah sebabnya kita di Jemaah Tabligh harus mengikromul muslimiin diseluruh Dunia, krn mereka itu adalah saudara2 kita. apalagi bermazhab syafi'i rata2 dari Guru yg tersambung pula silsilahnya. Sabda Nabi kita : "Kasih sayangilah yg ada di bumi, niscaya yg dilangit akan mengasihimu". juga sabda Nabi : Allah akan Menolong Seorang hamba, selama hamba itu menolong saudaranya". sabda Nabi yg lain kira2 maksudnya : Setiap 100 tahun Allah akan Menjadikan Org2 yg memperkuat Agama islam ini. Jadi tinggal Perhatikan saja siapa2 org2 itu selama beratus2 tahun belakangan ini, adalah org2 yg diberi rahmat pengetahuan oleh Allah yg dapat kefahaman ttg hal ini, terutama prihal wali2 Allah di bumi ini, "laa yarol waliy illal waliy". Bahwa Tugas kewajiban da'wah Ummat sebelum muhammad berada pada Para Nabi2 dan Roul terdahulu, Tetapi Berbeda bagi Da'wah Ummat MUHAMMAD AKHIR ZAMAN, Tugas da'wah tsb berada pada Pundak2 Ummat ini, kita2 ini sebagai pewaris tugas2 dakwah tsb. tentu mengikut ulama2 kita terdahulu yaitu dengan Akhlak dan Ikromul muslimiin. insya Allah sama2 kita pak yaa ... semoga Allah menolong kita, Aaamiin
                 Tobaqot Syafii Lanjutan 78. As Syarqawi (wafat 1227 H.) Nama lengkap beliau adalah Syeikh Abdullah bin Hijaz bin Ibrahim, lahir tahun 1150 H dan wafat tahun 1227 H. dan bermaqam di Mesir. Beliau mahasiswa Universitas Al Azhar dan kemudian menjadi dosen (syeikh) di Universitas itu juga. Beliau adalah seorang ulama besar Syafi’iyah di Mesir pada zaman itu dan mengarang banyak kitab fiqih Syafi’i dan kitab lainnya yang sampai sekarang masih digunakan dan disiarkan dalam dunia Islam. Diantara karya beliau dalam fiqih Syafi’i yang berjudul “As Syarqawi at Tahrir”, merupakan syarah kitab Tahrir karangan Imam Zakaria al Anshari, 2 jilid besar dengan 525 halaman setiap jilidnya, dimulai dengan “Alhamdulillahil ladzi faqqaha” dan disudahi dengan “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin”. Kitab Syarqawi selesai dikarang tahun 1192 H., jadi beliau seorang Ulama Syafi’iyah pada akhir abad ke XII, tetapi karena beliau wafat pada tahun 1227 H. maka beliau dimasukkan dalam barisan Ulama Syafi’iyah abad XIII. Karya beliau yang lain diantaranya : 1. At Tuhfatul Bahiyah fi Tabaqatis Syafi’iyah, yaitu kitab untuk menerangkan ulama-ulama besar Syafi’iyah dari abad IX sampai abad XII. 2. Tuhfatun Nazhirin, dicetak di Mesir tahun 1281 H. 3. Kitab Ushuluddin “Syarqawi Syarah Sanusi” (144 halaman), selesai dikarang 13 Ramadhan 1194 H) Keistimewaan beliau adalah selalu memakai sorban besar sehingga pada zaman itu diambil menjadi tamsil untuk menyatakan suatu yang besar, dan dikatakan orang “sebesar sorban Syarqawi”.
79. Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjar (1122 – 1227 H) Nama lengkap beliau Syeikh Haji Muhammad Arsyad bin Abdullah al Banjari, lahir di kampung Luk Gabang – Martapura (Kalimantan Selatan) pada tanggal 13 Safar 1122H (lk. 1710 M.), wafat tanggal 6 Syawal 1227 H. (lk. 1812M.) dalam usia 105 tahun. Jalur nasab beliau adalah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Pada tahun 1152H. (lk. 1739 M.), dalam usia lk. 30 tahun, beliau naik haji ke Mekkah dengan sengaja juga untuk menuntut ilmu pengetahuan agama Islam. Beliau bermukim di Mekkah selama 30 tahun dan di Madinah selama 5 tahun, bertekun mempelajari seluk beluk agama Islam, khususnya ilmu Ushuluddin, Ahlussunnah wal Jama’ah dan fiqih Madzhab Imam Syafi’i rahimahullah. Guru-guru beliau adalah : 1. Allamah Syeikh Athaillah di Mekkah. 2. Allamah Syeikh Muhammad al Kurdi di Madinah 3. Allamah Abdul Karim Samman di Madinah 4. Dan lain-lain. Kawan-kawan beliau yang belajar bersama ketika di Mekkah di antaranya adalah : 1. Syeikh Abdussamad Palembang, pengarang kitab “Hidayatushalikiin”, “Sairussalikin” dan lain-lain. 2. Syeikh H. Abdurrahman Mashri di Jakarta. 3. Syeikh Abdulwahab Bugis, Sulawesi Selatan.
           Syeikh Muhammad al Arsyad al Banjari adalah seorang ulama Besar dalam Madzhab Syafi’i yang jarang tandingannya, begitu juga kawan-kawan beliau yang tersebut adalah ulama-ulama besar dalam Madzhab Syafi’i. Pada bulan Ramadhan tahun 1186H. (lk. 1172M.) beliau kembali ke kampung halaman dan ketika itu diangkat menjadi Mufti Kerajaan Banjar, berkedudukan di Martapura, dalam usia 65 tahun. Tidak salah kalau dikatakan bahwa Syeikh Arsyad Banjar inilah ulama besar yang menyiarkan agama Islam ber-Madzhab Syafi’i di seluruh Kalimantan, sehingga penduduk Kalimantan pada waktu itu seluruhnya menganut Madzhab Imam Syafi’i rahimahuilah. Beliau banyak mengarang kitab, diantaranya : 1. Sabilal Muhtadin, ditulis tahun 1193 – 1195 H. 2. T’uhfatur Raghibiin, ditulis tahun 1180H. 3. Al Qaulul Mukhtashar. diruiis tahun 1196H. 4. Kitab Ushuluddin. 5. Kitab Tasauf. 6. Kitab Nikah. 7. Kitab Faraidh. 8. Kitab Hasyiyah Fathul Jawad, Di samping itu beliau menulis satu naskah al Quranul Karim tulisan tentang beliau sedikit, yang sampai sekarang masih terpelihara dengan baik. Zurriyaat (anak dan cucu) beliau banyak sekali yang nnenjadi ulama besar, pemimpin-pemimpin, yang semuanya teguh menganut Madzhab Syafi’i sebagai yang di wariskan oleh Syeikh Muhammad Arsyad Banjar. Diantara zurriyat beliau yang kemudian menjadi ulama besar turun temurun adalah : 1. H. Jamaluddin, Mufti, anak kandung, penulis kitab “perukunan Jamaluddin”. 2. H. Yusein, anak kandung, penulis kitab “Hidayatul Mutafakkiriin”. 3. H. Fathimah binti Arsyad, anak kandung, penulis kitab “Perukunan Besar”, tetapi namanya tidak ditulis dalam kitab itu. 4. H. Abu Sa’ud, Qadhi. 5. H. Abu Naim, Qadhi. 6. H. Ahmad, Mufti. 7. H. Syahabuddin, Mufti. 8. H.M. Thaib, Qadhi. 9. H. As’ad, Mufti. 10. H. Jamaluddin II., Mufti. 11. H. Abdurrahman Sidiq, Mufti Kerajaan Indragiri Sapat (Riau), pengarang kitab “Risalah amal Ma’rifat”, “Asranus Salah”, “Syair Qiyamat”, “Sejarah Arsyadiyah” dan lain lain. 12. H.M. Thaib bin Mas’ud bin H. Abu Saud, ulama Kedah, Malaysia, pengarang kitab “Miftahul jannah”. 13. H. Thohah Qadhi-Qudhat, penbina Madrasah “Sulamul ‘ulum’, Dalam Pagar Martapura. 14. H.M. Ali Junaedi, Qadhi. 15. Gunr H. Zainal Ilmi. 16. H. Ahmad Zainal Aqli, Imam Tentara. 17. H.M. Nawawi, Mufti. 18. Dan lain-lain banyak lagi. Semuanya yang tersebut di atas adalah zurriyat-zurrivat Syeikh Arsyad yang menjadi ulama dan sudah berpulang ke rahmatullah. Sebagai kami katakan di atas, Syeikh Mubammad Arsyad bin Al Banjari dan sesudah beliau, zurriyat-zariyat beliau adalah penegak-penegak Madzhab Syafi’i dan faham Ahlussunnah wal Jama’ah, khususnya di Kalimantan. Mudah-mudahan Allah menurunkan rahmat kepada keluarga mereka dan kita semuanya, amin-amin. 80. As Syanwani (wafat 1233). Muhammad bin 'Ali as Syafi’i as Syanwani, lahir di Mesir di sebuah desa Syanwani. Beliau ini belajar fiqih Syafi’'i kepada Syeikh Isa al Barawi pengarang Hasyiyah Minhaj, kemudian beliau di Azhar dan Jami'ah Fakihani di Mesir juga. Setelah Imam Syarqawi Syeikhul Azhar wafat pada tahun 1227 H. maka Imam Syanwani lari dari kota Mesir karena beliau enggan untuk diangkat menggantikan gurunya Imam Syarqawi menjadi Syeikhul Azhar, yaitu menjabat Guru Besar pada Al Azhar itu. Tetapi beliau dijemput bersama oleh ulama-ulama dan diangkat menjadi Guru BesarJami'i Azhar itu. Beliau wafat tahun 1233 H. dan disembahyangkan di Azhar oleh ummat Islam yang banyak, kemudian bermakam dekat Azhar itu. Imam Syanwani adalah seorang Ulama Syafi’i yang besar dalam abad ke XIII, beliau mengarang kitab-kitab Hasyiah al Mukhtasar Abi Jamrah (Kitab Syanwani), Hasyiah Syarah Abdissalam. Hasyiah sebagian yang kedua dari kitab Minhaj dan lain-lain.

          Dengan adanya Syeikh Syanwani ini, Madzhab Syafi'i di Mesir bertambah lama bertambah kukuh, apalagi dapat mempengaruhi begitu rupa Jami'ah Al Azhar. 81. AIBajuri (wafat 1276H.). Nama lengkap beliau adalah Syeikh Ibrahim bin Syeikh Muhammad Al Bajuri. Lahir di Bajur Mesir. Beliau adalah seorang ulama Syafi’i yang besar, belajar agama di Universitas Al Azhar yang terkenal, tetapi kemudian sampai menjadi Guru Besar dari Jami’ Al Azhar itu. Guru beliau dalam ilmu fiqih adalah Syeikh Abdullah As Syarqawi, Sayil Daud al Qal'awi dan lain-lain. Beliau banyak sekali mengarang kitab, diantatanya : 1. Al Bajuri, kitab fiqih dalam Madzhab Syafi’i dua ]ilid sebagai syarah dari Kitab Fathul Qarib. 2. Kifayatul Awam, kitab tauhid menurut dasar Ahlussunnah wal Jama'ah. 3. Hasyiah Sanusi, dalam soal ilmu Tauhid. 4. Syarah 'Imrithi, ilmu nahwu. 5. Hasyiah Matan Jaharatut Tauhid, ilmu Tauhid. 6. Hasyiah Matan Sulam, karangan Akhdhari. 7. Dan lain-lain. Beliau ini sangat berjasa bagi ummat Islam Indonesia, karena kitab-kitab beliau, baik dalam ilmu fiqih atau dalam ilmu tauhid dibaca dan dipelajari di Pesantren dan Madrasah-madrasah agama di seluruh pelosok Indonesia.

Berguru Mazhab Syafi'i di Kalimantan

                Saya Ambil dari Tobaqot Syafi'i Ulama Masyhur no. 79 Siapa yang tidak Kenal dengan Ulama Besar yg satu ini, Ulama Masyhur Tanah Banjar Kalimantan Keturunan Rosulullah ini
79. Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjar (1122 – 1227 H) Nama lengkap beliau Syeikh Haji Muhammad Arsyad bin Abdullah al Banjari, lahir di kampung Luk Gabang – Martapura (Kalimantan Selatan) pada tanggal 13 Safar 1122H (lk. 1710 M.), wafat tanggal 6 Syawal 1227 H. (lk. 1812M.) dalam usia 105 tahun. Jalur nasab beliau adalah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Pada tahun 1152H. (lk. 1739 M.), dalam usia lk. 30 tahun, beliau naik haji ke Mekkah dengan sengaja juga untuk menuntut ilmu pengetahuan agama Islam. Beliau bermukim di Mekkah selama 30 tahun dan di Madinah selama 5 tahun, bertekun mempelajari seluk beluk agama Islam, khususnya ilmu Ushuluddin, Ahlussunnah wal Jama’ah dan fiqih Madzhab Imam Syafi’i rahimahullah. Guru-guru beliau adalah : 1. Allamah Syeikh Athaillah di Mekkah. 2. Allamah Syeikh Muhammad al Kurdi di Madinah 3. Allamah Abdul Karim Samman di Madinah 4. Dan lain-lain. Kawan-kawan beliau yang belajar bersama ketika di Mekkah di antaranya adalah : 1. Syeikh Abdussamad Palembang, pengarang kitab “HIDAYATUSSAALIKIIN”, “Sairussalikin” dan lain-lain. 2. Syeikh H. Abdurrahman Mashri di Jakarta. 3. Syeikh Abdulwahab Bugis, Sulawesi Selatan. Syeikh Muhammad al Arsyad al Banjari adalah seorang ulama Besar dalam Madzhab Syafi’i yang jarang tandingannya, begitu juga kawan-kawan beliau yang tersebut adalah ulama-ulama besar dalam Madzhab Syafi’i. Pada bulan Ramadhan tahun 1186H. (lk. 1172M.) beliau kembali ke kampung halaman dan ketika itu diangkat menjadi Mufti Kerajaan Banjar, berkedudukan di Martapura, dalam usia 65 tahun. Tidak salah kalau dikatakan bahwa Syeikh Arsyad Banjar inilah ulama besar yang menyiarkan agama Islam ber-Madzhab Syafi’i di seluruh Kalimantan, sehingga penduduk Kalimantan pada waktu itu seluruhnya menganut Madzhab Imam Syafi’i rahimahuilah. Beliau banyak mengarang kitab, diantaranya : 1. SABILAL MUHTADIIN, ditulis tahun 1193 – 1195 H. 2. T’uhfatur Raghibiin, ditulis tahun 1180H. 3. Al Qaulul Mukhtashar. diruiis tahun 1196H. 4. Kitab Ushuluddin. 5. Kitab Tasauf. 6. Kitab Nikah. 7. Kitab Faraidh. 8. Kitab Hasyiyah Fathul Jawad, Di samping itu beliau menulis satu naskah al Quranul Karim tulisan tentang beliau sedikit, yang sampai sekarang masih terpelihara dengan baik. Zurriyaat (anak dan cucu) beliau banyak sekali yang nnenjadi ulama besar, pemimpin-pemimpin, yang semuanya teguh menganut Madzhab Syafi’i sebagai yang di wariskan oleh Syeikh Muhammad Arsyad Banjar. Diantara zurriyat beliau yang kemudian menjadi ulama besar turun temurun adalah : 1. H. Jamaluddin, Mufti, anak kandung, penulis kitab “PERUKUNAN JAMALUDDIN”. 2. H. Yusein, anak kandung, penulis kitab “Hidayatul Mutafakkiriin”. 3. H. Fathimah binti Arsyad, anak kandung, penulis kitab “PERUKUNAN BESAR”, tetapi namanya tidak ditulis dalam kitab itu. 4. H. Abu Sa’ud, Qadhi. 5. H. Abu Naim, Qadhi. 6. H. Ahmad, Mufti. 7. H. Syahabuddin, Mufti. 8. H.M. Thaib, Qadhi. 9. H. As’ad, Mufti. 10. H. Jamaluddin II., Mufti. 11. H. Abdurrahman Sidiq, Mufti Kerajaan Indragiri Sapat (Riau), pengarang kitab “Risalah amal Ma’rifat”, “Asranus Salah”, “Syair Qiyamat”, “Sejarah Arsyadiyah” dan lain lain. 12. H.M. Thaib bin Mas’ud bin H. Abu Saud, ulama Kedah, Malaysia, pengarang kitab “Miftahul jannah”. 13. H. Thohah Qadhi-Qudhat, penbina Madrasah “Sulamul ‘ulum’, Dalam Pagar Martapura. 14. H.M. Ali Junaedi, Qadhi. 15. Gunr H. Zainal Ilmi. 16. H. Ahmad Zainal Aqli, Imam Tentara. 17. H.M. Nawawi, Mufti. 18. Dan lain-lain banyak lagi.
Semuanya yang tersebut di atas adalah zurriyat-zurrivat Syeikh Arsyad yang menjadi ulama dan sudah berpulang ke rahmatullah. Sebagai kami katakan di atas, Syeikh Mubammad Arsyad bin Al Banjari dan sesudah beliau, zurriyat-zariyat beliau adalah penegak-penegak Madzhab Syafi’i dan faham Ahlussunnah wal Jama’ah, khususnya di Kalimantan. Mudah-mudahan Allah menurunkan rahmat kepada keluarga mereka dan kita semuanya, amin-amin.

Silsilah No. 30 Tobaqot Ulama Syafi'i Muktabaroh

30. Ulama-ulama Madzhab Syafi’i Abad - XIV Hijriyah. Ulama-ulama yang wafat dalam abad ke XfV yang banyak jasanya dalam menyiar dan mempertahankan Madzhab Imam Syafi’i rahimahullah diantaranya adalah sebagai berikut: 82. Zaini Dahlan (wafat 1304 H.). Nama lengkapnya Syeikh Ahmad bin Zaini Dahlan, dan beliau adalah Imam dan Mufti Syafi’i di Mekkah al Mukarramah pada tahun terakhir abad ke XIII. Tetapi beliau meninggal pada permulaan abad ke XIV H. Beliau adalah seorang Ulama Besar Syafi’iyah yang terkenal gigih dalam menyiarkan dan mempertahankan fawta-fatwa dalam Madzhab Syafi’i. Dtantara karangan Ahmad bin Zaini Dahlan, terdapat kitab-kitab : 1. Al Futuhatul Islamiyah,dicetak di Mekkah tahun 1303 H. 2. Tarikh Duwalul Islamiyah, cetakan tahun 1306 H. 3. Khulasatul Kalam fi Umarai Baladiharam, cetakan Mesir 1305 H. 4. Al Fathul Mubin Fadhail Khulafa ur Rasyidin, dicetak di Mesir tahun 1302. 5. Ad Durarus Saniyah Firradi 'alal Wahabiyah. 83. Sayid Utsman, (wafat 1333 H.). Nama lengkapnya adalah sayid Utsman bin Abdillah bin Aqil bin Yahya aI 'Alawi, yang dimasyhurkan dengan nama julukan "Mufti Batawi". Beliau adalah seorang ulama Besar syafi'iyah yang jarang tandingan di zamannya. Beliau selain mengajar juga mengarang kitab-kitab agama yang sangat banyak tersiar luas di sekitar Jawa Barat dan Jawa Timur. Diantara karangan beliau adalah : 1. Al Qawaninus Syar'iyah lil Mahkamah wal Iftaiyah. (Sebuah kitab yang lengkap menerangkan soal-soal nikah, thalak dan ruju' yang sangat berguna dipakai dalam Mahkamah-mahkamah Syar’iyah dalam lingkungan madzhab Syafi’i. 2. Iqazhuniyam fimaa yat'alqu bilahillah was shiyam (sebuah kitab khusus menerangkan persoalan masuk puasa, hilal dan puasa). 3. Zharul Basim fi Athwar Abil Qasim (sebuah kitab menerangkan kisah Maulud dan Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam). 4. I'anatul Mustarsyidin, berbahasa Arab, yaitu kitab untuk menolak fatwa lbnu Taimiyah dan Muhammad Abduh. 5. Kitab Sifat Duapuluh, sebuah kitab Ushuluddin yang lengkap. 6. Thariqussalamah minal Khusran wan Nadamah, berbentuk sya'ir dalam bahasa Arab menolak Muhammad Abduh dan Jamaluddin al Afghami. 7. Terjemah Rukun Islam. 8. Maslakul Akhyar (kumpulan Do’a). 9. Dan banyak lagi, yaitu kitab-kitab dari berbagai vak dan ilmu-ilmu. Sampai waktu tahun 1972M. banyak karangan beliau dalam bahasa Melayu Jakarta yang dijual pada toko-toko kitab di Jakarta. Di tangan kami tersimpan daftar nama-nama kitab karangan beliau sebanyak 80 buah kitab. Beliau sangat berjasa dalam mengembangkan faham Syafi’iyah di Jakarta dan sekitarnya. Diantara murid-murid beliau yang menjadi ulama di sekitar Jakarta adalah: 1. Almarhum Muhammad Thabrani Hoofd penghulu, Pekojan Jakarta. 2. Alm. Muhammad Mahbub bin Abdul Hamid Kampung Jawa, Kota Jakarta. 3. Alm. H. Muhammad 'Izzi Qurra Kampung Jawa, Kota Jakarta. 4. Alm. Sayid Muhammad bin Abdurrahman Pekojan Jakarta. 5. Alm. Sayid Abu Bakar Habsyi Kebun Jeruk Jakara. 6. Alm. Sayid Muhammad bin Alawi al Idrus I(rukutJakarta. 7. Alm. Ama Saidi Qurra Kebun Jeruk Jakarta. 8. Alm. H. Muhammad Saleh Kampung Jawa Kota Jakarta . 9. Alm. Sayid Ali Habsyi Al Habsyi Kwitang Jakarta. 10. Alm. Tuanku Raja Kemala Aceh. 11. Alm. K.H. Mansyur, Jembatan Lima Jakarta. 12. Kiyahi Ma'ruf Kampung Petunduan Senayan, bermukim di Tebet Jakarta. Boleh dikatakan bahwa pada umumnya Ulama-ulama Jakarta yang sekarang adalah berasal dari murid beliau. Penulis buku ini berjumpa dengan seorang anak beliau yang sekarang sudah berusia lk. 65 tahun, bernama Sayid Hasan bin Utsman, dimana dari tangan beliau penulis melihat risalah surat menyurat antara Syeikh Yusuf bin Ismail Nabhani di Beirut dengan Syeikh Sayid Utsman ini. Beliau yang berdua ini satu masa. Makam beliau ini sekarang diziarahi di perkuburan Karet Tanah Abang Jakata, yang meninggal tahun 1333 H. 84. Abu Bakar Syatha (wafat 1310 H.). Sayid Abu Bakar yang dimasyhurkan dengan nama Sayid Bakri Ibnul Arifbillah as Sayid Muhammad Syatha. Beliau adalah seorang ulama Syafi’i, mengajar pada Masjidil Haram di Mekkah al Mukarramah di permulaan abad ke XIV. Beliau mengarang sebuah kitab dalam fiqih Syafi'i yang terkenal dalam pesantren-pesantren di Indonesia, yaitu kitab “I'AANATUTTHOOLIBIIIN ” syarah "FATHUL MU'IIN" yang selesai dikarang tahun 1300 H. Sayid Abu Bakar Syatha banyak berjasa memberi pelajaran kepada mukimin-mukimin dari Indonesia, sehingga pada permulaan abad ke 14 banyaklah ulama murid dan Abu Bakar Syatha yang mengembangkan Madzhab Syafi’i di Indonesia sehingga ajaran itu merata di seluruh kepulauan di Indonesia. KITAB Fiqh "I'AANATUTTHOOLIBIIIN" dan Syarahannya "FATHUL MU'IN" inilah yg sampai dengan sekarang Menjadi Pegangan & di ajarkan di Ponpes - ponpes Sumatera, Aceh, Riau, Jawa, Lombok, Madura, diseluruh Ponpes2 Indonesia Pada umumnya, termasuk di Ponpes saya sendiri PONPES DAAR-AL ULUUM asahan - kisaran - Sumatera utara Silsilah ini banyak kita jumpai ditangan2 murid2 pondokan, tp yg ini saya dapati dari sorang da'i saudara kita di Jemaah Tabligh

berguru Mazhab Syafi'i

Ulama Muktabaroh Mazhab Syafi'i Berikut ini, Kami ambil Silsilah Abad XIV no.85. Yg mana Silsilah diatasnya lagi adalah Turun temurun Jumhur yg Masyhur (Banyak sekali Ulama syafi'i Mufti Mekkah/Baghdad/India/Pakistan yg amat mudah meneruskan silsilahnya hingga sampai Kepada Jumhur Abad XIII, sedangkan dari silsilah Ulama SYAFI'I yg lainny juga sudah Banyak sekali yg meneruskan Silsilah kpd Ulama2 Indonesia Tanah Jawa, hanya saja dari Murid yg lainnya Pula. disini saya hanya menerangkan ttg silisilah saya Saja yaitu nomer 85. Syeikh Ahmad Khatib (wafat 1334 H.) Nama lengkap beliau, Syeikh Ahmad Khatib bin Abdul Latief al Minangkabawi, as Syafi’i lahir di Kota Gedang Bukittinggi sumatera Barat, pada hari Senin tanggal 6 Dzulhijah 1276 H. dan wafat di Mekkah hari Senin 8 Jumadil Awal 1334 H. Beliau adalah seorang ulama Besar yang perrama menduduki kursi dan jabatan IMAM KHATIB dan Guru Besar di Masjid Mekkah (Masjid Haram) dan juga Mufti Besar dalam Madzhab Syafi'i. Beliau adalah satu-satunya Ulama Indonesia yang mencapai derajat setinggi jabatan yang dipangkunya di Mekkah Mukarramah. Banyak sekali murid beliau bangsa Indonesia pada permulaan abad ke 14 H. yang belajar kepada beliau tentang ilmu fiqih Syafi'i yang kemudian menjadi ulama-ulama besar pada pertengahan abad XX di Indonesia. Di antara murid-murid beliau bangsa Indonesia itu dapat dicatat, yaitu Syeikh Sulaiman Ar Rasuli Candung Bukittinggi. Kemudian terdapat alm. Syeikh Muhammad Jamil Jaho Padang Panjang, alm. Syeikh Abbas Qadhi Ladang Lawas Bukittinggi (bapak pengarang buku “Keagungan Madzhab Syafi’i” ini). Alm. Syeikh Abbas Abdullah Padang Japang Suliki, alm. Syeikh Khatib Ali Padang, alm. Syeikh Ibrahim Musa Parabek, alm. SYEIKH MUSTAFA HUSSEIN PURBA BARU MANDAILING , alm. Syeikh Hasan Maksum Medan Deli dan banyak lagi ulama Jawa, Madura, Sulawesi, Kalimantan yang berasal dari murid Syeikh Ahmad Khatib ini. Syeikh Ahmad Khatib al Minangkabawi ini boleh dikatakan menjadi tiang tengah dari Madzhab Syfi’i dalam dunia Islam pada permulaan abad XIV. Beliau banyak sekali mengarang kitab dalam bahasa Arab dan bahasa Melayu (Indonesia) diantaranya banyak tersiar di Indonesia, yaitu : 1. Riyadathul Wardhiyah dalam ilmu fiqih. 2. Al Khitathul Mardhiah, soal membaca “Ushalli” 3. Al Minhajul Masyru’, soal faraidh (harta pusaka). 4. Ad Dalilul Masmu’, soal hukum pembagian harta pusaka 5. lrsadul Hajara fi Raddhi alan Nashara. 7. Tanbihul Awam, masalah Syarikat Islam. 8. Iqnaun Nufur, tentang zakat uang kertas 9. Itsbatus Zain 10. Dan banyak lagi yang lain.

Rabu, 01 Agustus 2012

Mereka Memalsukan Kitab-Kitab Karya Ulama Klasik

Buku ini adalah buku ke-2 terkait trilogi data dan fakta penyimpangan salafi wahabi. Sebelumnya adalah "Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi" dan Buku ke-3 rencananya akan terbit dengan judul "Ulama Sejagad Menggugat Salafi Wahabi". Adagium yang mengatakan bahwa, buku adalah pengikat ilmu, tidak ada yang mengingkarinya. Lebih dari itu, buku merupakan salah satu media utama dalam mencari kebenaran. Tclah berabad-abad lamanya, para ulama terdahulu mewarisi ilmu mereka kepada generasi setelahnya melalui buku yang mereka tulis. Buku menjadi sangat berharga dan penting. la menjadi sandaran utama umat dalam mencari kebenaran dan petunjukTuhan. Lalu,apajadinyajikabuku-buku para ulama yang mewarisi ilmu dan petunjukitu dikotori, diselewengkan, bahkan dipalsukan? Ke mana lagi umat ini hendak mencari kebenaran? Barangkali Anda terperanjat, kasus-kasus penyelewengan Salafi Wahabi dalam hal amanah ilmiah ini sangat banyak dan beragam, sebagaimana yang-insya'Allah-akan dikupas dalam buku ini, seperti: pemusnahan dan pembakaran buku; sengaja meringkas, mentahkik, dan mentakhrij kitab-kitab hadis yang jumlah halamannya besar untuk menyembunyi-kan hadis-hadis yang tidak mereka sukai; menghilangkan hadis-hadis tertentu yang tidak sesuai dengan faham mereka; memotong-motong dan mencuplik pendapat ulama untuk kemudian diselewengkan maksud dan tujuannya; mengarang-ngarang hadis dan pendapat ulama; memerintahkan ulama mereka untuk menulis suatu buku, lalu mengatasnamakan buku itu dengan nama orang lain; tindakan intimidasi dan provokasi; membeli manuskrip; menyogok penerbit; sampai kepada pencurian buku-buku induk dan manuskrip untuk dihilangkan sebagian isinya, atau dimusnahkan semuanya. Sering terjadinya kasus-kasus penyelewengan seperti ini dibenarkan oleh ulama-ulama kawakan di Timur Tengah, semisal: Mufti Mesir, Syaikh Prof. Dr. Ali Jum'ah; tokoh ulama Syria, al-Muhaddits asy-Syaikh Abdullah al-Harari al-Habasyi; tokoh ulama Maroko, al-Muhaddits as-Sayyid Ahmad al-Ghimari; tokoh ulama Syria, Prof. Dr. Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthi; tokoh ulama tasawuf di Makah, al-Muhaddits asy-Syaikh Muhammad ibnu Alawi al-Maliki, dan ulama-ulama lainnya. Sekte Salafi Wahabi sangat menyadari bahwa buku merupakan salah satu media paling efektif untuk 'mengarah-kan' umat kepada faham yang mereka inginkan. Karenanya, tidak aneh jika mereka sangat concern dalam ranah per-bukuan, penerbitan, dan penerjemahan. Beragam jenis buku -baik buku kertas maupun e-book/digital- mereka cetak untuk dibagikan secara gratis maupun dengan harga murah. Barangkali juga terlintas dalam benak Pembaca suatu pertanyaan, mengapa Salafi Wahabi melakukan tindakan-tindakan tidak terpuji itu? Di antara jawabannya adalah, karena faham penyelewengan, pemalsuan, perusakan, dan pe-lenyapan buku adalah doktrin ulama mereka, sebagai bagian dari upaya memperjuangkan akidah Salafi Wahabi yang mereka yakini paling benar. Anda mungkin tidak percaya, tapi inilah di antara bukti yang menunjukan bahwa, sekte Salafi Wahabi mendoktrinkan para pengikutnya untuk membakar dan melenyapkan buku-buku karya ulama Islam. Salah seorang tokoh ulama Salafi Wahabi Saudi, Abu Ubaidah Masyhur ibnu Hasan Alu Salman menyatakan dalam salah satu bukunya, "Buku-buku semacam ini banyak dimiliki orang dan mengandung akidah-akidah sesat, seperti kitab: al-Fushush dan al-Futuhat karya Ibnu Arabi, al-Budd karya Ibnu Sab'in, Khal'u an-Na'lain karya Ibnu Qusai, 'Ala al-Yaqin karya Ibnu Bukhan, buku-buku sastra karya Ibnu Faridh, buku-buku karya al-Afif at-Tilmisani, dan buku-buku sejenisnya. Begitu juga kitab Syarh Ibnu Farghani terhadap kasidah dan syair Ibnu Faridh. Hukum semua buku yang semacam ini adalah, dilenyapkan keberadaannya (idzhab a'yaniha) kapan saja buku itu ditemukan, dengan cara dibakar, dicuci dengan air..." (lihat buku Salafi Wahabi: Kutub Hadzdzara minha al-Ulama, karangan Abu Ubaidah Masyhur ibnu Hasan Alu Salman, penerbit Dar ash-Shami'i, Riyadh, Saudi Arabia, h. 9) Murid setia Ibnu Taimiyah sekaligus guru Salafi Wahabi, Ibnu Qayyim al-Jauziyah juga pernah menyatakan, "...Begitu juga, tidak perlu untuk mengganti rugi dalam membakar kitab-kitab sesat dan melenyapkannya (itlafuha)." (Lihat kitab: Zad al-Ma'ad karangan Ibnu Qayyim al-Jauziyah, penerbit Muassasah ar-Risalah, vol. 3, Beirut, Lebanon, h. 581). Dalam bukunya yang lain, Ibnu Qayyim juga berwasiat untuk menghancurkan dan melenyapkan buku-buku bid'ah, "Maksudnya adalah, bahwa kitab-kitab yang mengandung kebohongan dan bid'ah ini wajib untuk dihilangkan dan dilenyapkan. Perbuatan (melenyapkan) ini lebih utama daripada melenyapkan alat-alat hiburan, musik, dan melenyapkan perabot minuman keras. Sungguh bahaya kitab-kitab itu jauh lebih besar dari bahaya-bahaya lain, dan tidak ada ganti-rugi dalam menghancurkan dan melenyapkannya." (Ibnu Qayyim a-Jauziyah: ath-Thuruq al-Hukmiyah fi as-Siyasah asy-Syar'iyah, penerbit Majma al-Fiqh al-Islami, Jeddah, Saudi Arabia 1428 H., h. 325). Begitu juga dengan Ibnu Taimiyah, soko guru Salafi Wahabi. Ia telah mengeluarkan fatwa untuk membakar buku-buku yang dianggap bertentangan dengan fahamnya. (Lihat akhir nomor 59 dari kitab al-Akhbar dan kitab al-Jami' yang digabung dengan kitab Mushannaf Abd ar-Razaq 11/424, dan kitab Mushannaf Ibnu Abu Syaibah 6/211-212, penerbit Dar al-Fikr, bab Tahriq al-Kutub). Jika kita berbaik sangka, barangkali wasiat dan fatwa Ibnu Taimiyah serta muridnya tentang pembakaran dan pelenyapan buku itu dimaksudkan untuk sesuatu yang baik. Yang menjadi rancu adalah, bid'ah dan sesat yang mereka berdua maksud, tidak sama dengan bid'ah dan sesat yang dimaksudkan oleh sekte Salafi Wahabi, wa bil khusus bid'ah dan sesat versi pendiri Salafi Wahabi, Muhammad Ibnu Abdul Wahab. Scbagaimana telah dikupas pada buku penulis yang ke-1, "Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi; Mereka Membunuh Nemuanya Termasuk Para Ulama", Muhammad Ibnu Abdul Wahab -begitu juga para pengikutnya- memang terkenal bengis dan kejam terhadap umat Islam yang tidak sepaham dengannya.

ULAMA-ULAMA BESAR MADZHAB SYAFI'I DARI ABAD KE ABAD * (Bag. 1)

         Ulama-ulama besar bintang-bintang Madzhab Syafi'i dari abad ke abad banyak sekali,sehingga tak terhitung lagi banyaknya karena madzhab ini sudah lama berkembang,pengaruhnya sudah amat luas pula,hampir diseluruh pelosok dunia Islam. Imam Syafi'i wafat pada tahun 204 H. lebih 1000 tahun yg lalu. Untuk menghitung dan menguraikan nama Ulama-ulama Syafi'i satu persatu sudah tentu membutuhkan satu buku besar. Imam Tajuddin Subki(wafat 771H.) dalam Kitabnya Tabaqatus Syafi'iyah al Kubra,juz I hal.26,menerangkan bahwa sudah ada Ulama-ulama Islam sebelumnya mengarang kitab ''Thabaqat Syafi'i'' yaitu kitab-kitab yg menerangkan Ulama-ulama Syafi'iyah dan Kitab-kitabnya dari abad ke abad.* Diantaranya: 1. Muhammad bin Suleiman as Shu'luki(wafat:440H) dengan judul Al Munahazzab fi Syuyukhil Madzhab. 2. Abu Thaib at Tabari,(wafat 450)dengan judul Mukhtasar. 3. Abu 'Ashil al Abbadi (wafat 458)dengan nama thabaqat. 4. Abi Ishaq as Syirazi(wafat 476H) dengan nama Mukhtasar. 5. Abu Muhammad al-Jurjani (wafat 489H) dengan nama At Thabaqat. 6. Imam Abu Muhammad Abdul Wahab bin Muhammad (wafat 500 H) dengan nama Tarekh al Fuqaha.* ‎7. Imam Abu Najib as Syahrawardi (wafat 563H.)dengan nama Thabaqat. 8. Imam Ibnu Shalah (wafat 634H) dengan nama kitab Thabaqat. Demikian diterangkan oleh Imam Tajuddin Subki.

          Hanya disayangkan bahwa kitab-kitab Thabaqat itu tidak sampai di Indonesia. Yg ada kita lihat hanyalah kitab Thabaqatus Syafi'iyah al Kubra karangan Tajuddin Subki 6 juz 3 jilid,dicetak oleh Mathba'ah Husainiyah Kairo tahun 1324H. dan cetakan baru pada Mathba'ah Isa al Babil Halabi Kairo tahun 1383H. Dan sesudah abad Tajuddin Subki,sudah banyak pula pengarang-pengarang,mengarang kitab-kitab Thabaqat.* Diantaranya: 9. Syeikh Jamaluddin al Asnawi(wafat 772H) dengan nama Thabaqat. 10. Syeikh Umar bin Bundar(wafat 672H) dengan nama Thabaqat At Tafsili. 11. Al Hafizh Ibnu Katsir(wafat 774H)mengarang juga kitab Thabaqat. 12. Syeikh Muhammad bin Hasan al Wasithi (wafat 776H)dengan nama Mathalibul 'Aliyah fi Manaqibis Syafi'iyah. 13. Syeikh Syamsuddin Muhammad bin Abdurrahman Qadhi Shafad(wafat 780H)mengarang juga Kitab Thabaqat. 14. Qadhi Syarifuddin,Abu Abdillah bin Quthub(wafat 800H)mengarang Kitab Al Kafi fi Ma'rifati Ulama Madzhab Syafi'i.* ‎15. Syeikh Sirajuddin Umar bin Ali yg terkenal dengan nama Ibnul Mulqin(wafat 804H) dengan judul Al Aqdul Mudzahab fi Thabaqat Hamlatil Madzhab. 16. Alfirudzabadi(wafat 817H) pengarang Kamus al Muhith mengarang juga kitab Thabqat,bernama Al Maqatul Arfa'iah. 17. Imam Taqiyuddin ad Dimsyaqi(wafat 851 H)mengarang juga kitab Thabaqat yg dibagi atas 29 tingkat. 18. Radhiyuddin Muhammad bin Ahmad al'Amiri(wafat 864H)mengarang juga dengan nama Bahyatun Nashirin 19. Qadhi Quthubuddin Muhammad bin Muhammad Al Khaidhari(wafat 894H)dengan judul Al Luma' al Alma'iyah.* ‎20. Syeikh Kamaluddin Abul Ma'ali(wafat 906H)mengarang juga kitab Thabaqat. 21. Abu Bakar bin Hijayatullah(wafat 1014H).mengarang Kitab Thabaqa Syafi'iyah. 22. Syeikhul Islam as Syarkawi(wafat 1227H) mengarang Kitab Thabaqat yg menerangkan terjemahan Ulama-ulama Syafi'i dari tahun 900 sampai 1121H.
*Demikian yg dapat dicatat kitab-kitab Thabaqat yg dikarang oleh Ulama-ulama Syafi'iyah. Hanya disayangkan sebagai yg dikatakan diatas bahwa kitab-kitab itu tidak sampai ke Indonesia sehingga kita tidak dapat menikmatinya. Disamping itu disyangkan lagi bahwa kitab Thabaqat Syafi'iyah dan Ulama-ulama bangsa Indonesia yg ber-Madzhab Syafi'i belum ada,sehingga sulit kita mencari tarekh Ulama-ulama Syafi'i bangsa Indonesia yg juga tidak sedikit jumlahnya. Tetapi sungguhpun begitu dalam fasal ini akan kita kemukakan juga nama-nama bintang Ulama-ulama Syafi'i dari abad ke abad,yaitu nama-nama yg biasa didengar atau bisa kita baca dalam kitab-kitab Syafi'iyah yg beredar di Indonesia.* Kita yakin bahwa yg tidak tertulis disini ratusan kali lebih banyak dari yg tertulis,sebagai yg kita katakan diatas,bahwa kalau ditulis semuanya pasti akan menjadi buku setebal 10 jilid. Sesuai dengan qaedah usul fiqih,apa yg tidak dapat semuanya tidak ditinggalkan sebahagiannya.

         Kami akan menguraikan nama-nama itu dengan membagi menurut ''abad wafatnya'' supaya dapat dilihat dengan nyata keagungan Madzhab Syafi'i ini dari abad ke abad dan supaya jangan lagi ada orang dinegeri kita ini yg menganggap remeh dan rendah Madazhab Syafi'i itu.

                 Kami mulai dengan abad ke III,yaitu dari abad wafatnya Imam Besar SYAFI'I Rhl.* ‎* ABAD-III Hijriyah

* 1. ''Imam Syafi'i Rahimahullah''(wafat 204H). Nama lengkap beliau adalah ABU ABDILLAH MUHAMMAD bin IDRIS as SYAFI'I. Lahir di Gazzah Palestina(150H) dan wafat di Mesir(Kairo)(204 H). Inilah Imam Besar,Mujtahid Muthlaq(Mujtahid Penuh)dalam Madzhab Syafi'i.* ‎

2. ''Ar Rabi'i bin Sulaiman al Muradi''(wafat 270H) Beliau ini adalah murid langsung dari Imam Syafi'i Rhl.,di bawa dari Bagdad sampai ke Mesir. Lahir tahun 174H.(wafat tahun 270H.) Beliau inilah yg membantu Imam Syafi'i Rhl. menulis kitab-kitabnya Al Umm dan kitab Usul Fiqih yg pertama di dunia,yaitu Kitab Risalah al Jadidah. Berkata Muhammad bin Hamdan: ''Saya datang kerumah Rabi'i pada suatu hari,di mana di dapati di hadapan rumahnya 700 kendaraan membawa orang yg datang mempelajari kitab Syafi'i dari beliau''. Ini suatu bukti bahwa Ar Rabi'i bin Sulaiman al Muradi adalah seorang yg utama,penyiar dan penyebar Madzhab Syafi'i Rhl.dalam abad-abad yg pertama. Tersebut dalam kitab Al Majmu' halaman 70,kalau ada perkataan ''sahabat kita ar Rabi'i'' maka maksudnya adalah Ar Rabi'i bin Sulaiman al Muradi ini. Didalam kitab Al Munadzab tidak ada Ar Rabi'i selain ar Rabi'i ini,kecuali satu Ar Rabi'i dalam masalah menyamak kulit yg bukan Ar Rabi'i ini,tetapi Ar Rabi'i bin Sulaiman al Jizi.(Beliau ini adalah sahabat Imam Syafi'i Rhl.juga.)

* ‎ 3. ''Al Buwaithi''(wafat 231H) Nama lengkap beliau adalah Abu Ya'kup Yusuf bin Yahya al Buwaithi,lahir di desa Buwaith(Mesir)wafat 231H. Beliau ini adalah murid langsung dari Imam Syafi'i Rhl.sederajat dengan Ar Rabi'i bin Sulaiman al Muradi. Imam Syafi'i berkata: ''Tidak seorang juga yg lebih berhak atas kedudukanku melebihi dari Yusuf bin Yahya al Buwaithi''dan Imam Syafi'i Rhl. berwasiat,manakala beliau wafat maka yg akan mengantikan kedudukan beliau sebagai pengajar adalah Al Buwaithi ini. Beliau menggantikan Imam Syafi'i Rhl.berpuluh tahun dan pada akhir umur beliau ditangkap lantaran persoalan ''fitnah Qur'an'',yaitu tentang makhluk atau tidaknya Qur'an yg digerakkan oleh kaum Mu'tazilah. Akhirnya al Buwaithi ditangkap oleh Khalifah yg pro faham Mu'tazilah,lalu dibawa dengan ikatan rantai pada tubuhnya ke Bagdad. Beliau meninggal dalam penjara di Bagdad tahun 231H. Beliau Syahid karena mempertahankan kepercayaab dan i'tiqad beliau,yaitu i'tiqad kaum ahlussunnah wal jama'ah yg mempercayai bahwa Qur'an itu adalah Kalam Allah yg Qadim,bukan ''ciptaan Allah'',(makhluk).

* ‎ 4. '' Al Muzany '' (wafat 264H). Nama lengkap beliau adalah Imam Abu Ibrahim,Ismail bin Yahya Al Muzany,lahir di Mesir 175H dan 25 tahun lebih muda dari Imam Syafi'i Rhl. Beliau adalah seorang ulama yg saleh,zuhud dan rendah hati. Beliau banyak mengarang kitab fiqih Syafi'iyah,seumpama: 1. Al Jami' al Kabir. 2. Al Jami' as Shagir. 3. Al Mukhtashar. 4. Al Mantsur. 5. At Targib fil Ilmu. 6. Kitabul Watsaiq. 7. Al Masail al Mu'tabarah. 8. Dan lain-lain.

* ‎ 5 *Harmalah at Tujibi*(lahir tahun 166 H-wafat tahun 243H.) Nama lengkapnya Harmalah bin Yahya Abdullah at Tujibi,murid Imam Syafi'i Rhl. Imam Syafi'i Rhl. pernah berkata tentang sahabatnya ini,bahwa Al Muzani adalah pembela Madzhabnya. Setelah Imam al Buwaithi ditangkap maka al Muzany menggantikan kedudukannya dalam balakah Imam Syafi'i itu sampai beliau wafat pada tahun 264 H.(60 tahun terkemudian dari Imam Syafi'i Rhl.) Beliau seorang Ulama besar penegak Madzhab Syafi'i yg menyusun kitab-kitab Madzhab Syafi'i. Didalam Madzhab Syafi'i terkenal Kitab Harmalah,yaitu kitab karangan Imam Syafi'i Rhl. yg disusun oleh murid beliau ini,yaitu Harmalah bin Yahya. Selain beliau ahli fikih Syafi'i yg terkenal,juga beliau ahli Hadits yg banyak menghafal hadits-hadits Nabi. Kabarnya beliau telah menghafal 10.000 hadits Nabi. Diantara ahli-ahli hadits yg menjadi murid dari Harmalah ini,terdapat Imam Muslim yg terkenal,Imam Ibnu Qutaibah,Imam Hasan bin Sofyan.

* ‎ 6. * Az Za'farani*(wafat 260H). Nama lengkap beliau ini adalah Imam al Hasan bin Muhammad Ash Shabah az Za'farani. Lahir di dusun Za'farani dan kemudian pindah ke kota Bagdad di mana di sini beliau belajar kepada Imam Syafi'i Rhl. Imam Az Za'farani adalah murid langsung dari Imam Syafi'i. Imam Bukhari seorang ahli Hadits yg terkenal banyak mengambil Hadits dari az Za'farani ini tetapi beliau bukan menjadi orang Mujtahid dalam fiqih. Beliau tetap memegang Madzhab Imam Syafi'i Rahimahullah. Dari beliau ini mengalirlah ajaran fiqih Syafi'i kepada Imam Bukhari yg terkenal sehingga beliau menganut Madzhab Syafi'i dalam syari'at dan ibadat.

* ‎ 7. *AL KARIBISI * (wafat 245H.) Nama lengkap beliau adalah Imam Abu 'Ali Husein bin 'Ali al Karibisi. Beliau juga seorang murid lansung dari Imam Syafi'i Rhl. sesudah terlebih dahulu menganut ajaran Imam Abu Hanifah(Hanafi) dan kemudian masuk dalam Madzhab Syafi'i. Beliau adalah menjadi tiang tengah dalam menegakkan fatwa dan aliran Imam Syafi'i Rhl.* ‎ 8. * AT TUJIBI * (WAFAT:250H). Ahmad bin Yahya bin Wazir bin Sulaiman at Tujibi Beliau adalah seorang Ulama yg belajar langsung dalam ilmu fiqih kepada Imam Syafi'i Rhl. Meninggal dan bermakam di Mesir.

9. *MUHAMMAD BIN SYAFI'I * Muhammad bin Syafi'i,gelarnya Abu Utsman al Qadhi. Beliau adalah anak yg tertua dari Imam Syafi'i Rhl. Pada akhir usia beliau menjabat kedudukan Qadhi di Jazirah dan wafat di situ tahun 240 H.

* ‎ 10. * ISHAQ BIN RAHUYAH* (WAFAT 238H) Nama lengkap beliau adalah Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad bin Ibrahim yg terkenal dengan nama Ibnu Rahuyah. Lahir tahun 166H. wafat tahun 238H. Beliau belajat fiqih kepada Imam Syafi'i Rhl. Yg terkenal.Bukan saja dalam ilmu fiqih tetapi juga dalam ilmu Hadits. Imam Bukhari,Muslim,Abu Daud,Tirmidzi,Ahmad bin Hanbal,banyak mengambil hadist dari Ishaq bin Rahuyah ini. Imam Nasai mengatakan bahwa Ibnu Rahuyah adalah Tsiqqah'',yaitu''dipercaya''

* ‎ 11. * AL HUMAIDI *. Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Zuber bin Isa,Abu Bakar al Humaidi. Beliau adalah juga murid langsung dari Imam Syafi'i Rahimahullah. Beliaulah yg membawa dan mengembangkan Madzhab Syafi'i ketika di Mekkah,sehingga beliau diangkat menjadi Mufti Mekkah. Wafat di Mekkah pada tahun 219H. Inilah diantaranya 11 orang murid langsung dari Imam Syafi'i Rhl. yg kemudian menjadi Ulama Besar dan tetap teguh memegang Madzhab Syafi'i.* Dengan perantaraan beliau-beliau inilah Madzhab Syafi'i tersiar luas kepelosok-pelosok duni Islam terutama ke bagian Timur dari Hijaz,yaitu ke Iraq,ke Khurasan,ke Maawara an Nahr,ke Adzerbaiyan,ke Tabristan,juga ke Sind,ke Afganistan,ke India,ke Yaman dan terus ke Hadaramaut,ke Pakistan,India dan Indonesia. Beliau-beliau ini menyiarkan Madzhab Syafi'i dengan lisan dan tulisan.selain dari itu ada dua orang murid Imam Syafi'i Rhl.,yaitu Ahmad bin Hanbal,(wafat 241H) yg kemudian ternyata membentuk satu aliran dalam fikih yg bernama Madzhab Hanbali. Yg kedua Syeikh Muhammad bin Abdul Hakam,seorang Ulama murid langsung dari Imam Syafi'i Rhl.yg ilmunya tidak kalah dari al Buwaithi. Beliau ini pada akhir umurnya berpindah ke Madzhab Maliki dan wafat dalam tahun 268H.di Mesir* Ulama-ulama,murid yg langsung dari Imam Syafi'i Rhl.ini boleh dinamakan Ulama-ulama Syafi'iyah ''tingkatan pertama''. Ada ''tingkatan dua'',yaitu Ulama-ulama Syafi'iyah yg wafat dalam abad ke tiga juga,tetapi tidak belajar kepada Imam Syafi'i sendiri,melainkan kepada murid-murid Imam Syafi'i Rhl. Ulama-ulama itu adalah->

‎12. * AHMAD BIN SYAYYAR AL MAWARDI *(WAFAT 268H) Nama lengkap beliau adalah Ahmad bin Sayyar bin Ayub Abu Hasan al Mawardzi. Beliau adalah murid dari Ishaq bin Rahuyah dan Ulama-ulama Syafi'i yg lain,Ulama-ulama seperi Nasai,Ibnu Khuzaimah,Imam Bukhari dan lain-lain,mengambil ilmu kepada beliau. Syeikh Ahmad bin Sayyar yg membawa dan mengembangkan Madzhab Syafi'i ke Marwin,ke Gazanah di India,ke Afganistan dan lain-lain. Beliau adalah pengarang kitab ''Tarikh Marwin''

* ‎13. *IMAM ABU JA'FAR AT TIRMIDZI* (WAFAT:295H). Nama lengkap beliau ini adalah Muhammad bin Ahmad bin Nashar,Abu Ja'far at Tirmidzi. Beliau adalah Ulama Besar Syafi'iyah di Iraq sebelum masanya Ibnu Surej. Beliau mengarang sebuah kitab dengan judul ''Kitab Ikhtilaf Akhlis Shalat'' dalam usulluddin.* ‎

14. *ABU HATIM AR RAZI *(WAFAT 277 H) Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Idris bin Munzir bin Daud bin Mihram. Abu Hatim ar Razi,lahir tahun 195 H. Beliau adalah seorang Ulama Syafi'iyah yg besar,yg mengatakan bahwa beliau telah berjalan kaki mencari Hadits pada tingkat pertama sepanjang 1000 farsakh. Beliau berjalan kaki dari Bahrein ke Mesir,ke Ramlah di Palestina,ke Damaskus,ke Inthakiah,ke Tharsus,kemudian kembali ke Iraq dalam usia 20 tahun. Diantara guru beliau dalam fikih ialah Yunus bin Abdul A'ala,yaitu sahabat-sahabat Imam Syafi'i Rhl.

* 15. * IMAM BUKHARI * (WAFAT 256H) Nama lengkap beliau Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughitah bin Bardizbah al Jufri al Bukhari. Lahir tahun 194 H. di Bukhara Asia Tengah. Sejak kecil beliau sudah menghafal Al-Qur'an di luar kepala dan sangat menyukai mencari dan mendengar Hadits-hadits Nabi. Kemudian selama 16 tahun beliau menyusun dan mengarang kitab sahihnya yg berjudul kitab ''Sahih al Bukhari'' Beliau selalu berkelana ke daerah-daerah dan kota-kota negeri Islam ketika itu. Beliau belajar Hadits-hadits di negerinya dan kemudian pergi ke Balkha,ke Marwa,ke Nisabur,ke Rai,ke Basrah,ke Kufah,ke Mekkah,ke Madinah,ke Mesir,ke Damaskus,ke Asqalan dan lain-lain. Perjalanan beliau ini adalah dalam rangka mencari ulama-ulama yg menyimpan hadits dalam dadanya untuk dituliskannya di dalam kitab yg ketika itu sangat kurang sekali. Kitab sahih Bukhari itu adalah kitab agama Islam yg kedua sesudah Al-Qur'an. Hadits-hadits di dalamnya menjadi sumber hukum yg kuat dalam fiqih(hukum)Islam. Pada mulanya beliau sampai menghafal hadits sebanyak 600.000 hadits yg diambilnya dari 1080 orang guru,tetapi kemudian setelah disaring dan disaringnya lagi,maka yg dituliskannya dalam Kitab Sahih Bukhari hanya 1275 hadits. Kalau disatukan hadits yg berulang-ulang disebutnya dalam kitab itu,jadinya berjumlah 4000 hadits yg kesemuanya hadits sahih dan diterima oleh seluruh dunia Islam,terkecuali oleh orang yg buta mata hatinya. Diantara guru beliau dalam fiqih Syafi'i adalah Imam al Humaidi,sahabat Imam Syafi'i yg belajar fiqih kepada Imam Syafi'i ketika berada di Makkah al Mukarramah. Juga beliau belajar fiqih dan Hadits kepada Za'farani dan Abu Tsur dan Al Karabisi,ketiganya adalah murid Imam Syafi'i Rhl.

Demikian diterangkan oleh Imam Abu 'Ashim al Abbadi dalam kitab ''Thabaqaf''nya. Beliau tidak banyak membicarakan soal fiqih,tetapi hampir semua pekerjaan beliau berkisar kepada hadits-hadits saja yg tidak mengambil hukum dari hadits-hadits itu. Inilah suatu bukti bahwa beliau bukan Imam Mujtahid,tetapi ahli hadits yg didalam furu' syari'at beliau menganut Madzhab Syafi'i Rahimahullah. Di dalam kitab ''Faidul Qadir'' syarah Jamius Shagir pada juz I hal. 24 diterangkan bahwa Imam Bukhari mengambil fiqih dari al Haimadi dan sahabat Imam Syafi'i yg lain. Imam Bukhari tidak mengambil hadits dari Imam Syafi'i Rhl.karena beliau meninggal dalam usia muda,tetapi Imam Bukhari belajar dan mengambil hadits dari murid-murid Imam Syafi'i Rhl. Tetapi sungguh pun begitu,di dalam kitab sahih Bukhari ada dua kali Imam Syafi'i disebut,yaitu pada bab Rikaz yg lima dalam kitab Zakat dan pada bab Tafsir 'Araya dalam kitab Buyu'.(lihat Fathul Bari juz IV,hal 106 dan juz V hal.295)* =======bersambung======

Hadramaut Bumi Sejuta Wali

           Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Datang kepada kalian penduduk Yaman, mereka lebih ramah perasaannya dan lebih lembut hatinya, iman ada pada penduduk Yaman, hikmah dan kemuliaan ada pada penduduk Yaman” (Shahih Bukhari No Hadits 4037).

             Yaman sebuah Negara di Jazirah Arab, terletak di Asia Barat Daya, tepatnya di bagian Timur Tengah. Negeri Yaman taka sing lagi di telinga kaum muslimin Indonesia.
Terutama kota Hadramaut dan Tarimnya. Selain terkenal kentalnya dengan budaya keislamannya, negeri tersebut memiliki banyak madrasah yang menjadi tempat tujuan bagi para pelajar dari luar negeri. Saat ini negeri muslimin terbesar di dunia adalah Indonesia, dan yang membawa Islam ke Indonesia adalah kebanyakan dari negeri Yaman yang terkenal dngan Negeri Serbu Walinya.

            Akhir-akhir ini, silaturahim antara Indonesia dan Yaman terutama Hadramaut terajut kian hangat dan mesra. Tingginya intensitas kedatangan ulama-ulama Hadarim – seperti Habib Umar bin Hafiz, Habib Salim as-Syathiri, Habib Zain bin Sumaith serta yang lainnya – seolah kian mendekatkan kedua negeri itu. Bahkan Habib Umar bin Hafiz dijadwalkan dating ke Indonesia setiap tahun.

            Beberapa ulama tanah air juga kerap mengikuti ziarah nabi Hud as dan ziarah tarim di bulan Sya’ban. Gejala ini sungguh positif, Hadramaut dan Indonesia adalah dua saudara sekandung yang tak bias terpisahkan. Beberapa tahun belakangan ini, negeri Hadramaut menjadi buah bibir di tengah masyarakat muslim. Banyak orang bertanya-tanya, negeri macam apakah Hadramaut itu? Bagaimanakah kehidupan orang-orang dinegeri yang disebut-sebut sebagai tempat persemayaman para wali itu?
Mengapa Rasul SAW sampai memuji penduduk Yaman?